"Many people said that good food can boost your mood. Jadi, kamu lagi mau makan apa?"
"Makanan Asia boleh nggaaaak?" nadaku merajuk.
"Boleh dong. Mau takeaway? Di Chinese Garden kan ada foodstall makanan Cina khusus takeaway, Dek."
"Tapi maunya makannya tuh deket hostel, Mas. Kan kita masih harus jalan kaki ke hostel. Jangan sampe laper lagi pas udah sampe kamar."
"Oke, cari random aja dekat hostel?"
"Iya gitu aja."
Kadang memang angan-angan tak sejalan dengan realita. Padahal sepanjang perjalanan pulang, aku sudah ngiler membayangkan makan enak. Tapi nyatanya harga makanan yang tertera pada standing menu di luar resto sangat mencekik. Rata-rata 20 €. Baik resto lokal maupun Asia.
Akhirnya kami menurunkan ekspektasi mencari street food. Dan ... nggak jauh beda, bagiku masih mahal. Sekitar 15 an €.
"Cari kebab aja deh, Mas. Lumayan bisa makan di jalan juga."
"Mau nggak kebab di seberang situ?" Mas David menunjuk sebuah kedai berkaca lebar dengan tulisan dürüm kebab di permukaan kacanya.
"Ayok."
Aku meneguk ludah pelan. Bukan karna ngiler, bukan. Tapi karna melihat harganya. Astaga. Di Budapest kami mendapat kebab dengan harga under 5 €, tapi di sini harga kebabnya mencapai 12 €.
"Kok mahal-mahal ya, Mas?"
"Zurich memang salah satu kota termahal di Eropa, Dek. Mau beli sandwich di supermarket? Pasti lebih murah." Mas David seakan menangkap kode keengananku membeli makanan mahal. Bukannya apa, aku harus lebih hemat. Saldo tabunganku benar-benar nol, maksudnya 90 rupiah. Sedangkan masih ada beberapa negara yang belum kami datangi.
"Yaudah apa aja yang termurah, Mas," jawabku setengah hati. Kini bayangan makanan Asia yang kaya bumbu hanya menjadi angan-angan. "Nanti malem makan apa ya, Mas?"
"Gimana kalau kita masak di pantry?"
"Oke. Sarapan besok juga masak aja deh, Mas. Jadi nanti sekalian belanja bahan untuk dua kali makan."
Bermodalkan petunjuk dari orang sekitar, akhirnya sampailah kami di supermarket dekat hostel.
"Mau sandwich isi apa?"
"Hmmm ngga usah deh, Mas."
"Loh? Nggak jadi?"
"Mending beli roti tawarnya aja nggak sih? Ini sandwichnya 5.5 CHF, sama aja 5 euro sekianlah. Nah roti tawar se-pak ini cuma 2 CHF. Mending ini bisa untuk besok pagi juga. Trus kita masih punya pasta mentah kan sisa dari Vienna? Lumayan tuh untuk dinner."
"Katanya bosen makan pasta-pastaan?"
"Kaum mendang-mending kayak aku nggak boleh pilih-pilih makanan."
"Apa itu kaum mendang-mending?" Mas David mengambil roti dengan merk termurah, sesuai favoritku.
"Ya orang kayak aku, yang suka mikirin harga. Mending beli barang A karna lebih murah daripada B. Bukan beli apapun nggak mikirin berapa harganya. Gituloh. Ah kamu mah nggak gaul nih."
Mas David tertawa. "Makasih yah Yiyi, udah ajarin saya jadi anak gaul."
"Sekarang lagi jamannya diet, makan pakai telur rebus, Mas. Jadi kita beli telur aja ya, nggak usah makan daging hari ini." Aku memasukkan satu box telur ke dalam trolly belanjaan kami.
"Good idea. Saya suka sekali makan telur. Tapi kalau uang kamu menipis, jangan sungkan untuk bilang ke saya ya. Nanti saya pinjemin." Kalau ada nominasi laki-laki terpeka sedunia, Mas David pasti jadi pemenangnya. Mendengar perhatian Mas David membuay hatiku semakin bergetar.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Wanna Get Lost With You [COMPLETED]
RomanceDua minggu sebelum kepulangannya ke Indonesia, Lily tiba-tiba diputuskan pacarnya secara sepihak. Saking galau dan frustasinya, alih-alih pulang, tanpa pikir panjang dia malah memutuskan untuk menghabiskan liburan musim panasnya dengan jalan-jalan k...