18. When in Rome

20.1K 2.3K 113
                                    

Perut kenyang, hati senang. Ungkapan yang sangat tepat untuk mendeskripsikan keadaanku sekarang. Sungguh, aku kenyang sekali setelah menghabiskan beberapa jenis pasta yang tadi kami buat. Sekaligus senang bukan main, karena banyak ilmu yang baru kudapat.

"Ngantuk nggak, Dek?" tanya Mas David saat aku baru menduduki jok penumpang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ngantuk nggak, Dek?" tanya Mas David saat aku baru menduduki jok penumpang. Dia sudah duduk manis di atas vespa dengan helm yang sudah terpasang rapi di kepalanya.

"Harusnya aku yang nanya itu ke kamu. Kamu yang lebih kurang tidur dibanding aku Mas."

"Engga kok. Oke, kita berangkat sekarang ya. Bismillah." Mas David mulai menyalakan vespa. Kini dia terlihat lebih yakin pada arah jalan tanpa melihat maps terlebih dahulu.

"Kamu emang hapal jalannya?" tanyaku meragukan.

"Hapal kok. Jangan lupa pegangan." Dia mengingatkan.

Jarum pendek di arlojiku menunjukkan pukul empat sore. Tapi cuaca masih panas dan terik. Angin kencang yang berhembus cukup membantu mengurangi kegerahan meski debu beterbangan.

Tujuan kami selanjutnya adalah mengunjungi Colosseum, Roman Forum, dan Palatine Hill. Kami memutuskan membeli bundling ticket seharga belasan euro untuk memasuki ketiga tempat tersebut. Aku rela merogoh kocek demi melihat Colosseum lebih dekat.

Tiket masuk dapat dibeli di ketiga tempat tersebut. Namun kami memutuskan untuk membelinya di Palatine Hill, karena antriannya pasti lebih sedikit. Belum juga selesai menikmati jalan tengah Kota dari atas vespa, kami sudah sampai di parkiran motor dekat Palatine Hill.

Aku berdiri duluan untuk menyerahkan helm kepada Mas David. Namun tali pengaitnya malah macet, belum juga berhasil dibuka. Aku fokus mencobanya berkali-kali, tapi gagal lagi.

"Susah lagi ya?" Tanpa babibu dia bangkit berdiri dari vespa dan meraih tali pengait helmku. Kami berdiri berhadapan dengan jarak beberapa senti. Wangi parfumnya merasuki indera penciumanku. Edan, meuni awet euy parfum mahal.

Mas David menunduk untuk melihat kunci pengait lebih jelas. Dia menekan lalu menggoyang-goyangkan kunci pengaitnya. Lepas. "Finally." Dia tersenyum puas.

Aku membeku beberapa saat melihat Mas David yang tersenyum dari jarak sangat ... dekat. "Kok bengong? Mau saya juga yang lepasin helmnya?" Dia terkekeh seraya mengangkat helm yang mencengkram kepalaku.

"Eh, nggak usah Mas." Bodohnya aku baru sadar ketika helm sudah berpindah ke tangan Mas David. "Grazie, Mas Dave."

Setelah mengaitkan tali helm pada vespa, dia menggandeng dan membawaku menuju loket Palatine Hill.

Sebenarnya cara paling cepat untuk memasuki Palatine Hill, Roman Forum, dan Colosseum adalah dengan membayar tiket yang lebih mahal dan mendapatkan tour guide. Berhubung budget kami (aku, maksudnya) pas-pasan, maka kami harus pasrah antri dan berjalan tanpa guide. Tenang, ada Mas David si Manusia Maha Tahu. Jadi aku nggak mungkin kekurangan informasi mengenai lokasi yang kami datangi.

I Wanna Get Lost With You [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang