Part Five : He Has Board Shoulder, Part Two

842 69 7
                                    

***
Hai! Kita ketemu lagi!
Udah baca part sebelumnya? Gak ada part yang ke-skip, kan? Aku mau mastiin aja kalo gak ada part yang kalian skip, karena aku selalu double update. Takutnya gak sengaja ke-skip huhuhu.

Selamat membaca!❤️

***

21 Mei 2020. Kalau aja Axel gak menelepon gue, gue pasti masih kencan di Itaewon sama Ahn Bohyun didalam mimpi.

Rutinitas gue setelah bangun tidur adalah mencuci muka, kemudian membuka balkon kamar gue untuk menghirup udara pagi. Suara kicauan burung cuma sedikit, begitu pula udara yang gue hirup udah gak sesegar udara di subuh hari, soalnya banyak kendaraan lalu lalang. Terik matahari juga cukup menyengat pada pukul 09.15.

Gue menyantap sarapan yang sedikit telat untuk gue santap. Masih ada sereal rasa buah didalam lemari ruang makan, gue pun menghabiskannya dengan menambahkan susu rendah lemak didalam kulkas. Gue duduk diatas sofa sambil menonton drama Korea di Netflix. Masih ada banyak waktu sebelum gue bersiap-siap kerja. Paling, satu episode bisa gue selesaikan pagi ini.

The clock is ticking dan gak gue sadari udah jam 10.20. Gue langsung mengeluarkan aplikasi Netflix dan bergegas mandi. Jarak dari rumah gue menuju tempat kerja lumayan jauh. Sekitar 12 km lah kurang lebih.

Hal wajib yang gue lakukan setelah mengeringkan tubuh adalah memakai body lotion. Gue sangat suka body lotion beraroma shea butter. Gue mewajibkan diri memakai deodoran biar menghindari aroma gak sedap dari ketiak gue. Gue juga memakai acne back spray untuk punggung berjerawat gue. Gue memakai benda ini hampir tiga bulan lalu. Udah ada peningkatan, perlahan jerawat punggung gue mereda. Semoga aja sebentar lagi gue punya punggung semulus artis Korea.

Ponsel gue berdering saat gue lagi pakai parfum. Kontak bernama Rio Moonbucks beserta display picture WhatsApp-nya terpampang begitu jelas dilayar ponsel gue.

"Oi!" Sapa gue.

"Re, gue on the way ke rumah lo, ya. Gue tadi baru bangun jam 10.30."

Netra gue bergerak melihat jam dinding. "Ah elah, yaudah buruan! Gue udah rapih!" Padahal, gue masih harus memakai blush on dan lipstick. Itu adalah sebuah gertakan biar kedepannya Rio gak terlambat lagi buat jemput gue.

"Udah tenang aja. Valentino Rio meluncur!"

Untung aja jarak rumahnya gak jauh dari rumah gue. Kalau jauh, gue lebih memilih bawa motor sendiri ketimbang menunggu dia lalu terlambat masuk kerja. Belasan menit gue menunggu jemputan, akhirnya gue dapat mendengar suara knalpot motor yang sama seperti suara motor semalam. Dengan orang yang sama, dan jaket yang sama juga.

Dari awal gue kerja di Moonbucks, Rio selalu pake jaket ini, gak pernah gonta-ganti seperti gue dan staf lainnya. Tapi gue gak pernah mencium aroma gak sedap dari jaketnya, sih. It means, dia merawat jaketnya dengan baik.

Rio membuka kaca helmnya. "Lama, ya? Gue ngisi bensin dulu tadi."

"Ih pantesan!" Kemudian gue melihat jam tangan yang melingkar dipergelangan tangan kiri gue. "Udah jam 11.10, Yo! Buruan!"

Udah gak ada waktu lagi buat basa-basi. Dari Bekasi ke Jakarta Timur lumayan memakan banyak waktu, loh. Di Kafe tempat kami kerja memiliki peraturan dimana kami harus tiba minimal 10 menit sebelum jam kerja dimulai, sedangkan waktu kami cuma tersisa sedikit.

"Bantuin gue naikin motor lo, ih!" Utar gue sedikit menghentakkan kaki.

"Ah, dasar pendek! Pegang tangan gue!" Dan cowok ini langsung mengambil kedua tangan gue saat gue udah menaiki motornya, kemudian menaruhnya diperutnya. "Peluk gue yang kenceng. Gue harus ngebut."

BREAK THE RULES ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang