42. malam akan terasa lebih panjang

7.9K 827 248
                                    

Ehh si ibu duh gusti muncul lagi 😆Jgn kaget liat penampakan mulmed di atas, itu photonya om Adam th 2021, pas tuwir kliatan lebih macho tapi kurang greget yakk 😅
Tante salfok ma sabuk2 di belakang, eta kayana sabuk2 bdsm, kdrt, ppkm, psbb dll ya 😆

Nina POV

"Pak, ini calon mempelainya kapan sampainya ya? Masih ada 6 pasangan lagi yang musti kami sah kan hari ini"

"Ini sudah lewat hampir 2 jam dari waktu yang di jadwalkan"

Terdengar suara penghulu yang membuatku meradang dari balik pintu kamar.

"Mbak Nin, om Adam kemana dah? Masa dia lupa hari ini nikahan dia" Dewi terlihat panik karena sedari tadi mondar-mandir di dalam kamarku.

"Ada nomor handphone keluarganya yang bisa di hubungin gak mbak?" Lanjutnya kemudian secara berhenti melangkah di depanku yang sedang duduk termenung di pinggiran ranjang.

Aku menarik nafas dan mengeluarkannya lagi secara perlahan, dalam situasi seperti ini harus tenang, tidak boleh panik.

Nomor handphone Adam tidak bisa aku hubungi dari pagi dan salahnya aku tidak menyimpan nomor keluarganya yang lain.

Otak Adam kerapat! eh, keparat! Kenapa malah jadi pelupa di hari H tiba? Kenapa tidak di saat kemarin-kemarin waktu kami berciuman hot sampai tanganku masuk ke balik celana dalamnya, dan sampai telapak tanganku ini merasakan cairan untuk kali pertamanya pre-cum yang pernah di bicarakan oleh Dewi.

Aku menatapi telapak tangan kananku.

"Dek, Adam bisa di hubungi gak?" Bang Toni muncul dari balik pintu dengan wajah keruh.
Tubuh, tangan dan otakku berjengit kaget karena sedang memikirkan kejadian paling mesum yang terjadi di sepanjang hidupku ini.

"Penghulunya masih mau nikahin orang lagi"

"Abang barusan coba nelpon Adam tapi gak di angkat" Lanjut bang Toni.

"Pak Toni gak punya nomor modernya om Adam? Atau nomor-nomor sisternya?"

Kalau saja saat ini bukan saat genting, mungkin aku akan tertawa lepas mendengar perkataan Dewi barusan.

"Moder? Maksud kamu mother?" Tanya bang Toni meralat ucapan Dewi.

"Hooh, maksudnya moder yang itu bukan moder yang lain" Jawab Dewi.

Kepala bang Toni menggeleng pelan.

"Kamu gak punya nomor mereka dek?" Tanya bang Toni dengan beralih menoleh padaku, terlihat jelas tatapannya kasihan padaku.

"Jangan ajak mbak Nina ngomong dulu pak, dia lagi siok" Dewi mengambil duduk di sampingku lalu mengusap-usap lenganku penuh perhatian.

Aku menoleh padanya dan tersenyum tipis.

"Tuh liat aja pak, senyumannya mbak Nin aja tipis gitu yang biasanya lebar" Lanjut Dewi.

Bang Toni meringis.

"Kamu tetap coba hubungin Adam ya dek, abang pergi datengin apartemennya aja deh" Sosok bang Toni menghilang dari pandanganku. Pintu kamarku tertutup rapat.

"Perias pengantinnya jelek Dew, ini gak tau fondationnya atau apa nya sampe bikin muka gue keras begini" Ucapku pelan dengan wajah yang ku buat selentur mungkin.

"Jangan salahin perias pengantinnya mbak, itu kan pilihan emak elu, di terima aja" Dewi kembali mengusap-usap lenganku.

Ya mau bagaimana lagi, masa aku menolak pilihan ibu? Untuk masalah tukang rias pengantin dan keluarga perempuan, Adam menyerahkan hal ini pada pihak kami.

PelupaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang