27. Siang

6 3 0
                                    

" jadi sekarang gimana nih? " buka Julian. dia turun dari kasur  dan duduk dibawah, didepan aku dan Vokan.

" Gak tau dan gak mau tau, " jawabku malas. aku menepuk nepuk pelan pundak Vokan lalu menyandarkan kepala disana. aku juga mengambil kertas buku Denim dan merobek robek kertas tersebut hingga menjadi robekan kecil. bibirku memberengut kesal.

" jangan gitu lah Luk. ini udah H-3 kompetisi nya loh, " rungut Julian.

" IYA TERUS APA? LO PUNYA SOLUSINYA! " nadaku meninggi.

" Iya kita harus putusin, lanjuttt atau stop "

" lanjut " ketusku menjawab cepat. Julian menatapku kesal.

" lo sadar gak sih Luk tadi lo bilang apa? " Julian mulai kesal.

" sadar kok " jawabku nyeleneh.

Julian berdiri lalu mengacak rambutnya stres menghadapiku. dia mondar mandir mencoba menenangkan diri.

" gue sadar kok sama apa yang gue bilang. gue tuh pengen lanjut, mungkin mama gak ngizinin dan gue juga udah gak mau cari masalah, tapi sayang rasanya kalo persiapan kita kebuang gitu aja. jadi gue mutusin buat lanjut tapi gue gak ikut, Kalian aja, gue berdiri belakang layar, " ujarku tiba tiba mulai serius. pandangan anak anak langsung beralih menatapku.

" tapi Luk "

" kalo kalian gak lanjut gue keluar dari grup, gue gak mau jadi temen kalian lagi " potongku saat Dian akan menyanggah. aku berdiri untuk pergi. saat akan membuka engsel pintu, tiba tiba pintu sudah lebih dulu terbuka kasar membuat kaget aku dan anak anak.

" Gian! lo ngagetin gue tau! " rungutku mengelus elus dada.

Gian tidak menjawab. dia justru melihat seisi kamar dengan masih memegang engsel pintu. napasnya ngos-ngosan, tubuhnya mandi keringat seperti sehabis berlari, dan wajahnya sangat panik dan tegang.

Gian membuka lebar pintu lalu mendekat kearahku. sontak aku mundur kebelakang dengan wajah bingung dan takut takut.

Gian menjangkau jemariku, menggenggamnya lalu ia menunduk. aku bergidik ngeri melihat Gian.

Gian tiba-tiba mengangkat kepalanya dan menatapku lamat.

" gue suka sama lo, Luk. gue mau lo jadi pacar gue! " ujar Gian tiba-tiba sedikit tegas. tangannya sudah beralih memegang kedua bahuku. caranya mengatakan layaknya seperti sebuah perintah.

" Hah? "

" gue mau lo jadi pacar gue Luk! plis gue butuh Jawaban lo sekarang! " lanjut Gian buru-buru. aku semakin bergidik ngeri dan mengernyitkan dahi bingung.

" Lo gak waras, Yan? datang datang minta Liluk jadi pacar lo. emang ada apa? " celetuk Julian. Vokan menatap sinis kearahku dan Gian.

" Important Jul! " ringis Gian. dia begitu gelisah.

" Luk! dengerin gue. satu detik itu berharga buat gue sekarang. plis jawab gue sekarang. gue suka sama lo, dan gue pengen lo jadi pacar gue! "

" lo gila! gak usah becanda deh, Yan " cengirku dengan tawa yang dibuat. aku melepas tangan Gian dari bahuku dan berbalik menutupi diriku yang sedang salah tingkah.

" GUE SERIUS LUK! ADA LO LIAT MUKA GUE BECANDA! GAK ADA KAN! " Suara Gian meninggi marah sembari membalikkan badanku kasar menghadapnya. seketika aku terdiam kaku dan terkejut.

" kok lo kasar sih, Yan! NGEGAS LAGI!! " sela Vokan berang. ia menghampiri dan menepis kasar tangan Gian. aku menunduk takut. Vokan merangkulku. Gian mengacak acak rambutnya stres. berkali kali ia meninju dinding untuk meredakan dan melampiaskan emosinya.

Dabus'd & You (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang