Aku ketawa loh, baca komentar kalian di chapter sebelumnya 👻
Di chapter 32 ini , siapkan mental kalian.
Happy Reading.
———————————————
Pukul 00.45 WIB.
Setelah lumayan lama menangis, Dania berjalan lemas ke kasur king size-nya, menjatuhkan tubuhnya di sana.
Punggung tangannya yang terluka bergerak menghapus air matanya, mengakibatkan noda darah menempel di sekitar matanya.
Merasa lelah dan juga mengantuk, ia memejamkan matanya. Berharap setelah ia bangun nanti pagi, kejadian tadi hanyalah sebuah mimpi buruk.
* * *
Sudah berkali-kali Lita dan Calvin mengetuk pintu kamar Dania yang terkunci. Namun, tidak ada sahutan sama sekali dari sang pemilik kamar, membuat mereka cemas. Mereka takut Dania akan berbuat nekat.
"Dania sayang, buka pintunya, Nak."
Lita kembali mengetuk pintu di depannya. "Ayo, makan. Mamah masakin capcay kesukaan kamu. Buat kamu semua, Ara nggak boleh minta."
Lagi dan lagi tidak ada sahutan. "Mas, Dania nggak apa, kan? Ini udah jam sembilan pagi, tapi Dania belum keluar kamar. Aku cemas, aku takut kalau Dania nekat berbuat hal yang berbahaya," ujarnya kepada Calvin.
"Semoga aja nggak."
Merasa bersalah? Tentu. Orang tua mana yang tega membuat anaknya menangis seperti itu? Perasaan bersalah menghantui pasangan suami-istri itu. Namun, ini terbaik untuk Dania, anak gadis mereka.
"Coba kamu telpon Rizki, suruh bujuk Dania," pinta Calvin yang diangguki istrinya. Pasangan suami-istri itu berjalan ke ruang tamu, meninggalkan kamar Dania yang masih sunyi.
"Ki, kamu ke sin—"
"Assalamualaikum, Mamah. Salam dulu atuh," sela Rizki di telepon sembari terkekeh kecil.
"Astaghfirullah, lupa. Waalaikumsalam. Rizki, kamu bisa ke sini sekarang?" tanya Lita langsung.
"Aku mau ke rumah sakit rencananya, Inna mau program hamil. Emang kenapa, Mah? Ada masalah?"
Lita mengangguk walau Rizki tidak melihatnya. "Dania, Ki. Dia dari tadi malam belum keluar kamar. Mamah takut Dania kenapa-kenapa."
Di seberang sana alis Rizki bertaut. "Kenapa, Mah?" tanyanya.
"Nanti Mamah jelasin di sini. Kamu ke sini sama Inna, ya," harap Lita.
"Oke, sepuluh menit lagi sampe. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam." Setelah itu, telepon pun di tutup oleh Lita.
* * *
Dengan langkah besar, Rizki menaiki tangga menuju kamar Dania. Setelah diceritakan oleh kedua orang tuanya, Rizki pun segera menemui Dania. Ia tidak tahu harus bagaimana. Dilema, ia rasa Dania salah, dan kedua orangtuanya pun salah.
Diketuknya pintu kamar berwarna coklat ketika ia sudah berada di depannya. "Dann, buka!" Tidak ada sahutan.
Rizki khawatir, ia kambali mengetuk pintu kamar adiknya itu. "Dania ini Abang. Buka pintunya, Dek." Jarang sekali Rizki memanggil Dania dengan sebutan layaknya adik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Baperan 2 [END]
General Fiction[COMPLETED] Hancurnya sebuah hubungan bukan hanya karena orang ketiga. Tetapi sudah hilangnya rasa percaya. Itu adalah kalimat yang tepat untuk menggambarkan penyebab kandasnya hubungan mereka. Rank #2 rekankerja (17-06-2021) Rank #3 dania (29-09-20...