Semudah itu mood gue berubah ketika nama Vanessa disebut. Hari-hari udah berlalu semenjak Rio cerita kalau dia habis ketemuan sama keluarganya Vanes. Gue lagi beristirahat di outdoor area Mal tempat gue bekerja, bersamaan dengan Alit dan Raynald. Alit tuh seorang perokok aktif. Kalau sehari dia gak merokok, dia pasti mengoceh, "asem." In fact, mulut seorang perokok aktif emang suka terasa asam kalau belum menghisap rokok seharian.
Detik-detik dimana mood gue mulai berubah adalah ketika Raynald membahas soal Rio dan underage girl itu. "Lo tim pro apa kontra soal hubungan Rio sama Vanes, wak?"
"Lo nanya ke siapa dulu nih, Bang?" sahut Alit setelah menghisap rokoknya.
"Siapa aja yang mau jawab duluan, deh!"
Gue ketawa sinis singkat sambil gak lagi mengarahkan wajah ke dua orang ini. Kenapa ya gue harus mendengar pembahasan begini?
"Gue sih kontra." Balas Alit. "Lo, Bang?"
"Gimana gue jelasinnya ya..." Raynald mulai mengganti posisi duduknya. "Gue sih dukung siapapun cewek pilihan Rio, selagi cewek itu ngebuat dia nyaman dan gak ngebikin sifat Rio berubah. Tapi, emang gak ada cewek lain? Kenapa harus anak sekolah?"
Alit langsung menjentikkan jarinya. "Nah itu, Bang! Modal tepe-tepe (tebar pesona) kayak dia mah sebenernya gampang deketin cewek, dia juga banyak match sama cewek di Tinder. Kenapa gak dia deketin aja salah satu dari mereka?"
Raynald menganggukkan kepalanya bersamaan ketika mulutnya mengunyah roti abon. "Gue menyayangkan Viona, sih. Viona tuh menurut gue udah pas buat Rio selain karena mereka seagama, tapi orang tuanya Rio tuh picky banget, wak. Lama-lama gue kasihan sama Rio. Kok nurut aja dicomblangin sama anak sekolahan..."
Terus, apa yang gue lakukan pas mereka membahas Rio? Cuma duduk menaikkan kedua kaki gue di kursi sambil menatap apapun yang bisa gue tatap (kecuali wajah dua cowok ini).
Ah, bangsat. Lama-lama kesal juga ketika otak gue secara spontan mengingat Vanes dan ibunya pas menghampiri Rio. Kalau aja otak gue lebih gila, gue akan menghampiri Vanes buat kasih dia petuah. Petuah apa? Petuah bahwa lebih baik dia mengurus pendidikannya ketimbang 'perjodohan' kedua orang tuanya.
Dan seperti yang pernah gue katakan, gue merasa gak tenang, gue merasa gak sudi kalau Rio diembat orang lain because the case of having a secret relationship with him. Umumnya tuh selingkuhan selalu merasa posesif ketika 'pacar' mereka harus kembali ke pacar utama. Then so does me, gue juga merasa posesif ketika tahu kalau hubungan Rio dan Vanes udah mulai ke tahap chatting-an.
Thanks to Raynald because he ruined my mood.
"Bagi rokok, wak!" Inilah gue, memilih untuk merokok ketika pikiran lagi gak tenang. Beruntung rokoknya Alit adalah Sampoerna Lemon. Masih golongan rokok mentol dan rasanya cukup ringan kalau gue hisap.
"Kenapa lo? Tiba-tiba ngudut." Celetuk Alit tersenyum. "Gara-gara Raynald bahas Rio?"
Raynald ikut ketawa mendengar ucapan Alit. Sedangkan gue? Menghiraukan ucapan Alit dan terus merokok.
Alit menggeser kursinya mendekati gue. Tangan cowok itu mulai bergerak menepuk pundak gue layaknya menyuruh gue bersabar menghadapi masalah percomblangan Rio. "Namanya juga orang tua, wak. Mau yang terbaik buat anaknya."
Mau yang terbaik buat anaknya sih iya, tapi gak dicomblangin sama anak dibawah umur juga kali. "Bacot lo ah, bangsat! Lo kira gue mikirin Rio?!"
"Lah, udah kelihatan jelas dari ekspresi lo, wak!" Balas Alit cengengesan.
Gue menunjukkan tawa sinis setelah membuang asap rokok beraroma lemon ini. "Tai, lah."
Sontak Alit berdiri ketika putung rokok milik cowok itu udah habis. "Gue ke toilet dulu, Bang. Urusin nih selingkuhannya Rio, bikin sampe mood-nya balik!"
KAMU SEDANG MEMBACA
BREAK THE RULES ✅
RomanceSesungguhnya, berurusan dengan seorang Gianina Arethusa adalah sebuah kesalahan besar. Begitulah kehidupan Sadirga Mario Wijaksana setelah menyakiti perempuan itu. . . . [UNDER 18 PLEASE DO NOT READ! CONTAINS SEXUAL MATERIAL AND HARSH WORDS. READ AT...