38. Back to Reality

26.3K 3.2K 552
                                    

Maaf ya kemarin PHP 🥲. Aku tuh full ngetik pake handphone. Trus kemarin nggak sengaja kesenggol "publish". Mohon dimaklumi ya kalo ada notif chapter baru trus nggak ada wujudnya berarti aku salah pencet 😆😆.

Karna kesalahanku, jadi banyak yang salah paham, mau nggak mau harus maksain ngebut ngetiknya 🤪. Nih yah aku kasih gabungan POV Mas David sama Lily. Biar nggak kebanyakan chapternya yah.

---

Hari ini adalah jumat keempat David bermalam di rumah Steve dan Rachel

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari ini adalah jumat keempat David bermalam di rumah Steve dan Rachel. Dia rela menempuh 6 jam perjalanan, menyetir sendirian dari Münich ke Milan. Apa yang memotivasinya melakukan ini semua? Entahlah. Dia hanya sedang benci berada di rumah sendirian.

Hari senin hingga jumat pikirannya bisa teralihkan. Tertolong oleh pekerjaan di kantor dan lab kampus yang menumpuk. Tapi besok sudah hari Sabtu. Dia nggak mau terdampar sendirian di rumah.

Sudah sepuluh menit David mematung di depan pintu apartemen Steve. Berkali-kali memencet bel namun nihil, nggak ada respon dari sang empunya rumah. Sepuluh menit yang terasa panjang. Karena pikiran David menjadi kosong, kotak kecil berisi seseorang di sudut otaknya memaksa melesak masuk ke dalam pikirannya. Padahal empat minggu terakhir sedang David enyahkan.

Untung pintu di hadapannya akhirnya terbuka.

Rachel melotot. "Again?" Perempuan itu melebarkan pintunya, membiarkan David masuk.

David bergegas melepas sepatu lalu menempati singgasananya, sofa 4 seater di rumah Steve, yang menjadi tempat tidur David selama weekend. Syukurlah panjangnya sesuai dengan tinggi badan David.

Dia segera membuka laptopnya. Memaksa melanjutkan pekerjaan yang tertunda. Merancang proposal penelitian terbaru yang sebetulnya akan dilaksanakan dua tahun lagi. Seluruh tugasnya sudah dia selesaikan, bahkan list hingga dua tahun ke depan. Berkas-berkas yang harus dia translate juga sudah selesai, padahal dia mengira akan rampung dua bulan lagi.

"Kalo lo cuma butuh tempat tinggal yang ada makhluk hidupnya biar nggak kesepian, nginep aja di rumah Aga. Lo nggak cape pulang pergi 12 jam?" ucap Rachel sembari menaruh segelas air minum.

Steve duduk di sebelah David, meraih remote tv dan menyalakannya.

"Gue udah tiga minggu nggak puas teriak, Pid! Gara-gara lo bangsat!"

David melirik Rachel. Perempuan itu hanya memakai kemeja Steve yang kebesaran. Lalu pandangan David beralih pada jam dinding yang menunjukkan pukul 12 malam.

"Harusnya jam segini lo udah kelar dua ronde. Lanjutin aja. Gue bisa pake headset." David memasang headset di telinganya. Kembali fokus dengan laptop di hadapannya. Nggak memedulikan Rachel dan Steve yang saling tatap-tatapan.

Puluhan menit David tenggelam dengan belasan jurnal yang sudah dia baca. Sampai terdengar suara sayup-sayup desahan perempuan. Siapa lagi kalau bukan Rachel.

I Wanna Get Lost With You [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang