41. The Warmest Winter

30.4K 3K 625
                                    

Ada enam scenes, lompatan waktunya lumayan panjang. Enam ribu kata ya, hati-hati mabok.

Hari ini memasuki bulan Oktober. Di Munich selalu diselenggarakan festival pada akhir September hingga awal Oktober, yaitu Oktoberfest.

Tahun lalu aku gagal mengunjungi Oktoberfest. Karena saat itu aku sedang datang bulan, dan tentu saja nggak sanggup beranjak dari kasur. Ketika perutku sudah nggak sakit, anak-anak PPI nggak ada yang berminat datang kembali ke sana. Aku tentu saja nggak berani ke sana sendiri.

Oktoberfest adalah festival khas Bavaria yang sudah diselenggarakan lebih dari 200 tahun di Theresienwiese. Pertama kali diselenggarakan untuk merayakan pernikahan Prince Ludwig dan Princess Therese. Theresienwiese sendiri diambil dari kata Therese's Meadow.

Selain permainan ekstrimnya yang serupa dengan theme park, tempat yang paling diincar di Oktoberfest adalah Beer Tentsnya, yaitu kedai bir yang sangat luas. Ada sekitar 14 major Beer Tents yang bisa menampung 5000 hingga 11.000 pengunjung. Selain itu ada juga 20 small Beer Tents yang memiliki daya tampung 60 hingga 900 pengunjung.

Untunglah, tahun ini mimpiku bisa terlaksana untuk mengunjungi Oktoberfest. Full team bersama anak-anak PPI. Kami janjian untuk berkumpul di rumah Mas David. Entah sejak kapan rumah Mas David jadi ramai pengunjung. Tentu aku pengunjung tetapnya, yang datang hampir setiap hari.

Rumah Mas David seakan menjadi basecamp kami yang baru. Dia jadi senang mengajak anak-anak PPI ke rumahnya.

"Lily udah sampai?" Mas David baru memasuki rumahnya sendiri. Iya, kami dibebaskan datang sesuka hati ke rumah Mas David. Selama ada aku, Aga, atau Kak Prabu yang mengetahui password pintu rumahnya.

"Baginda Ratu, dicariin nih sama Baginda Raja," teriak Aga dari balik sofa.

"Tenang, Mas. Ratu Lily udah kita kasih makan. Selalu kita jaga dalam keadaan sehat dan kekenyangan," Lukita ikut menimpali.

Aku terbahak-bahak mendengar ocehan teman-temanku. Mereka memang seberlebihan itu. Menyebutku dengan titel Ratu, Mas David adalah rajanya.

"Berkat lo Ly, kita jadi lebih makmur. Rakyat biasa fakir makanan gratis kayak kita jadi sering makan enak. Nggak usah patungan pula. Kapan lagi yekan," begitu kata mereka saat aku baru jadian dengan Mas David.

"Ratu lebah kali ah. Lebay lo semua," dengan tawa yang masih tersisa aku menghampiri Mas David.

Mas David merentangkan kedua tangannya, bersiap memelukku. "Maaas, banyak orang," aku memperingatkan.

"Tutup mata kalian."

"Siap laksanakan. Baginda Raja memerintahkan kita untuk menutup mata. Tutup mata kalian semua, daripada jadi gembel lagi di Munich," Aga berseru kencang.

"Nggak liat gue nggak liat," semua teman-temanku kompak menutup mata.

Mas David langsung maju memelukku secara kilat. "Mas!"

"Miss you, Yi." Dia mencubit pipiku gemas.

"Aw, sakit."

"Gue kira bagian apa gitu Ly yang dicubit. Kaget kan kita."

"Pipi gue juga sakit tau Wi dicubitin mulu," aku merengut berlagak kesal.

"Sorry. Kamu udah makan? Hm?" Mas Davis menggosok pelan pipiku yang barusan dia cubit.

Aku mengangguk. "Udah, Mas. Tadi kita masak capcay udang sapo tahu. Punya kamu udah aku pisahin. Aku angetin sekarang ya?" Iya, bahkan dapur Mas Davidpun bebas kami pakai.

"Thank you, Adek."

"Kerjaan kamu gimana, Mas? Lancar?"

"Alhamdulillah. Sekarang tinggal fokus nulis. Riset saya untuk disertasi sudah selesai, Yi."

I Wanna Get Lost With You [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang