41. Pulang Untuk Menangis

5 1 0
                                    

2 Tahun Kemudian
.
.
.

Lagi-lagi Mama pandangan pertama yang aku lihat saat pergi dan pulang. lalu, Vokan, astaga anak itu ternyata ikut juga. tahu darimana dia aku pulang hari ini.

"kemana aja lo mbak? ngilang gitu aja, eh gue mau cerita banyak sama lo" sahut Vokan.

ia langsung merangkul bahuku dan meninggalkan Mama sama om jeff jalan dibelakang bawa barang.

"ke basecamp ya, Luk!" ajak Vokan. aku mengangguk saja.

Ah sampai lupa, sekarang aku sudah resmi menjadi mahasiswa baru universitas Andalas di Sumatera Barat. apa kabar teman-temanku ya. 25 menit berlalu kami sampai di basecamp. tempat itu sudah banyak berubah, bahkan sudah ada nama Dabus'd disana.

"masih lanjut komunitasnya, siapa yang pimpin?" tanyaku sekedar basa basi, aku melihat takjub basecamp dulu menjadi sekarang.

"Gian" jawab Vokan santai. aku terhenyak.

"Siapa?" ulangku memastikan.

"Giaan, Lailu. Astagaaa!" gemas Vokan.

seketika kakiku berhenti, karena malas rasanya untuk melanjutkan langkah. aku ingin berbalik saja dan pergi.

"kenapa gak Julian aja?" tanyaku lagi.

"harusnya gitu, tapi Gian kekeuh banget mau ambil alih, malah mereka sempat berantem terus diam-diaman selama berapa bulan tu ya? lupa ah. setelah itu Julian ngalah juga. gak biasa aja gitu lihat Gian kayak gitu, kayak bukan Gian yang biasa rasanya" terang Vokan bercerita.

aku diam, apa Gian berubah. tapi karena apa, kok bisa, apa yang membuat dia berubah. ah bodo amat.

"eh, Luk. mau kemana???" cegat Vokan.

"pulang!" jawabku ketus.

Gian menghadang jalanku tiba-tiba bersama seorang wanita disebelahnya. gadis itu cantik dan anggun, senyumnya sangat manis. pantas Gian memilihnya secara aku masih dibawah rata-rata.

"Maaf Lo siapa, ya!?" tudingku sangat ketus.

"2 tahun ngilang, lo langsung gak kenal sama gue ya, Luk" sindir Gian tertawa kecil. meski aku tahu tawa itu ada tawaan palsu atau bermakna lain

"Sorry, gue gak peduli. minggir!"

aku mendorong pundak Gian dan pergi begitu saja, Vokan berlari menyusulku di belakang.

"memangnya dia siapa pamer pasangan gitu, harusnya ak bawa Yudha tadi—"

"untuk apa Yudha, mending gue" potong Vokan yang sudah berjalan dibelakangku.

aku tertawa kecil, karena memang merasa lucu sendiri mendengar itu. aku berhenti lalu merangkul bahu Vokan.

"Yudha siapa, Luk?"

aku tidak menjawab Vokan tapi aku akan menjawab ke-kepoan kalian. Yudhana adalah pacarku di Padang sana, kami baru pacaran satu Minggu, aku tak sedikit pun punya rasa cinta sebagai lelaki padanya. tapi aku menyayanginya karena dia adalah teman pertamaku disana.

"Lo masih ada rasa sama Gian ya, Luk?"

aku tersentak dengan pertanyaan Vokan. seakan itu seperti tombak yang menghunus jantungku.

"mungkin" jawabku se-simple mungkin.

Jujur sangat jujur, aku masih mencintai Gian, dan aku berharap selama mereka masih pacaran aku masih bisa merebut dan memiliki Gian. janur kuning belum melengkung Man.

"tapi percuma, Gian udah tunangan"

BRUGH!

Vokan terperanjat kaget melihat sepatu yang aku jinjing kini sudah tergeletak di aspal jalan. Vokan membuang napas, bersabar memungut sepatu tersebut dan menjinjingnya. apa Gian benar akan seserius itu pada gadis tadi. apa aku benar takkan memiliki Gian lagi. sakit mendengar ini.

Dabus'd & You (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang