Aku menangis sepuasnya ketika memeluk Mas David sambil meracau "Kamu nggakpapa kan? Aku takut banget. Semalem tuh kamu demam sampe 40 derajat, menggigil, nggak sadarkan diri. Aku bingung banget semalem harus ngapain, Mas. Kamu pusiing nggak? Demamnya udah turun kan?" Aku melepas pelukan kami dan memeriksa dahi Mas David.
Mas David menggeleng sambil menjawab dengan tenang, "I feel much better. Nggak pusing lagi. Kamu ..." Ucapan Mas David terhenti ketika pintu kamar dibuka dengan kencang dan tiba-tiba.
Aku dan Mas David terlonjak kaget. Di ambang pintu ada sosok perempuan berwajah Asia dan laki-laki bule dengan tiga koper rimowa besar di belakangnya.
"Haloooooo Dapidkuuuu. Yaampun kangen banget gue. Eh, lagi mesra-mesraan ya? Nggakpapa lanjutin aja, gue emang sengaja ganggu kok." Perempuan itu langsung duduk di tepi kasur.
"Mas Dave lagi sakit, Kak." Aku mengklarifikasi.
"Ah udah sehat gini. Gausah pura-pura lo, Dapid!" Perempuan itu membuka selimut Mas David untuk mengeplak betisnya. Tak lupa menarik bulu kaki Mas David yang menyembul di balik celana panjangnya dengan wajah innocent. Mas David mengaduh, tapi perempuan itu malah tertawa lebar sambil menoleh ke arahku. "Halo, lo pasti Lily ya?"
"Kenalin, Ly. Perempuan gila ini namanya Rachel. Laki-laki pasrah di belakangnya itu Steve, suami Rachel. Hai, bro." Mas David memajukan tubuhnya untuk adu kepal tangan dengan Steve. "Kita minjem mobil mereka di Milan kemarin, Yi."
"Anjing lo ngatain gue gila. Hahahahahaha." Kak Rachel tertawa ngakak sambil berkali-kali memukul kaki Mas David.
"See? Gila, kan?" Mas David terlihat pasrah seperti sudah biasa mengalami hal seperti ini. Keakraban ini sungguh menghangatkan hati dan mendinginkan otakku yang lelah karena kejadian kemarin.
"Oh, Kak Rachel sama Kak Steve yang itu. Halo salam kenal, Kak. Aku Lily. Makasih banyak ya Kak pinjeman mobilnya. Maaf kalo jadi sedikit kotor." Aku menyalami Kak Rachel dan Steve.
"Hai. Saya Steve. Senang bisa meminjamkan mobil itu kepada kamu dan David. Maafkan istri saya yang tidak sopan ya." Jawab Kak Steve dengan logat kebule-bulean.
"Wow, Kak Steve bisa bahasa Indo ya? Keren."
"Iya dong. Syarat nikah sama gue harus lancar bahasa Indonesia. Karna dia bucin sama gue, dia sampe bela-belain les bahasa. By the way, salam kenal juga. Nice to meet you, Lily. Baru lulus SMA ya? Nggak nyangka sekarang selera Dave jadi daun muda, lokal pula."
"Bukan, Kak. Aku lagi ambil Master. Sekarang udah tahun kedua."
Selanjutnya terjadi wawancara tanya jawab antara aku dan Kak Rachel. Dia lebih detail menanyakan mengenai jurusan dan asalku, hingga asal usul aku dan Mas David bisa trip keliling Eropa hanya berdua saja.
"Chel, please move to your bedroom. Get out," pinta Mas David saat Kak Rachel menanyakan pendapatku mengenai Mas David.
"Ah, nggak asik lo, ganggu aja gue ngobrol. Jadi lo sekamar sama Lily nih?" Kak Rachel berdiri dari kasur, bersiap untuk keluar.
"Engga, Kak. Aku di sebelah. Mas Dave di sini," ucapku panik. Aku takut disangka kumpul kebo betulan.
"Steve sama gue. Lo sama Lily." Mas David kembali menjelaskan.
Dengan wajah terpaksa dia memasukkan satu koper rimowa kecil milik Steve, yang tersempil di antara tiga koper besar. Aku cukup terkejut ternyata tiga koper besar itu berisi barang milik Kak Rachel seorang.
"Padahal gue tuh masih pengen ngobrol sama Lily, sama lo mah udah bosen tiap facetime, Dave. Yaudahlah honey, yuk kita keluar aja. Si Dapid pengen lanjut pacaran." Kak Rachel keluar sambil memeluk pinggang Steve. Ketika pintu tertutup, suasana berubah senyap kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Wanna Get Lost With You [COMPLETED]
RomanceDua minggu sebelum kepulangannya ke Indonesia, Lily tiba-tiba diputuskan pacarnya secara sepihak. Saking galau dan frustasinya, alih-alih pulang, tanpa pikir panjang dia malah memutuskan untuk menghabiskan liburan musim panasnya dengan jalan-jalan k...