Suara bising di luar jendela membangunkanku. Selimut yang membungkus seluruh tubuhku dari ujung kaki hingga ujung kepala perlahan kusingkap. Aku mengintip dari balik selimut, memindai kamar, memastikan keberadaan Mas David. Fiuhhhhh, nggak ada. Seketika aku merasa lega.
Aku merasa bodoh sekali setiap mengingat adegan peluk-pelukan subuh tadi. Kok gue bisa-bisanya meluk Mas David. Perasaan canggung dan malu kembali menghampiri. Seolah semesta nggak mau bekerja sama, Mas David keluar dari pintu toilet.
Aku refleks pura-pura memejamkan mata.
"Guten Morgen (selamat pagi), Yiyi. Kamu masih ngantuk ya? Mau makan lagi nggak? Saya baru buat mie goreng telur." Oke, percuma saja aksi pura-pura tidurku. Rupanya dia sudah melihatku duluan. Aku melirik ke arahnya sekilas. Astaga, Mas Dave bahkan keliatan biasa aja loh. Kayak nggak ada kejadian apa-apa aja gitu.
Tapi baguslah. Sikap Mas David membuat kecanggunganku lenyap seketika. Akhirnya aku bangun dan menghampiri meja makan. Dua piring mie goreng wortel kacang polong dengan telur mata sapi di atasnya sungguh menggugah selera. Ada segelas susu dan kopi yang melengkapi. Tidak lupa sepiring buah anggur yang meramaikan. Betul-betul empat sehat lima sempurna.
"Mas, kamu masak lagi jam berapa?" Perutku langsung keroncongan padahal aku baru makan sop tadi subuh.
"Bentar kok. Sorry saya cuma pakai garlic yang diiris. Semoga kamu suka ya."
"Wah bisa-bisa aku naik sekilo nih seharian dimasakin kamu mulu," Candaku.
"Nggak akan, kamu makan sebanyak apapun badan kamu segini-segini aja." Dia tersenyum lebar. Stop, stop, stop. Aku segera memutus pandangan dari Mas David lalu berdoa dan melahap makananku. Aku baru tersadar penampilan Mas David jauh lebih segar. Dia kelihatan sangat cerah dan ceria. Aku sampai merasa matahari ada dua, salah satunya ada di hadapanku.
"Gimana keadaan kamu, Dek?"
"Alhamdulillah kayaknya fase sumilangeunnya udah lewat Mas." Aku agak salfok dengan rasa mie gorengnya. "Eh yaampun, mie gorengnya enak banget loh Maaaas. Sumpah ya kamu berbakat, Mas. Kalo kamu jalanin bisnis kuliner, aku pasti selalu beli deh."
Dia tertawa kecil dengan bibir terkatup. Tangan kanannya berpindah menutupi mulutnya. Mas David membiarkan makanannya tertelan sempurna lalu menjawab, "Thank you for your compliment. But, no. Memasak hanya cara untuk bertahan hidup bagi saya, bukan termasuk hobi."
"Tapi kamu punya bakat, Mas. Aku mau deh daftar jadi pelanggan tetap."
"Boleh, nanti di Munich jangan sungkan mampir wohnung saya aja kalau lapar. Tinggal saya masakin. Gratis." Kan, kan, kan, bukannya ngilangin laper malah bikin baper. Aku hanya sanggup menganggukkan kepala.
Sepertinya selama liburan bersama Mas David, baru kali ini aku merasakan "kenyang bego". Lambungku terasa penuh dihuni oleh sepiring mie goreng, segelas susu, dan sepiring buah anggur. Iya, jangan lupa beberapa potong puding yang rupanya sudah dibuat oleh Mas David sejak kemarin. Apakah isi perutku juga masih dihuni oleh sup ayam tadi subuh? Entahlah.
Aku memaksa untuk mencuci piring. Tapi lagi-lagi Mas David bersikukuh untuk menolak. Katanya takut aku masih lemas dan nggak kuat berdiri.
Seketika aku teringat fasilitas mesin cuci+dryer dan sekotak detergen di dalam kamar mandi. Perjalanan beberapa hari cukup menghasilkan banyak baju kotor. Akhirnya aku bersikeras untuk membantu mencuci baju Mas David. Seenggaknya aku nggak merasa nggak guna banget jadi perempuan.
"Pokoknya I do the laundry, you do the dishes, Mas. No debate. Nyuci tuh cuma cemplung-cemplung baju, masukin detergen, trus mencet-mencet tombol aja kok. Nggak sampe semenit. Kamu tolong pisahin baju kotor kamu aja di dalam kantong. Trus kasih ke aku."
KAMU SEDANG MEMBACA
I Wanna Get Lost With You [COMPLETED]
RomanceDua minggu sebelum kepulangannya ke Indonesia, Lily tiba-tiba diputuskan pacarnya secara sepihak. Saking galau dan frustasinya, alih-alih pulang, tanpa pikir panjang dia malah memutuskan untuk menghabiskan liburan musim panasnya dengan jalan-jalan k...