40. From Munich with Love

34.2K 3.3K 791
                                    

Mas David tertawa seraya maju untuk mendekap tubuhku erat. "It's okay. I wanna get lost with you, Mirielle Sachi."

Perutku bergejolak, sepertinya jumlah populasi kupu-kupu di dalam perutku semakin bertambah. Aku merasa seperti masuk ke rumah baru. Seluruh ketakutan dan keraguanku lenyap tak bersisa. Enggak, aku yakin nggak akan tersesat lagi. Karena aku telah menemukan rumahku.

Suara barang jatuh yang berdebum keras membuatku terlonjak kaget. Pelukan kami terlepas. "Ups. Sorry ges. Lanjutin aja peluk-pelukannya. Yang lebih juga nggakpapa. Gue pura-pura nggak liat Mas." Aga menutup wajahnya dengan jari-jari yang merenggang.

Aku membeku. Wajahku memanas karena malu. "Kita nggak ngapa-ngapain kok Ga."

"Lo datangnya kecepetan Ga. Pertunjukkan utamanya belum dimulai," cetus Mas David.

"Emang mau ada pertunjukan apa Mas?" tanyaku kebingungan.

"Buat lontong sama opor ayam, Yi." Mas David tertawa geli.

"So, udah official nih?" Aga menaik turunkan alisnya. Menggoda kami.

Mas David mengangguk dan tertawa bahagia.

---

"Udah? Gitu doang?" Kak Rachel menganga.

"Murah amat lo Ly langsung nerima. Harusnya lo minta private jet dulu ke si Dapid! Ah lupa gue briefing," oceh Kak Rachel sambil mengunyah jeruk. Kami sedang berkumpul di rumah Mas David.

Tawaku menguar. "Kakaaaaaak. Bisa-bisa aku keburu jadi nenek-nenek nungguin uang Mas Dave kekumpul."

"Jangan salah lo Ly. Dapid tuh orang gila. Bakal mati-matian ngewujudin setiap keinginan dia. Gue rasa belajar ngebobol duit di mesin ATM juga bakal dia lakuin sih demi beliin lo private jet."

Terdengar suara pintu masuk yang terbuka. Itu pasti Mas David yang baru pulang solat jumat di PM3. "Chel. Jangan cemari Lily sama akhlak lo yang nggak terpuji itu."

Sudahkah aku menyebutkan bahwa lelaki yang baru pulang solat jumat, tubuhnya wangi semerbak, dan ujung rambutnya yang masih lembab karena air wudhu itu memiliki damage yang luar biasa. Apalagi ditambah band collar white shirt yang melekat pas di tubuh Mas David. Gantengnyaaa pacar aku.

"Kamu udah laper lagi belum Yi?" Mas David mengusap rambutku.

Nggak menjawab, aku hanya mengusap perut dengan gerakan melingkar. Kami baru makan sebelum Mas David solat jumat. Tapi hanya makan bakso bekal dari Ibu beberapa minggu lalu. Wajar kan kalau aku sudah lapar lagi?

"Mau makan apa? Hmm?" Dia masih mengusap rambutku.

"Gue mau steak sama potato wedges. Medium rare kayak biasa ya. Buruan bikinin Pid," perintah Kak Rachel to the point. Sedari pagi Kak Rachel tiba di Munich. Kebetulan hari ini Steve harus mengikuti seminar di sini. Mungkin sebentar lagi dia akan tiba di apartemen Mas David. Hari ini jadwal kuliahku hanya sampai pukul 10 pagi. Kalau Mas David memang sengaja mengosongkan jadwal, untuk bekerja dari rumah.

Tanpa mengindahkan ucapan Kak Rachel, Mas David bertanya kembali padaku. "Udah kepikiran belum mau makan apa?" tanya Mas David sungguh lembut.

"Samain kayak Kak Rachel aja deh Mas." Daripada membuat Mas David memasak dua kali. Toh memasak steak nggak memerlukan waktu yang lama. Kebetulan tadi Kak Rachel membawa beberapa slice tenderloin beef yang sedang disimpan di dalam chiller.

"Your wish is my command." Meskipun sudah jadian selama tiga minggu, tapi usapan rambut Mas David tetap menimbulkan gelenyar aneh di dalam perutku. Jantungku melompat-lompat sangat aktif.

I Wanna Get Lost With You [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang