Part Sixteen : The Warm Hug

652 48 3
                                    

Berbicara tentang profesionalisme adalah hal yang mudah disampaikan, hanya aja untuk melakukannya itu sulit. Perempuan seperti gue, Ayu, dan Rissa adalah orang yang sulit bersikap profesional saat bekerja.

Ayu. Dia emang pekerja keras dan gesit, sayangnya, dia sulit mengontrol emosi. Dia pernah adu mulut dengan pelanggan karena miskomunikasi. Posisi Ayu saat itu sama sekali gak bersalah, dia hanya menjalankan pekerjaannya sesuai prosedur yang ditentukan Moonbucks. Salah satu prosedur yang menjadi pemicu perdebatan Ayu dan pelanggan tersebut adalah repeat order. Saat itu Ayu lagi incharge di kasir dan dia mengulangi pesanan si pelanggan. Sayangnya, setelah minuman pelanggan tersebut jadi, si pelanggan malah menyalahkan Ayu karena salah memasukkan pesanan. Padahal, sebelumnya Ayu sudah menyuruh sang pelanggan untuk kembali mengecek pesanannya. Wajar Ayu gak terima kalau dirinya yang disalahkan.

Pelanggan adalah raja, tapi seorang raja juga gak boleh bertindak semena-mena terhadap pelayannya.

Rissa adalah cewek yang paling sulit bersikap profesional. Kalau ada staf atau orang-orang terdekatnya yang membuat suasana hatinya jadi kacau, itu sangat mempengaruhi kinerjanya. Dan dia adalah staf yang sering mendapatkan komplain dari pelanggan di akun Instagram resmi Moonbucks. Berbicara dengan intonasi kasar, sorot mata terlalu sinis, entah apa lagi komplain yang Rissa terima.

Dan terakhir adalah gue. Gue selalu menghindari diri gue untuk berinteraksi dengan pelanggan ketika suasana hati gue sedang gak bersahabat. Mentok-mentok, gue pindah ke Kitchen dan beberapa section lainnya yang gak mengharuskan gue interaksi dengan pelanggan. Gue memilih untuk diam ketimbang menanggapi ucapan maupun candaan para staf. Kalau ditanya sesuatu, gue jawab seperlunya aja.

Raynald adalah satu-satunya orang yang membuat suasana hati gue kacau hari ini. Tadi, dia menyuruh gue untuk membuat ulang salah satu minuman yang gue bikin, Green Tea Latte.

"Bikin ulang lagi aja, Re." Katanya.

"Emangnya kenapa, Bang?" Tanya gue baik-baik.

Dan inilah hal yang membuat suasana hati gue amburadul. "Ya lo lihat aja sendiri, airnya kurang!"

Raynald itu aneh. Gue nanya baik-baik, dia jawabnya nyolot! Gue masih menahan emosi dan menanggapi ucapannya santai. Gue buka ulang minuman tersebut (kebetulan minumannya di seal pakai alat, jadi gue harus merobeknya) dan gue tuang ke cup baru tanpa es batu. Airnya gak kurang, tuh. Permasalahannya cuma kurang es batu aja. Gue tambah aja es batunya sekitar 3 biji sampai cup tersebut kelihatan penuh.

Gue memberikan minuman tersebut ke Raynald. Memberikannya juga dengan kasar. Kalau dia gak terima gue kasarin, gue gak takut buat adu bacot sama dia. Toh, dia duluan yang mulai! "Gue udah takar airnya. Pas di first line, problem-nya cuma kurang es batu doang. Sama lain kali, kalo orang nanya baik-baik, jawabnya jangan nyolot ya, Bang. Gak suka gue dengernya. Thanks."

Raynald hanya terdiam membuang muka dari gue. Selang beberapa saat juga gue dibisikin sama Rissa, dia cerita kalau tadi Raynald sempat mengoceh diam-diam soal gue yang hampir salah menakar minuman. Harusnya slight sugar malah gue bikinnya normal sugar. Gue cuma ketawa sambil menatap sinis cowok itu. Daripada mengoceh dibelakang, kenapa gak bicara langsung aja di hadapan gue? Weird.

Bahkan ketika Raynald pulang di jam 17.00, dia tetap pamit ke gue. Tapi gue balas setengah hati. Biar dia berkaca atas kesalahan kecil yang bikin gue kesel sama dia!

Anyway, kalau Raynald selaku si Store Manager udah pulang, it means freedom for us! Gue dan staf lainnya bisa duduk santai sambil main handphone, bisa kerja sambil makan di Kitchen, gak ada Raynald tuh pokoknya enak.

BREAK THE RULES ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang