Part Ten : He Built A Fortress

602 56 5
                                    

Hi! This part is waaaay much longer than previous parts. Maaf kalau kepanjangan :")

Selamat membaca!

***

Axel benar-benar menepati janjinya buat mengajak gue dinner. Anyway, restoran tempat gue makan ini bukan sembarangan restoran, loh. Restoran bertema Steak ini dikelola oleh seorang Chef ternama di Indonesia. Emang belum banyak orang di wilayah ini tahu kalau restoran ini ada. Axel memesan bangku di lantai atas, dengan view kota Bekasi yang gak ada apik-apiknya buat dipandang kalau dibandingin sama cabang mereka di Jakarta. Tapi setidaknya, di kota ini ada restoran Steak yang masuk kedalam kategori hidden gem. Ini bukan kali pertama kami makan di sini.

Tenderloin with Blackpepper Sauce, Sautéed Broccoli and Cheese, and Potato Wedges selalu menjadi menu favorit Axel. Tingkat kematangan daging kesukaannya adalah medium rare. Seleranya cukup berbeda dengan gue. Meskipun gue berpengalaman kerja di dunia Kitchen dan sering mengolah Steak dengan beragam tingkat kematangan, tetap aja medium well adalah tingkat kematangan yang paling sempurna di lidah gue. Dibilang mentah enggak, dibilang matang juga belum sepenuhnya. Pas.

Kalau punya pasangan tuh jangan cari banyak kesamaan. Sesekali cari perbedaan baik dari sifat maupun kebiasaan. Biar kayak Yin dan Yang, berbeda tapi saling melengkapi.

Axel gak kayak mantan gue yang selalu memaksa gue untuk mencicipi steak medium rare-nya. Axel orangnya emang pengertian. Banyak perbedaan didiri kami, dan cowok ini gak pernah memaksa gue untuk menyukai apa yang dia suka. Dia seratus delapan puluh derajat berbeda dengan Leonando Aditya.

"Kamu kalo kesini selalu pesennya Sirloin with Mushroom Sauce terus, Re." Axel bahkan paham menu favorit gue.

"Abisnya enak, sih."

Cowok ini menghembuskan tawanya. "Kalo hari ini aku ajak makan di all you can eat, kamu pasti masukin banyak jamur enoki ke dalam rebusan shabu-shabu kamu."

Gue hanya membalas celoteh Axel dengan anggukan serta senyuman, masih ada makanan terkunyah di mulut gue. Axel udah banyak tahu tentang hal-hal didiri gue. Dia tahu apa yang gue suka dan gue benci, tapi cowok ini gak kunjung menyudahi permainannya. Mau sampai kapan dia gak memberikan kejelasan mengenai hubungan ini? Iya, gue selalu bilang kalau gue merasa dicintai ketika kami ketemu. Gue merasa diperlakukan seolah-olah gue adalah pacarnya. Hey, kesabaran orang ada batasnya. Dan status dalam suatu hubungan juga termasuk hal penting, 'kan?

"Happy birthday, Gianina Arethusa." Dia memberikan gue sebuah kado. Udah sangat jelas bahwa kado tersebut adalah sepatu casual untuk gue pakai selama bekerja. Dia juga bukan tipikal cowok penuh kejutan. Beberapa minggu sebelumnya, dia udah memberikan gue spoiler tentang kado apa yang akan dia kasih. Kado yang paling berguna untuk Rere, katanya.

Lalu gue menerima kado tersebut dengan penuh rasa senang. "Makasih, Xel!"

"Sama-sama. Dipake terus ya sepatunya, biar gak dikomentarin sama temen kerja kalo sepatu kamu itu-itu aja."

Ah. Ocehan itu. Pelakunya adalah Sadirga Mario Wijaksana. Dia pernah komentarin sepatu Adidas dan Reebok gue yang itu-itu aja. Dia aja gak sadar kalau dia kerja selalu pakai jaket yang itu-itu terus. Dia emang gak pandai berkaca diri. Sepatu yang Axel berikan ke gue adalah sepatu Nike warna navy dengan logo khasnya berwarna light blue. Warnanya berbeda dari sepatu-sepatu kerja gue lainnya. At least, Rio akan tercengang melihat sepatu baru gue. Soalnya navy itu warna kesukaan Rio.

BREAK THE RULES ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang