38. Comunity

17 2 0
                                    

tiga hari hidup di jalanan dan menggelandang disana tanpa ada yang bisa menghubungiku ternyata nyaris membuatku ingin mati. badanku kotor, bauk, kelaparan dan aku tidak karuan. tapi sekarang rasanya aku sangat segar setelah kembali ke rumah. aku tidak tahu Mama sesayang itu padaku hingga rela mengorbankan cintanya dan memilih cinta untuk putri semata wayangnya. Beliau menangis setiap hari, mati-matian mencari keberadaanku.

Aku sudah dapat izin dari Mama. aku tidak tahu harus senang atau sedih karena Mama selain mengizinkan aku parkour lagi, dia juga membatalkan pernikahannya yang sudah hitungan hari itu. tapi apa daya, aku tidak ingin sosok papa di ganti, dan adanya Mama sudah lebih dari cukup bagiku, lagipula aku lihat kondisi perekonomian Mama juga cukup-cukup aja untuk menghidupiku.

Aku pamit pada Mama dan berlari kecil keluar halaman lalu berparkour menuju basecamp. Akan aku teriakan dengan lantang bahwa seorang Lailu tak lagi terhalang oleh izin Mama untuk berparkour. Mataku berbinar melihat mereka semua.

Gian yang melihatku langsung tampak emosi, aku gelagapan. Aargh! apa ini!? Aku berdiri setelah dia mendorongku dengan tiba-tiba. aku terlonjak kebelakang dibuatnya.

"LO KENAPA SIH ANJ-"

Gian memotong ucapanku dengan langsung menyembur memelukku tiba-tiba. Dia memelukku erat, Tuhan. seketika rasa amarah itu mensirna.

"harusnya lo gak egois, Luk! ucap Gian parau karena dia baru saja menangis.

Iya. Gian menangis! dia terisak sangat kuat, bahkan dia juga belum melepas pelukan ini. hatiku rasanya tersentuh. Aku juga gugup, bingung, semua mata menatapku, Vokan sinis. aku terbawa nyaman dengan pelukan ini.

"gue cengeng? Iya Luk, gue cengeng! gue udah gak kuat. harusnya lo gak perlu pergi dan ngilang dari kita, gue gak karuan Luk, gue khawatir taik! gak usah nyengir lo!" bengis Gian.

Dia sudah melepas pelukan hangat itu, penuh rindu itu dan kembali ke Gian yang sebelumnya dan sebenarnya.

Adegan drama mendrama tadi sudah berakhir, apa yang aku dapat? Aku tersipu malu, dan aku sangat kesulitan gara-gara itu, aku berusaha menghilangkan sipuan itu tapi adegan drama tadi terus terngiang di kepalaku dan ujung-ujungnya aku tersenyum, tersipu malu. Aku tidak ingin orang lain tahu.

"udah kali Luk," celetuk Dian yang menyadari itu. Aku terperanjat.

"sekarang lo pemimpin Komunitas ini. Sok, lo ada usulan nama gak?" cetus Julian. spidol berputar-putar di jarinya menunggu bahan untuk ditulis.

"Gue gak mau nama Draxler lo ya, Luk!" celetuk Denim cepat-cepat.

Aku terkekeh mengingat hari itu dimana aku merekomendasikan nama Draxler untuk tim dan sampai sekarang belum juga menerima nama oceanon's yang terpilih.

"Dabus'd aja" sahutku menyarankan.

Mereka ber-lima langsung mengernyit dan saling pandang. Aku masih tersenyum yakin dengan nama yang aku ajukan ini.

"itukan nama gue" solot Gian ketus. membuka suara.

"nah, itu dia! Dabor, s One populer karena ada Dabus'd disana. nah, kita harus memanfaatkan itu, dengan artian bahwa Dabus'd bukan lagi nama sang parkour terkenal tapi nama sebuah komunitas, dabus'd akan berdiri sendiri sebagai komunitas"

Denim hendak angkat suara.

"Dengan begitu, komunitas kita akan terkenal lebih cepat dan Dabor's akan merosot, lagian kan emang dabus'd yang ngusulin untuk bikin komunitas" lanjutku segera sebelum Denim bersuara.

Akhirnya Denim diam tidak jadi berbicara, aku mengerling ke arah Denim, pria itu membuang muka kesal. Aku terkekeh.

"Ok. setuju!" Gian angkat suara lebih dulu. Aku tersenyum sangat senang.

Dabus'd & You (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang