37. The Untold Story

24K 2.9K 617
                                    

Banyaak yang menjawab hampir benar, tapi aku pilih yang tertepat dan tercepat yah. Selamaat kepada sabymrg

Jangan lupa DM aku yaa untuk kasih tau username shopeepay kamu.

---

Maju mundur maju mundur mau upload ini. Karena ... ada beberapa bagian yang bikin aku geli sendiri. Aneh aja gitu untuk karakter Mas David, yang selama ini kita liat dari kacamata Lily.

Untuk part ini sebagian besar terdiri dari narasi. Ini ya aku kasih POVnya Mas David, khusus untuk kamu.

---

Satu tahun yang lalu.

Sepanjang liburan summer, David terjebak di laboratorium. Banyak projek yang berada di penghujung deadline. Genap sudah tiga bulan dia berkutat dengan sampel penelitian sejak bulan Mei.

Bahkan seminggu terakhir dia terpaksa menginap di laboratorium. Hanya punya waktu satu jam di pagi hari untuk mandi dan ganti pakaian di rumah.

David memijat pelan pangkal hidungnya. Kepalanya seakan mau pecah. Tiga puluh persen data penelitiannya nggak memberikan hasil sesuai dugaan hipotesa awal. Padahal dia merasa usahanya sudah sangat maksimal. Hingga rela tidur di atas kursi atau lantai beralaskan kardus.

"Hatchii!" David menggosok pelan hidungnya. Flu mulai menyerang tubuhnya, setelah dipaksa bekerja rodi selama tiga bulan.

Dengan malas-malasan David mengambil tas lalu memakai maskernya. Dia perlu sarapan, mandi, dan istirahat sejenak. Sambil memutar otak harus diapakan data penelitiannya.

David berjalan cepat. Langkahnya tergesa. Dia hanya ingin segera dipeluk oleh kasur kesayangannya. Isi kepalanya penuh dengan kebimbangan, apakah dia harus mencari jurnal dahulu atau tidur saja sejenak.

"Aw! Maaf Kak." Dia tanpa sengaja menabrak seorang wanita. Berbahasa Indonesia. Tapi belum pernah dia lihat sebelumnya.

"Eh, sorry. Ehm ... Entschuldigung." Mungkin perempuan itu mengira David mahasiswa asing.

"It's okay. Saya orang Indo."

"Hah, beneraan? Ya ampun seneng banget ketemu Kakak." Perempuan itu mencengkeram kencang dan mengguncang lengan David, memberi David senyuman yang lebar. Polos sekali. Tanpa sadar David ikut tersenyum di balik maskernya.

"Kak, maaf ya barusan aku nggak sengaja nabrak." Ekspresi wanita itu berubah 180 derajat, sungguh terlihat menyesal.

"Nggakpapa. Saya juga tadi nggak hati-hati."

"Kak, aku lagi nyari tong sampah. Kakak tau nggak letak tong sampah di sekitar sini? Di dalem toilet nggak ada."

David menoleh ke kanan. Dia baru sadar sedang berdiri di depan toilet.

David mengulurkan tangannya. "Sini sampahnya. Saya aja yang buangin. Di dalam toilet pria ada tempat sampah," ujar David setelah mengintip ke dalam toilet pria, memastikan ada tong sampah di sana.

"Jangan!" Wajah perempuan itu memerah. Dia terlihat panik. "Ehm ... Itu ... Ehm ... Ini, tisunya bekas ... bekas ..."

"Kamu habis buang air kecil?"

Perempuan itu mengangguk pelan seraya tersipu malu.

"Okay. I got it. Ini tisu toilet ya? Kamu bisa buang ke kloset lalu tinggal kamu flush. Tisu di sini memang dirancang bisa hancur setelah dibuang ke dalam kloset." David mengerti. Salah satu culture shock, terutama untuk perempuan, saat baru tinggal di sini adalah nggak ada air untuk membilas alat vital setelah buang air. Hanya disediakan tisu toilet, dimana tisu tersebut memang dirancang bisa hancur di dalam kloset. Nggak seperti kebanyakan tisu di Indonesia, yang akan menyebabkan mampet jika dibuang ke dalam kloset.

I Wanna Get Lost With You [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang