25. H-4 (Ke-Murkaan)

5 2 0
                                    

semenjak kejadian minggu lalu, kejadian malam itu, dimana aku mencari masalah dengan Tino, tidak pernah ingin aku ulangi lagi tanpa bantuan anak- anak. mereka bertiga, Julian, Vokan, dan Gian memarahiku habis-habisan terutama Gian, sampai dirumah dimarahin sampe besoknya ditempat latihan pun dia ikut memarahiku.

" gak adil! kenapa si Dian cuma Julian doang yang marahin, tiba di gue sekali 3 orang yang marahin ... Hiks ... gak adil pokoknya! gak like, "

" ITU KARNA KAMI KHAWATIR LUK!! " jawab mereka bertiga serentak lalu saling pandang karena mereka sepemikiran. aku semakin merasa terpojok sedih. meringsut kepojokan dan menangis disana.

memikirkan hari saat dimarahi itu aku benar-benar merasa seperti bocah yang dimarahi oleh ayahnya karena membuat salah. 

cukup lama aku melamun menunggu jam 12 siang, aku menyudahi dan melirik jam dinding. jam menunjukkan pukul setengah 12 siang.

lari sana lari sini, aku sibuk sendiri mencari baju latihanku. kalang kabut sendiri, kesal sendiri, marah-marah sendiri, mengomel sendiri.

" Maa ... baju latihanku mana ... ? " teriakku stres membongkar-bongkar lemari mencari baju latihan.

" MAMAA!! " raungku berteriak kesal.

" apasih Luk! gak usah teriak teriak!! kuping mama sakit dengernya!! " marah Mama mengoceh. beliau masuk ke kamarku tergesa-gesa dengan wajah masam.

" iya makanya mama nyaut pas aku manggil. baju latihan aku mana! kemarin aku simpen di lemari habis dicuci ... " ketusku kesal dan merengek.

" itu di pembakaran sampah, tadi pagi mama bakar, kenapa? " jawab Mama santai sembari merapikan baju bajuku yang berantakan diatas kasur. aku terkejut shok mendengar jawaban Mama.

" MAA!! AKU SERIUS!! aku udah telat Ma, Mama jangan main main ... " suaraku meninggi kesal dan berharap Mama bercanda.

" yang main main siapa, Luk! kalo gak percaya cek aja sana "

" IHSS! KENAPA MAMA BAKAR!! FIX MAMA KETERLALUAN!! SEKARANG AKU GIMANA MA, NASIB AKU GIMANA ... HIKS .... " aku mencak-mencak menangis marah duduk dilantai. menangis dan merengek diatasnya.

" kamu itu kenapa sih! toh kamu gak latihan parkour lagi kan? atau kamu masih main parkour? " ketus mama bertanya menyelidik seperti curiga. aku terdiam tiba-tiba. aku benar-benar melupakan sebuah kenyataan.

" Jawab, Luk! KAMU IKUT KOMPETISI PARKOUR KAN!! "

Mampus!

aku masih terdiam kaku tidak bisa berkata dan belum menyiapkan alasan.

Drrtt Drttt

Aku dan Mama mengubah pandang ke handphoneku yang bergetar diatas kasur karna ada yang menelpon. Mama melangkah menuju kasur, menjangkau handphone, dan menerima teleponnya.

" woi!! dimana? niat latihan gak! " sembur Julian dari balik telepon. Mama belum menjawab tapi dia menatapku sinis.

" Luk! WOII!! JAWAB WOII! HALLO! HALLO "

" Julian, Lailu gak ikut latihan hari ini, esok dan kapanpun! paham? " jawab Mama santai, pelan namun mencekam. Julian terdiam diseberang. sepertinya dia shok mendengar suara Mama yang menjawab.

" tan-tante Kiki " sahut Julian gugup dan ketakutan.

" kalian bisa gak latihan hari ini? Tante undang kalian datang ke rumah sekarang, bisa ya? harus bisa!! "

" I iya Tante "

tiit tiit tiit

Mama menatapku marah dan sinis setelah nada sambung mati. beliau masih mencengkram kuat handphoneku. aku ketakutan melihat Mama. hingga tiba-tiba.

Praakk!!

Aku terkejut takut karena Mama membanting handphoneku. dia meluapkan emosinya dengan membanting HPku. HP itu kini bernasib malang karna terpisah-pisah kemana mana dan layarnya pecah. aku menunduk menangis. sangat ketakutan.

BRAKK!!

Mama keluar dari kamar membanting pintu hingga bergetar. aku tidak memikirkan kalau Mama akan semurka ini. aku pernah melihat Mama marah besar tapi tidak semurka ini.

aku mendengar suara anak-anak berlari masuk kedalam rumah sangat panik dan khawatir. tapi aku belum juga beranjak dari lantai untuk menemui mereka yang akan melihat kemarahan Mama.

" LILUK!! " panggil Gian tiba tiba membuka pintu panik dan melihatku dengan sangat khawatir. sepertinya dia mengelabui Mama memasuki kamarku dibantu yang lain.

" Lo gak papa kan? ada yang luka? sakit ada? ayo Luk kita keluar! " tanya Gian sangat khawatir. dia berjongkok membantuku untuk berdiri. aku menggeleng menjawab pertanyaan Gian.

" Tapi ... Hiks ... "

" tapi apa, Luk? ada yang sakit? mana coba liat, "

aku menggeleng sembari menghapus air mata.

" tapi ... tapi HP gue gimana, Yan? Hiks ... " lanjutku melihat sedih kearah handphone malang itu.

" HP LO PIKIRIN!! NASIB LO TU PIKIRIN SEKARANG!! MAMA LO GIMANA! ITU YANG DIPIKIRIN! " berang Gian marah sembari memapahku menuju luar.

Di luar Gian mendudukanku di sofa. karna pintu terbuka jadi di halaman banyak orang yang menonton. Tante Riani, Tante Dini dan Tante Luti menenangkan Mama. Mama berdiri melihatku dan Gian saat keluar kamar.

" KAMU ITU KURANG AJAR YA GIAN! KAMU BERANI BANTAH TANTE!! " hardik mama sangat marah.

" ANAK KAMU ITU AJARIN HORMAT SAMA ORANG TUA LUT! " lanjut Mama pada Tante Luti.

" udah dong Kii, kamu jangan gitu dong, biar gitu Gian itu anakku ... " balas tante Luti sedikit dengan nada kesal.

Mama menepis rangkulan tante Luti dan berjalan pergi lalu kembali lagi membawa satu buah hanger ditangannya.

" tutup pintunya! " perintah Mama pelan. seseorang ragu-ragu menutup pintu. saat pintu dan jendela ditutup mama menatapku panas, aku menunduk takut.

Plakk!! Plaak!!

Aaaaa' sakitt Mah ... " aku meringis.

Mama memukulku hingga berbekas di bagian paha dan betis karna aku hanya mengenakan celana pendek dan kaus oblong.

" Ampuun Mah ... sakitt Aaaa' Aw sakit .. hiks ... "

Mama terus memukulku keras sambil menangis tak kuasa. orang yang melihat bergidik ngeri. Tante Dini dan Tante Luti menyuruh mama untuk menyudahi dan menangkan Mama. tapi Mama tidak mau mendengar. Mama diam setelah melihat aku jatuh terkulai dan terduduk karna tidak kuat lagi berdiri menahan sakit.

aku mendongak melihat Mama, mata kami beradu dan Mama kembali marah, ia memukulku lagi dibagian betis.

" Tan, Tan udah Tan! CUKUP!! KASIAN LILUK! " Julian dan vokan berusaha menghentikan Mama. tapi Mama belum bisa berhenti.

BUGH!

" CUKUP TANTE!! "

Gian menatap marah pada Mama setelah menggebrak meja disampingnya. seketika ruangan menjadi hening. semua pandangan tertuju pada Gian.

" kalo tante masih mau lanjut! silahkan lanjutkan dulu, " ketus Gian kembali duduk ke sofa. awalnya aku berharap Gian akan menolongku tapi nyatanya tidak.

Mama terduduk Lesu dan lemah diatas lantai didepanku. aku melihat Mama dengan perasaan benci dan marah. amat marah karena mama memukulku tanpa berpikir.

Salam Hangat
Lumut_Hijau

Dabus'd & You (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang