36. The Last Day

24.2K 3.1K 502
                                    

IWGLWY just hit 89 k reads 🥲 senangnyaa 😭. Bagi aku ini banyaaaaak banget. Terima kasih yang masih baca sampai part ini. Terutama pembaca - pembaca pertamaku. Makasih banyak udah bareng-bareng sama Lily-David selama setahun terakhir 🧡.

Bayangan akan Mas David yang sudah memiliki calon istri membuatku nggak bisa tidur nyenyak. Aku sampai bermimpi melihat Mas David memakai beskap berwarna putih layaknya pengantin pria. Lalu terbangun dengan perasaan galau. Akhirnya aku bangkit dari kasur pukul 5 pagi dengan kepala yang cenat cenut.

Niatnya ingin pencitraan sedikit, jadi bangun lebih pagi. Sekalian membantu Ibu memasak. Tapi pemandangan yang kulihat ketika membuka pintu kamar adalah meja makan yang sudah penuh dengan makanan lezat.

Kami sedang berada di lantai dua, area privasi Ibu dan Bapak. "Rumah" mereka yang sebenarnya. Lantai satu merupakan area umum dimana letak ruangan-ruangan untuk menerima tamu berada. Juga area storage makanan, dapur bersih, dapur kotor, dan tempat tinggal para staf di wisma duta. Intinya, area dimana tamu luar bebas berkunjung dan melakukan house tour.

Di lantai dua ini sebetulnya hanya dihuni Ibu dan Bapak, (seharusnya) beserta anak-anaknya. Staf kebersihan hanya sesekali membantu Ibu merapikan area lantai dua. Seluruh barang pribadi Ibu Bapak pun terletak di sini. Mulai dari koleksi buku, pajangan foto, hingga alat rumah tangga.

Di sinilah aku bisa puas menikmati potret metamorfosis Mas David dari bayi merah, masih pakai popok, bocah kecil berpipi tembam, remaja tanggung, hingga berwujud pria tampan seperti sekarang. Tapi aku belum melakukannya, karena fokusku pada dapur. Tempat dimana Ibu sedang menggoreng bakwan jagung.

"Sudah bangun Mbak Lily? Nyenyak tidurnya?" Ibu membalik bakwan jagung kloter terakhir.

"Alhamdulillah Bu. Kasurnya lebih empuk daripada hostel atau bangku kereta. Bu, ada yang bisa Lily bantu?"

Ibu terkekeh. "Ini sudah selesai Ly. Tinggal goreng bakwan jagung aja. Masaknya memang kepagian. Pagi ini Bapak berangkat dinas ke Brussel. Sebetulnya ada acara breakfast juga di sana. Tapi Bapak maunya makan masakan Ibu. Takut nggak selera makan makanan bule."

Aku tertawa sambil mendekati sink cuci piring. Ada beberapa tumpuk wadah kotor bekas memasak. Aku memutuskan untuk mencucinya. "Tapi Lily juga nggak bisa sebenernya Bu sarapan cuma sama roti. Harus pake nasi baru nendang."

"Persiiis Bapak. Dasar orang Indonesia asli. Tapi baguslah Ibu masak banyak nggak mubazir. Ibu udah masak sop iga sama perkedel daging. Nanti harus dihabiskan ya."

"Jangan Bu. Nanti Mas David nggak kebagian."

"Nggak papa. Mas David dikasih nasi secentong juga sudah kenyang." Ibu sudah selesai menggoreng bakwan jagung. Beliau baru sadar aku mencuci piring. "Eh, jangan dicuci piringnya Mbak. Wes, biar Ibu aja."

"Nggak apa Bu, cuma sedikit. Ini juga udah selesai." Aku menyengir. Hanya tersisa satu piring lagi untuk dibilas.

"Terima kasih banyak ya Mbak Lily."

"Cucian piringnya nggak banyak Bu." Aku kembali menjelaskan.

Ibu meraih kedua tanganku yang masih basah dan menggenggamnya erat.
"Makasih ya Mbak Lily sudah merawat Mas David," ucap Ibu pelan. Ibu menengok ke belakang, seperti memastikan nggak ada orang yang mendengar. "Rachel kemarin cerita ke Ibu. Mas David sakit di Paris. Bapak nggak tahu. Walau kelihatannya santai, tapi kalau tahu anaknya sakit, Bapak pasti langsung datangi Mas David ke Paris. Bisa-bisa Mas David ditahan di sini seminggu kalau tahu baru sembuh."

"Sama-sama Ibu. Mas David juga baik banget ngerawat Lily waktu Lily lagi dismenore."

"Saling mengandalkan ya." Ibu mengusap rambutku pelan.

I Wanna Get Lost With You [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang