Bab 35 : Nasib sama

232 41 1
                                    

Sabar ngab, bacanya pelan-pelan. Jangan sambil mendumel ya.

Happy Reading.

———————————————

Di sinilah Dania sekarang, taman komplek perumahannya. Gadis itu memutuskan ke taman untuk menenangkan pikiran dan hatinya. Lagipula jika ia pulang ke rumah, pasti orang tuanya tahu dirinya habis menangis. Lagi.

"Andai gue disuruh milih. Gue nggak bakal mau ketemu sama lo lagi dan ngerasain jatuh cinta kedua kalinya sama lo."

Perkataan Farel beberapa menit yang lalu masih terngiang-ngiang di pikirannya. Tanpa terasa air matanya kembali jatuh membasahi pipi mulusnya.

Gadis itu mendongak ketika mendengar suara gemuruh petir. Langit pun sudah berubah warna menjadi abu-abu.

Benar saja. Tak lama kemudian, hujan turun membasahi tanah. Seperti tahu kalau Dania juga sedang menangis, maka dari itu, bumi pun ikut bersedih.

Dania kembali mendongak setelah menunduk melihat tetesan hujan yang merembes ke tanah, menyebabkan bau yang khas.

Gadis itu memejamkan matanya dengan kepala yang masih mendongak, membiarkan tetesan air hujan mengenai wajahnya.

Beberapa menit kemudian, ia tak merasa air mengenai wajahnya lagi. Dania pun membuka mata dan melihat sebuah payung berada di atas kepalanya.

Ia menengok ke belakang, pemuda tampan sedang tersenyum padanya dengan tangan kanan yang masih memegang payung. "Sengaja hujan-hujanan?" tanya pemuda itu.

Dania mengangguk pelan.

"Yaudah, gue lepas payungnya, ya?" tanya pemuda itu.

Dania terkekeh. "Terserah. Kan, itu payung lo," sahutnya.

Pemuda itu duduk di kursi panjang samping Dania. "Balik, gih. Besok lo tunangan, nanti sakit." Pemuda itu mengecek suhu tubuh Dania dengan cara menempelkan punggung tangannya di dahi gadis itu. "Hangat," gumamnya.

Dania memiringkan tubuhnya menghadap pemuda itu. "Lo tau?" tanyanya.

Pemuda itu menganggukkan kepalanya. "Taulah. Kan, gue diundang," jawabnya.

Dania hanya tersenyum miris. Bahkan undangan sudah menyebar ke seluruh sahabat, teman, serta keluarganya.

"Farel gimana?" tanya pemuda itu hati-hati.

"Gue baru aja ke rumah dia, buat nganter undangan. Dan, ya, gitu ...."

"Farel baru tau?"

Dania mengangguk samar. "Iya. Orang tua gue udah nyuruh bilang ke Farel dari semingu yang lalu. Tapi, gue baru berani bilang tadi, itupun disuruh nyokap lagi."

"Terus Farel emosi?" tebak pemuda itu. Walaupun tidak terlalu dekat dengan Farel, namun ia tahu sedikit tentang Farel.

"Iya. Padahal Farel udah bilang mau lamar gue sepulang dia dari Malaysia. Tapi gue ...." Dania tak mampu meneruskan kalimatnya.

"Gue tau perasaan lo, karena gue juga mau dijodohin."

Dania melebarkan matanya. "Serius, Gas?" tanyanya terkejut.

Bagas, pemuda itu menganggukkan kepalanya lagi. "Bedanya, gue dijodohin sama anak baru kuliah. Masih labil," ujarnya lalu tertawa pelan.

Dania pun ikut tertawa. "Terus lo terima?" tanyanya kemudian.

"Mau gimana lagi. Gue terima, kok. Walaupun awalnya gue keberatan karena sifatnya yang masih labil. Tapi lama kelamaan rasa cinta itu muncul dengan sendirinya. Lo pasti sering denger kalimat 'Cinta ada karena terbiasa', kan?"

"Dia baik, cantik, manja, dan dewasa di saat bersamaan. Itu yang gue lihat dari dia. Beda dari cewek lain. Dia juga apa adanya, sama kayak gue waktu pertama kenal lo," lanjutnya.

"Eh, tapi lo nggak suka sama gue, kan?" tanya Dania bergurau.

Bagas menjitak pelan kepala Dania. "Nggak, lah. Hati gue udah ada yang ngisi. Lo juga dari dulu udah gue anggep sahabat. Kan, kita dulu sering basket bareng," ungkapnya jujur.

"Lo, mah, enak. Bisa pdkt dulu sama cewek lo. Lah, gue, ketemu aja belum, udah disuruh tunangan aja," curhat Dania.

"Hah? Serius belum ketemu?" ucapnya terkejut. Bagas bersyukur, walaupun dijodohkan, dirinya dan sang kekasih, masih bisa pendekatan terlebih dahulu sebelum menuju ke jenjang lebih serius.

Dania mengangguk. "Iya."

"Masalah gue bantu Azka, itu lo beneran udah maafin, kan? Gue nggak mau punya utang maaf sama orang," ujar Bagas.

"Udah, lah. Udah lama juga."

"Thanks, ya. Ouh iya, Azka udah punya pacar, loh, Dann." Pemuda itu menyugar rambutnya karena tetesan air hujan mengenai rambut, sehingga menganggu penglihatan.

Mata bulat Dania melebar. Terlihat lucu karena gadis itu habis menangis. "Serius?" tanya exited. Karena sudah lumayan lama ia tidak bertemu dengan Azka.

"Iya, sama rekan kerjanya. Umurnya lebih tua dua tahun dari Azka," terang Bagas.

"Emang, ya, si Azka suka yang lebih tua dari dirinya." Keduanya pun tertawa. Dania sedikit merasa baikan hatinya karena bertemu Bagas di sini.

"Btw, lo ngapain ke sini?" lanjut Dania bertanya.

"Gue tadi lewat di komplek sini, pas di deket rumah Farel, gue liat lo lari ke sini, jadi gue samperin, deh," sahut Bagas apa adanya. "Mau pulang nggak lo?" tanyanya.

Dania menggeleng. "Nanti kalo udah reda aja hujannya," jawabnya. Dirinya masih ingin merasakan tetetsan air hujan.

"Ya udah. Gue mau jemput pujaan hati dulu," ucap Bagas dengan nada sombong.

"Gaya lo pujaan hati. Pacar lo pertama kali liat lo pasti ngira lo om-om."

"Eh bener, tau aja lo. Beda lima tahun soalnya."

"Oalah. Besok lo dateng nggak ke pertunangan gue?" tanya Dania. Dari cerita Bagas tadi, ia sedikit yakin kalau dirinya juga bisa cinta dengan calon tunangannya. Karena terbiasa bersama. Semoga saja.

"Dateng, lah. Hari sejarah lo, yakali gue nggak dateng. Sekalian gue kenalin pacar gue ke lo."

Dania hanya tersenyum kecil. Somoga saja ada keajaiban besok, walau mustahil.

Bersambung.

To Be Continue.

coretan_tipx

Not Baperan 2 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang