Part Twenty One : The Next Target

636 49 11
                                    

Sebutlah bahwa pertemuan gak terduga ini adalah coincidence. Sekian hari udah berlalu setelah gue dan Rio check-in di Autumn Lake, and today, i met my first victim at the supermarket. Sepulang kerja, gue mampir ke supermarket di Mal ini buat beli titipan nyokap beserta pembalut. Terakhir 'main' sama Rio, dia gak betah pakai pengaman. Dia sempat keluar didalam and it makes me panic. Beruntung hari ini gue haid. Rio juga ikutan lega pas gue kasih tahu di chat.

Rio Moonbucks (14.25)
Akhirnya mens juga si anjing satu ini!
Beberapa hari ini gue kepikiran lo mulu, Re. Belom siap jadi bapak!

Anyway, let me tell you something about Valen berdasarkan hasil pencarian seorang manusia berjiwa detektif bernama Gianina Arethusa.

Dia lahir dengan nama Valencia Chen, tinggal sendiri di apartemen Autumn Lake karena kedua orang tuanya tinggal di Bandung. Dia pekerja kantoran, tapi punya usaha sampingan juga kayak bikin cookies made by order. Dari foto cookies di akun jualannya, kelihatan biasa aja, gak menggugah selera. Dia juga gak punya photography skill biar bisa menarik pelanggan. Terbukti karena highlight testinya cuma ada lima testimoni aja, padahal, dia jualan dari awal tahun 2019. Gak apa-apa, perhaps gajinya di kantor masih cukup buat biayain hidupnya.

Tahu berapa umur Valen? 30 tahun. Iya, udah kepala tiga. Gue gak mau komentar banyak tentang umurnya yang jauh lebih tua dari gue. Udah cukup gue memaki-maki dia pas dia masih agresif ke Rio.

Balik lagi ke pertemuan gak sengaja ini. Gue berpura-pura gak melihat dia pas gue lagi mengambil pembalut.

"Oh? Kamu rupanya gak telat haid?" She suddenly starts the conversation in a sarcasm way.

Gue menaruh pembalut tersebut ke keranjang belanja, lalu menghembuskan senyuman sebelum menatap Valen. At this point, sebutlah ekspresi gue adalah ekspresi seorang pembunuh mental. "Yes, you're right, Kak Valen. Aku baru haid siang tadi. Kebetulan stok pembalut di rumahku juga menipis."

"Waktu itu kamu sama Rio ngapain di apartemen?"

Gue benar-benar terlihat seperti seorang psikopat. Gak hanya ketawa sinis, gue juga berjalan mendekati Valen sampai cewek itu memundurkan langkahnya menjauhi gue. "Jangan pura-pura gak tahu, Kak. Kamu kan ngelihat aku beli pengaman di minimarket. Kalo aku beli pengaman, berarti aku sama Rio ngapain? Coba tebak."

This girl is stupid. Memulai pertanyaan sarkas, tapi ujung-ujungnya nanya hal yang seharusnya dia bisa tebak sendiri jawabannya. Such a dumb ass bitch.

Valen semakin panik kayak gak tahu harus berbuat apa. Energinya semakin melemah kayak terserap oleh gue. "Terus, yang kamu ceritain di Moonbucks itu bohongan?!"

"Gak bohongan, kok. Itu beneran." Lagi-lagi, gue memberikan senyuman sinis. "Karena cewek yang aku maksud diceritaku tuh aku sendiri."

Kepanikan cewek berumur kepala tiga ini semakin bertambah. "Kamu tuh ada hubungan apa sama Rio?! Kamu pacaran sama dia?! Kalopun iya, apa kamu gak bisa kasih tahu baik-baik ke aku?! Kenapa harus cara kayak gini yang kamu lakuin?!"

Entahlah, gue semakin terlihat kayak orang jahat setelah menertawakan ucapannya. "Hubungan aku sama Rio gak sampai ke tahap pacaran kok, Kak. Tapi," gue membisikkan sesuatu di telinganya. "We're just a friend who don't hesitate to have sex."

Rasanya kasihan melihat Valen menatap gue penuh tanda tanya besar. Jadi, tanpa mengucapkan kalimat pamit, gue melambaikan tangan dan pergi meninggalkan dia.

Oh wait. Ada satu hal lagi. Gue kembali menatap Valen yang sekarang kayak kepingin nangis, terus gue menggerakkan jari telunjuk dan ibu jari kayak lagi menembaknya.

BREAK THE RULES ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang