28. Ini Sudah Lebih Dari Cukup

2 2 0
                                    

No Problem, buat gue waktu yang lo kasih udah lebih dari cukup. karena gak ada bayaran yang lebih sempurna dari itu ya meski gue agak sedikit galau karena jawaban lo

__Gianyar Andrasmana__

"Ha ... Hai Gian" sapaku amat gugup. Gian langsung membalikkan badan. dia tersenyum padaku, walaupun tidak setegang pagi tadi tapi tetap ada rasa cemas yang tersirat di wajahnya.

"Liluk" balasannya.

Gian diam sejenak. "Jadi ... ekhm." Gian mendeham memperbaiki suaranya. "kok jadi gue yang gugup ya," gumamnya. aku tercengang, ternyata Gian juga tengah gugup, ternyata dia pandai menyembunyikan kegugupannya.

"jadi gimana?"

aku diam. aku bingung bagaimana cara memberikan jawabanku. kenapa sulit sekali menyusun kata yang tepat. ah aku tidak suka suasana ini.

"Lailu! kok lo malah bengong sih?!"

"Hah? sori sori. apa tadi?"

"jadi apa jawaban lo?" ulang Gian kesal.

lagi-lagi aku diam sejenak. menarik napas dalam-dalam dan hembuskan. lamat aku menatap Gian dengan senyum yang aku paksa supaya manis. Gian mengernyit melihatku.

"eum, Anu Yan. maaf, maafff banget Yan. buat gue lo terlalu mendadak dan, dan ... "

aku kembali berpikir dengan masih menatap mata Gian. aku tidak enak mengatakannya secara face to face begini. Gian masih siap menunggu. tidak ada ekspresi yang ditampilkannya, wajahnya datar, dan itu nyaris membuat aku terus menebak-nebak apakah dia marah, kecewa, sedih, biasa saja, atau apa?. Aarghh!

"Dan gue gak bisa kasih jawaban sekarang, karena sampai sekarang aja gue masih menganggap apa yang lo bilang itu hanya mainan semata, maaf gue belum bisa kasih lo jawaban" aku tertunduk. aku ingin menutup semua Indra karena tidak siap mendengar balasan Gian.

"Ok"

aku tercengang, refleks mengangkat kembali kepala yang sempat tertunduk. jujur aku terkejut dengan Jawaban Gian. malah aku tidak ada perasaan yakin apakah dia tulus menyatakan cintanya atau tidak karena dia tidak memaksa atau membujuk seperti kebanyakan lelaki lainya. ekspresi wajahnya juga seperti tidak terjadi sesuatu, biasa saja. ah satu lagi, nada saat ia bilang -Ok- pun terdengar santai.

"Lo ... Lo gak marah atau apa gitu, Yan?" ah bodoh. kenapa pertanyaan itu bisa keluar dari mulutku.

"untuk apa?"

"Yaa ... ya karna ..." ah aku termakan ucapan Sendiri.

"untuk apa gue marah? bukannya lo tadi bilang belum bisa kasih jawaban? berarti masih ada harapan kan?" selanya. nadanya masih terdengar santai.

aku membelalak. apa iya aku tadi mengatakan itu? perasaanku, aku menolaknya. ah bodoh memang bodoh. aku menanggapi dengan tertawa kecil, tentunya itu disengaja dan di paksa tertawa. ah gak papa, setidaknya aku tidak perlu merasa bersalah dengan itu. Gian bersiap, sepertinya dia mau pamit padaku.

"eum, tapi Luk"

Jleb

perasaanku tidak enak. dari nada Gian yang pelan, serius, ragu-ragu tapi mencekam itu aku bisa merasakan bahwa dia ingin sesuatu.

"Kenapa, Yan?" aku buat suaraku setenang mungkin. tidak mau kalah, memangnya dia saja yang bisa bersikap biasa.

"Boleh gue minta sesuatu?"

aku kembali menampilkan ekspresi bodoh. Arrgh ... sepertinya aku memang tidak bisa melawan karakter dinginya itu. menebak nya saja aku tidak bisa.

"karena lo udah nolak gue lo harus bayar, gue sebagai pihak yang dirugikan disini harus bertindak dong, dan harus mendapat keuntungan meski sedikit" ulas Gian. kini nadanya terdengar sedikit fresh apalgii dengan ulasannya yang tidak jelas itu. tapi tunggu!

"Gian! Lo ... lo tau gue nolak lo?" aku yakin pasti Gian sedang tertawa dalam hatinya melihat mimik wajahku yang tidak terkontrol. Gian tidak menjawab dia hanya terkekeh kecil menepuk bahuku.

"Giaaan! kasih tauu dong ..." Gian masih tidak menjawab dia terus berjalan bolak balik dengan langkah besarnya, menghindari jangkauanku.

"buruan kasih tauu, gimana caranya ih!"

aku baru akan mau menjangkau kaos Gian dengan berlari agar dapat tapi ternyata Gian lebih dulu sadar dan berlari. aku nyaris terjatuh karena itu. tanpa berpikir aku mengejar. Gian terbahak dalam larinya karena berhasil menjahiliku. jujur aku sangat kesal.

"Ih GIAAANNN"

Brughh!

Refleks Gian menoleh kebelakang, tampak dari wajahnya dia terkejut dan cemas. buru-buru dia kembali untuk membantuku. darah segar mengucur dari lututku dan telapak tangan tergores. rasanya sungguh perih. Gian membantuku bangun dari tengkurap menjadi posisi duduk berselonjor.

"Ayo, Luk! naik ke punggung gue, bisa gak?" Cemas Gian. dia berjongkok membelakangiku. wajahku merengut kesal.

"Bodoh banget sih lo!" hardikku ketus. Gian diam seperti orang tulalit. aku membuang muka semakin kesal. tiba-tiba saja Gian mengangkat tubuhku. nyaris aku kaget dengan itu aku pikir dia tidak akan ngerti maksud hardikanku.

"Sori, tadi gue spontan lakuin apa yang terlintas dibenak gue aja. gue gak mikir kalo yang luka itu lutut lo jadi bakal susah untuk berdiri dan naik ke punggung gue" jelas Gian tanpa aku mintai penjelasan. aku hanya diam. dia membawaku kembali ke teras rumah.

"Tante Kiki belum pulang?" tanya Gian basa basi. aku menggeleng menjawabnya.

"P3K nya dimana Luk?" Gian melongo dari jendela. aku ingin tertawa melihat ekspresi Gian yang lucu itu.

"laci dekat TV" jawabku menahan tawa. Gian mengeluarkan kepalanya dari jendela dan beralih pergi ketempat yang aku beri tahu. dia kembali dengan membawa kotak P3K di tangan.

"Gian" panggilku pelan ditengah ia mengibstin. Gian tidak menoleh ataupun menyahut tapi aku tahu dia sedang mendengarnya. aku putuskan untuk melanjutkan ucapanku.

"itu yang lo bilang gue harus bayar karena udah nolak lo itu serius?" aku meringis sakit karena Betadine membuat luka dilutuku menjadi lebih perih. Gian mengangguk.

"terus? gue harus bayarnya gimana?" disela sakit aku bertanya karena ingin masalah kecil itu cepat selesai. Gian berdiri karena sudah selesai mengobati. dia berdiri berkacak pinggang menatapku.

"lo udah bayar kok jadi gak usah dipikirin" jawab Gian santai.

"eh?"

"dengan tetep jadi temen lo, terus tadi gue habisin waktu sama lo dengan jahilin lo itu udah lebih dari cukup kok. ah satu lagi ntar malem lo harus mau gue aja ngopi" papar Gian. dia kini duduk di sampingku.

"hah? gimana gimana? gak paham gue" ah kapasitas otaku harus ditambah. Gian mendengus kesal.

"ke laundry sana!! cuci otak lo biar kalo orang ngomong tuh nangkep!" ketus Gian. dia amat kesal kalo harus mengulang atau memberi penjelasan.

"Ya kan gue habis jatoh Yan jadi gak bisa mikir jernih" rungutku beralasan.

"Lailu Falita Adilopa! please ... yang luka itu lutut lo kan? kenapa larinya ke otak!" aku nyengir.

"intinya gini, lo gak perlu bayar pake apapun. lo cukup kasih gue waktu lo sedikit untuk gue. sampai disini paham sista?" aku mengangguk-angguk lalu tertawa karena kebodohanku sendiri. Gian pamit pulang ya walaupun dia hanya cukup pulang ke sebelah tapi tetap saja harus pamit karena itu adalah adab.

Salam Manis dari :
Lumuthijau_
Happy Reading ....

Dabus'd & You (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang