40. Ke-gantungan

4 1 0
                                    

"APA-APAAN NIH!!!"

Julian menahan emosinya setelah kertas berisi tulisan tanganku dibaca keras oleh Vokan. aku meneguk ludah berkali-kali mengintip dari jendela.

"DIA PIKIR DIA SIAPA!!?? SEENAK JIDATNYA NINGGALIN SURAT KOMPONG BEGINI GITU AJA. SOK BERKUASA SEKALI YA WANITA SATU ITU,"

"MAUNYA DIA APASIH! DIA MAU JADI KETUA, KITA KASIH. DIA MAU PAKE NAMA DABUS'D, KITA KASIH. DIA MAU NGEBENTUK KOMUNITAS PARKOUR, KITA KASIH. SEMUA KITA KASIH POKOKNYA, TERUS DENGAN SANTAINYA DIA PERGI GITU AJA NINGGALIN KITA PAKE SURAT INI! SHIT ANJING!!"

"istighfar Julian" tenang Dian.

"LO DIAM! LO TEMENNYA KAN?? HARUSNYA LO NGOMONG SAMA DIA, GAK USAH LABIL GINI!" sergah Julian amat murka.

"LO JUGA TEMENNYA, ANJING! Astagfirullah, sabar Dian sabar" Dian kembali duduk memberanguk membelakangi.

Aku sudah tidak tahan lagi. ingin rasanya aku keluar dan merobek-robek mulut Julian. hatiku sakit, perih, tapi juga sedih. aku sadar ini salah tapi apa boleh buat, hatiku sendiri yang mengatakan ingin pergi dan hidup sendiri di luar sana. bukan tidak berat meninggalkan sahabat yang sudah seperti keluarga, dan tanggung jawab yang aku minta sendiri tapi aku malah tidak bertanggung jawab.

Aki tidak sengaja beradu pandang dengan Gian. aku terkejut bukan main, takut Gian memanggil atau berteriak maka hancur sudah rencanaku dan ketahuan bahwa aku masih di sini. tapi justru Gian hanya diam saja membuang muka, seolah-olah tidak melihat apa-apa, jujur aku bingung tapi bagus sih. eh tunggu, apa tingkahnya barusan menunjukkan bahwa ia memang tidak mempermasalahkan kepergianku? jahat terdengar, dan sakit terasa.

aku membalikkan badan, aku sudah bulat keputusan bahwa aku akan pergi, karena memang ini yang dia mau. it's Ok aku akan berusaha memahami ini. tiba-tiba saja tanganku ditarik setelah jauh dari basecamp. mataku terkejut melihat siapa orang yang menariku.

"Gian?" gumamku sangat lirih.

"makasih Lo udah pergi" lontarnya tiba-tiba. sangat tenang tanpa beban tanpa dosa.

dahiku langsung saja mengernyit. apa benar dia ingin aku pergi, sampai seperti ini. apa keuntungan yang di dapatnya sampai ia berterima kasih. hatiku sebenarnya sakit tapi ya sudahlah, aku kan wanita strong yang gak mau bodoh cuma karena satu pria.

"Gue gak tau lo makasih untuk apa tapi kembali kasih ya" jawabku berusaha setenang mungkin. aku tidak mau bodoh di depannya.

"untuk?" tanyanya mengernyit.

"untuk rasa ini dan ke-gantungan ini. sekali lagi MAKASIH!" dadaku rasanya sudah panas ingin marah-marah padanya tapi sekali lagi aku ingat untuk menjaga harga diriku sebagai perempuan.

Tanpa pikir panjang lagi aku langsung saja pergi meninggalkan sosok pria yang sudah berhasil memikatku dan menggantungku begitu saja. mungkin bagi kalian ini terlihat biasa untuk yang belum merasakannya tapi bagiku ini sangat sakit, yang pernah merasakannya pasti tau bagaimana sakitnya. Terimakasih luka ini sekianku pamit pergi.

aku sebenarnya tidak ingin menangis tapi air mata ini yang keluar sendiri tanpa izin dariku. aku sesenggukan di belakang kang ojek. aku tau apa yang aku lakukan meninggalkan banyak pertanyaan di kepala kang ojeknya tapi beliau tidak berani bertanya karena peka bahwa ini hal pribadi.

"kang, depan berhenti ya. Saya mau beli tisu" ujarku serak setelah menepuk pundak si akang.

"pake jaket Abang aja mba, kebetulan baru di cuci loh, terus nyandar di bahu Abang aja, kebetulan lagi kokoh loh" gombalnya.

" heh kang, isteri ada berapa? hidup semua gak? anak isteri udah di tawarin!?" jawabku sedikit ketus.

"belum sih, tap—"

"YA UDAH JANGAN GANJEN. ANAK ISTERI AJA GAK TERBENAH MALAH MAU NYARI MANGSA BARU!" potongku membentak. si kang ojek langsung diam.

sesampai di pelabuhan aku kembali menghirup udara sebanyak-banyaknya. takut nanti di sana aku tak lagi menemukan udara yang seperti ini dan di sini. aku akan pergi dari Jakarta ke padang untuk menetap disana dan kuliah disana nantinya di universitas Andalas. memang sulit tapi aku optimis sih bisa masuk.

Mama menelpon berkali-kali karena beliau tidak menemukan tempat aku menunggu kedatangan untuk mengantar kepergianku.

"kamu itu kebangetan ya. Mana udah kayak orang gila bolak-balik kayak gosokan!" kesal Mama memukul pelan bahuku.

"kamu yakin mau ke Padang, Luk?" tanya Om Jeffry memastikan.

"iya" jawabku singkat. meski aku sudah mau menerima beliau sebagai pengganti ayahku nanti tapi tetap saja hatiku belum mau menerimanya.

"kamu hati-hati ya, sayang. kabarin kalo udah sampe. nanti kamu pulang ya pad resepsi nikah Mama sama Om Jeff" ucap Mama mengusap punggungku dalam pelukannya.

hatiku berat meninggalkan tapi ini aku lakukan bukan hanya untuk menghindari sakit hatiku pada Gian tapi memang sudah niatku yang ingin tinggal di Padang untuk memudahkan aku masuk universitas Andalas nantinya.

"nanti di sana ada ungku zamir, kamu tinggal sama beliau dulu sementara ya sampe semua persiapan kamu udah selesai, kalo butuh kiriman uang langsung Call Mama loh" ucap Mama lagi.

dari mata Mama tersirat harapan bahwa aku mungkin saja tiba-tiba akam membatalkan niatku ini tapi maaf, Mah. ini sudah keputusanku.

"Aku pamit ya, titip salam buat sahabat-sahabat aku disana, salam sayang plus rindu bilang"

"iya, sayang iya. udah sana buruan, bentar lagi berangkat tu"

aku mengangguk dan membalikkan badan setelah mencium kedua pipi Mama.

"Jangan lupa loh holiday pulang, kamu harus pulang!" teriak Mama masih melambai.

aku tertawa kecil. sampai aja belum udah di ingatin pulang aja.

"Assalamualaikum, See You Mah, See You Dabus'd, See You my friends, and See You komplek perumahan Alam Meranti" gumamku.

kakiku melangkah masuk ke dalam kapal dan duduk di tepi jendela, aku sudah lama ingin melihat pusaran air saat mesin kapal melewatinya.

_____________________________________

See You Next Page 👋
Salam Hangat Lumut_Hijau

Dabus'd & You (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang