Part Nine : What's Wrong With Me?

682 57 5
                                    

Matahari ditanggal 8 Juni 2020 ini agak setengah hati buat membagikan cahayanya. Salah satu mahakarya Tuhan itu sembunyi dibalik awan gelap, gemuruh juga mulai berdatangan, sangat disayangkan hari ini gue gak bisa mendapatkan vitamin D dari cahayanya. By the way, mau kasih tahu aja kalau besok gue ulang tahun.

Hari ini gue masuk pagi, berdua dengan Rio. Tumben cowok ini bangun lebih pagi daripada gue. Ponsel gue berdering mendapatkan sebuah panggilan masuk dari cowok itu.

"Re, mau bareng, gak?"

"Enggak, ah. Besok aja. Bokap gue mau nganterin gue kerja mumpung ada symposium* di Santika." Santika adalah nama hotel yang terletak didekat Mal tempat gue bekerja.

[*Symposium: pertemuan dengan beberapa pembicara yang mengemukakan pidato singkat tentang topik tertentu.]

"Lah emang besok kita satu shift lagi?"

Perhaps cowok ini mendengar suara bising karena gue lagi menggoreng nugget untuk sarapan. "Iya. Bingung gue sama Raynald, naruh schedule lo sama gue samaan terus."

"Biar gue bisa ngajarin lo, kali? Yaudah. Absenin gue ya kalo gue ngaret!"

"Iya, ah!"

---

Kalau anak-anak closing shift udah datang, berarti udah saatnya yang morning shift istirahat. Rio lebih dulu masuk ke locker room, disusul oleh gue yang habis membuat Hazelnut Tea Latte untuk menemani gue istirahat nanti. Dia membuka apron-nya, terus indera penciumannya mulai bekerja buat mencium aroma benda itu. Wajahnya terlihat aneh, mungkin, karena aroma gak sedap muncul dari apron tersebut. Ya jelas bau, lah! Udah lebih dari satu minggu apron-nya gak dicuci! Itu juga disemprot parfum biar aroma gak sedapnya berkurang. Rio kayaknya lupa dengan ungkapan 'sepintar-pintarnya bangkai ditutupi, baunya tetap tercium juga'. Bayangin aja, itu apron udah kecipratan milk tea, kopi, berbagai macam sirup, gak tahu apa lagi. Gimana gak bau?!

"Lo tuh ya, udah tau libur dua hari, bukannya apron dibawa pulang, malah ditinggal!"

"Lo 'kan tau sendiri kebiasaan buruk gue apa, Re."

Pelupa. Iya, udah gak perlu gue sebut lagi buat membalas perkataannya. Decakan ditambah menatap dia sebelah mata juga udah cukup.

Habis itu Rio kelihatan bingung. Dia mengambil buku catatannya, menatap benda tersebut cukup lama sebelum bertanya. "Ini kenapa ada disini?"

Gue menginjak sepatunya. Saking sebalnya. "Lo kemaren ninggalin buku catatan lo di rumah gue, bego! Makanya gue balikin ke loker lo!"

Rio gak terima disebut bego. Dia melempar buku catatannya kedalam lokernya kembali, lalu melipat bagian lengan kemeja Barista-nya layaknya bersiap-siap untuk mengajak gue berkelahi. "Yaudah gak usah nge-gas, anjing!"

Ya emang gak salah juga sih kalau dia kesal, soalnya intonasi suara gue emang nge-gas. Rio mulai melingkarkan tangannya diantara wajah gue, dan tangan lainnya bergerak menjitak kepala gue. Gue juga melakukan perlawanan, dong. Langsung gue balas aja dengan menekan kedua dadanya. Asal tahu aja, dada tuh titik kelemahan Rio, dia pernah cerita kalau dia paling geli ketika bagian tersebut disentuh. Dia mulai ketawa geli sampai air matanya mengalir setetes. Pertandingan Smack Down kali ini dimenangkan oleh gue.

Raynald yang mendengar suara gaduh mulai menghampiri kami. Wajahnya kelihatan kayak mau marah, tapi kalimat yang dilontarkan cowok ini malah begini, "jangan berantem atau lo berdua gue comblangin!"

Gue pun melepaskan cubitan maut didada Rio. Cowok ini menarik nafas berat karena terlalu lelah menahan sakit (dan geli). Dia duduk dengan kemeja Barista-nya yang lecek akibat ulah gue. Gue pun berjalan menutup pintu loker gue yang masih terbuka lebar, namun Rio menghajar gue untuk kedua kalinya dari belakang. Dia menyentuh tengkuk gue hingga gue mengeluarkan suara desahan. Iya, bukan teriak, tapi mendesah.

BREAK THE RULES ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang