34. Sakit Yang jarang Ada

4 3 1
                                    

"Olala olali baby boder" Sapaku meledek Gian yang tengah repot mengasuh Lala. Baby boder adalah nama yang aku lontarkan untuk Gian yang artinya laki-laki pengasuh anak.

Yang lain ikut menyusul masuk ke dalam, Julian mengapit kepala Gian dengan sikutnya. Gian meronta melepaskan dan yang lain tertawa termasuk aku.

"kata Liluk, dia udah maafin lo, bener?" tanya Vokan memastikan sembari mengambil alih Lala.

Gian mengernyit bingung lalu melihatku meminta penjelasan, Aku membuang muka pura-pura tidak tahu.

"Kapan?" Akhirnya Gian ambil suara.

"Ooh berarti si Liluk bohong tuh" sorak Julian menyela.

"Eh engga yaa  ... bener kok semalam kami baikan. iyakan Giii!?" mataku membelalangi Gian agar anak itu mengiyakan. Gian terkekeh.

"iyain. apa susahnya sih Luk tinggal bilang maaf aja" ledek Gian di  sela tawanya. aku terbelalak.

"Eh sembarangan! harusnya lo yang minta maaf sama gue dan yang lain! enak aja lo, elo yang salah kami yang minta maaf!" solotku sewot karena tidak terima. Lagi-lagi Gian terkekeh.

Aku menarik lengan Gian menjauh dari yang lain selagi Lala asik bermain dengan Vokan.

"udah cocok lo jadi bapak, Pok" celetuk Gian di tengah tarikanku.

"iya, Lailu mamaknya" balas Vokan tertawa.

"Heh!" sahutku serentak bersama Gian.

Kini kami sudah menjauh dari mereka. Aku menatap Gian lamat menyusun kalimat apa apa yang akan aku keluarkan.

"eum ... Gii, coba tembak gue"

akhirnya setelah pemikiran panjang hanya kalimat itu yang aku lontarkan. Gian mengernyit lalu menaikan satu alisnya tapi masih mempertahankan wajah dinginya itu.

Dor

Aku diam. gemas rasanya, aku terlalu banyak sabar pada orang di depanku ini. jari telunjuk Gian masih menempel di kepalaku layaknya sedang menembak.

"bukan gitu goblok!" ketusku menepis jari Gian dari keningku.

"Jadi?"

"Gak usah pura-pura bego, please deh!" ketusku lagi. kesal rasanya. Gian terkekeh.

"gue pengen pacaran sama lo tapi gue gak mau nembak duluan" ulangku lesu berbicara lebih jelas.

"WHATT!! "

Gian kembali tenang lalu membulatkan bibirnya ber-oh ria. Aku mengangguk seperti orang meminta belas kasian. dia lalu tersenyum kembali meletakkan telunjuknya di keningku. Aku mengerutkan dahi bingung.

"Gue tembak lo, lo mau gak jadi cewe gue Luk? Dor!"

Aku tergelak. tawaku pecah begitu saja, rasanya konyol mendengar dan melihat apa yang dilakukan Gian barusan.

"mau gak? gak mau gue tarik lagi ni" canda Gian.

Aku berpikir sejenak. hanya ini Satu-satunya cara supaya Mama gak nikah sama Om Jefry karena Om Jeff adalah adik kandung Papanya Gian. lucu dong jika kelak aku menikah sama Gian mereka berdua adik kakak kandung jadi besanan, dan kalo mama nikah sama Om jeff aku tak mau sepupuan sama Gian meski bukan sepupu kandung. tapi jika boleh jujur, aku ada sedikit rasa pada Gian. ah entah lah aku tidak tahu sedikit atau banyak rasa itu.

Tuk

Aaww!

"Kenapa lo bengong? buruan jawab, pegel nih tangan gue!" ujar Gian sedikit ketus.

"iya" jawabku singkat. Gian sumringah.

Dia lalu memelukku begitu saja tak sengaja aku melihat bayangan Vokan berdiri tak jauh dari kami. wajahnya datar melihat kami aku buru-buru melepaskan pelukan Gian.

"Hy, Pok" sapaku berusaha menghilangkan canggung.

entah kenapa aku tiba-tiba merasa canggung saat Vokan memergoki kami. Aku menggamit lengan Vokan. Vokan hanya mengangguk kecil.

"Lo adalah orang pertama yang tau gue jadian sama Gian" seruku riang menatap binar pada Vokan.

"gue gak tau mimpi apa semalam, tapi jujur gue kaget banget lo tiba-tiba ngajak gue jadian, Luk" sela Gian senang.

"Gue gak ngajak, lo yang nembak gue" sanggahku.

"Iyain"

Vokan masih diam di tempat. lalu perlahan melepaskan tanganku dari lenganya. tiba-tiba saja dia pergi begitu saja. Aku dan Gian mengernyit bingung. Julian datang menghampiri kami di susul Dian bersama Lala dalam gendongannya.

"kenapa tu anak?" tanya Julian menujuk arah pergi Vokan.

Aku dan Gian mengedikan bahu karena kami juga tidak tahu.

"terus kalian ngapain berduaan disini?" selidik Julian.

"Habis main tembak-tembakan" jawabku santai melewati Julian beralih membujuk Lala agar mau digendong olehku.

"Olalading, sama kaka sini!" kesalku karena Lala merengek menyuruhku pergi lebih tepatnya menjauh.

aku bingung kenapa si ratu cilik nan penuh drama ini gak pernah suka dengan seorang Lailu Falita Adilopa, heran.

Julian menarikku menjauh dari Lala saat si little ratu licik itu menangis. "muka lo kayak hantu kali Luk" ledek Julian. Aku membuang muka kesal.

"lo jadian sama Gian?" Julian to the point menodongkan pertanyaan itu tepat padaku.

"Iya" jawabku singkat karena aku masih kesal.

"sumpah lo!?" Dian datang. Aku mengangguk.

Dian menepuk bahu Julian. "ih pantesan Jul, si Vokan tadi pergi" kata Dian, Julian mengangguk setuju.

"kenapa?" tanyaku penasaran. Apa yang salah?.

"Masa lo gak peka sih selama ini? Wah parah sih, kita aja peka dan ngeliat banget, jelas malah"

Dian mengangguk setuju. Aku menggaruk kepala stress. "ada apa siih!?" aku kesal dan sangat penasaran. Tapi aku sulit memahami, apa hal seperti ini juga pernah terjadi sama orang, aku seperti orang buta yang tidak bisa melihat yang orang lain lihat.

"Vokan juga punya perasaan sama lo" Gian yang menjawab.

Lala sudah tertidur pulas dalam gendongan Gian. dasar little Queen manjah. Aku mengernyit lalu membelalak paham.

"tapi selama ini gue anggap kalian semua itu sahabat gue, ya gue gak tau lah yang mana perhatian atas dasar persahabatan dan yang mana atas dasar cinta" belaku untuk diri sendiri.

"Oiya, santai aja sih. lagian kami gak beneran pacaran kok" ujar Gian datar. 

sontak aku melihat Gian. Aku kaget. kok rasanya sakit ya. sakit apa ini yang aku rasakan? dan sakit dimana satu? Gigiku bergemeletuk menahan emosi.

_________________________________

See You Next Page 👋

Dabus'd & You (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang