Prakk!
aku terkejut dan langsung berlari kecil ke jendela. Gian nyengir. tanganku terangkat menunjukkan sebuah kertas dan coklat. aku mendengus.
Mataku berbinar sembari melambai senang. Vokan berlari kecil menghampiri dan kini dia sudah berdiri disamping Gian. Vokan tidak peduli dengan keberadaan Gian bahkan dia seperti menganggap tidak ada orang lain disana selain dia dan aku.
"Martabak pesanan Lo" ucap Vokan. dia sedikit jinjit menyodorkan martabat tersebut.
"Vokan" panggil Gian lirih, Vokan tak merespon.
"berapa hari lagi Lo di kamar Luk? gue udah berasa lagi jengukin Napi di penjara tau gak" celetuk Vokan, dia malah membuka percakapan denganku. aku melirik Gian yang masih menatap sendu pada Vokan.
"ya mau gimana lagi, Pok. namanya juga di khianatin jadinya gue harus turun tangan dan menerima hukuman ini setelahnya" sindirku untuk Gian. Vokan melihat tak suka pada Gian.
Gian mengatur napasnya. dia mengubah posisinya menghadap Vokan.
"Udah lah, Man. kita gak butuh pengkhianat disini. sahabat kayak lo cuma ngerusak hubungan" cetus Vokan.
Gian menahan emosinya. tangannya mengepal. matanya kini tak lagi sendu tapi marah. tampak dia ingin sekali menyanggah ucapan Vokan tapi dia tidak mau memperpanjang masalah.
"besok gue udah bisa keluar rumah, besok last day, Pok" alihku agar Vokan tidak lagi melayani Gian.
"jangan lupa bilang yang lain" tambahku. Vokan tersenyum sembari tangannya mengulur masuk ke jendela. dia memberikan kelingkingnya meminta aku untuk membalas kelingking itu.
"gak mau ah! kayak anak kecil tau, Pok" tolakku tertawa.
"Lailu!" panggil Mama. aku terkesiap kaget, begitu pun Vokan dan Gian. suara Mama nyaris membuat mereka ketakutan dan lari terbirit-birit. aku tidak bisa menahan tawa, bahkan Vokan dan Gian sengaja tabrak-tabrakan saat lari padahal jalan luas.
"kenapa kamu?!" tanya Mama ketus. pintu kamarku sudah terbuka lebar. martabak Vokan sudah aku sorokan ke bawah ranjang.
"Lucu, Mah liat kucing kawin" bohongku masih tertawa. Mama tertawa kecil mendengar alasanku tapi percaya juga.
"kamu mau makan apa? mama mau beli lauk nih" ujar Mama sembari membereskan baju-baju kotor ku di lantai.
"manut aja" jawabku simpel.
"Mah, Aku bosan. kapan Hp, komputer, novel, dan lain-lain punyaku dikembaliin?" rungutku. aku sudah seperti di penjara beneran karena yang aku lakukan cuma makan, tidur, melamun, bolak-balik wc dan lain-lain. bahkan bertemu teman-teman pun tak diizinkan.
"lusa"
"kok lusa?!"
"besok masih ada hari kan?" aku diam meringsut kedalam selimut.
setelah di marahi habis-habisan lalu di kurung tanpa apa-apa yang bisa di mainkan selama satu bulan itu sungguh berat. Mama sudah keluar membawa kunci kamarku. aku tak punya teman ngobrol selain ngobrol sama diri sendiri. tak sengaja mataku melirik ronyokan kertas di lantai dekat jendela.
"pasti dari Vokan nih" batinku sembari membuka ronyokan kertas.
Lusa, kita ketemu di Rooftop jam 12 siang
"tuhkan! hadeh ... gak ada Handphone komunikasi susah ya sampe pake kertas segala" komenku menutup kembali kertas dan membuangnya ke luar jendela.
****
Gue dah sampe
Aku tutup handphone setelah mengirim pesan pada Vokan. aku duduk bersila di tepi Rooftop.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dabus'd & You (END)
Teen FictionCerita Ke-lima Ini tentang 6 manusia tengil yang masih duduk di bangku SMA. Lailu, Dian, Vokan, Denim, Julian dan Gian. Lailu adalah tipe cewe yang bukan feminim bukan juga Tomboy, dia sedikit pembangkang dan keras kepala bukan tak jarang dia berte...