Kaya gini ya dew suasana di ruang pemotretan, tapi tante sengaja ga pajang photo yg srettt srett srettt tiba2 sempakan kaya yg dedew blg 😅😆 (bukan knp, abisan ga nemu photonya) 😂
Nina POV
"Bang" Panggilku.
Bang Toni yang sedang menatap layar komputernya mendongak.
"Loh, kamu belum pergi?" Tanyanya heran dengan tangan menopang dagu.
Aku memang dari tadi berada di ruangan bang Toni karena sedang menghindar dari Adam beberapa hari belakangan ini.
Memang ruangan bang Toni bukan tempat teraman untuk bersembunyi mengingat Adam sering berada di sini dan sering mengunjungi bang Toni, tetapi menurutku aman, karena adanya bang Toni bisa menyelamatkanku dari permintaan Adam yang masih saja berusaha memintaku menjadi asistennya.
Pria pelupa itu benar-benar sangat gigih.
Hampir saja aku luluh karena tatapan matanya sambil meremas telapak tanganku tempo hari, kalau saja tidak ada Dewi di antara kami, mungkin kepalaku sudah mengangguk tanpa sadar seakan terhipnotis.
"Bang" Panggilku lagi.
"Kamu kenapa sih dek dari tadi manggil terus tapi gak ngomong"
"Hehehe..." Aku terkekeh menyadari kekonyolanku sendiri.
Mungkin kalau di hitung sejak aku memasuki ruangan ini sudah lebih sepuluh kali aku memanggilnya tanpa melanjutkan maksud yang ingin aku tanyakan padanya."Mau nanya, tapi jangan anggap pertanyaan gue ini gimana, gimana ya" Lanjutku lalu berdiri dari sofa dan mengambil duduk di depan mejanya.
"Ngomong aja belum udah bilang begitu, cepat mau bilang apa, abang lagi nyoba-nyoba jadi editor"
"Mau konsul soal Anwar ya? Kamu udah putus sama dia? Abang jarang liat kamu dijemput dia belakangan ini"
"Nahh... mumpung abang buka suara soal Anwar gue jadi bisa memulai arah pertanyaan gue" Mataku melebar senang, dari tadi aku memang bingung ingin memulainya dari mana karena sangking banyaknya pertanyaan yang ingin aku ajukan perihal Adam.
"Abang tuh cerita apaan aja sih ke Adam soal hubungan gue sama Anwar?" Tanyaku langsung to the point setelah mendapat ide pencerahan pertanyaan darinya.
Bang Toni bukannya langsung menjawab dia malah kembali menopang dagunya menatapku lurus.
"Cerita sebanyak yang abang tau" Ucapnya beberapa saat kemudian lalu kembali melanjutkan aktivitasnya mengetik.
"Ngapain cerita ke dia? Emang abang sama Adam segitu dekatnya sampe urusan pribadi gue di ceritain ke orang yang menurut gue gak ada kaitan apa-apa?" Cecarku dengan pandangan sengit.
"Dia nanya ya abang jawab, abang jawab sesuai kenyataan, udah gitu doang" Sahut bang Toni tanpa menoleh padaku.
"Ck, maksud gue bang, ngapain cerita soal kehidupan pribadi sodara sendiri ke orang lain? Walaupun di tanya ya ngapain di jawab? Itungannya dia kan orang asing"
"Ya memang orang asing sih, bule" Gumamku kemudian karena menyadari keambiguan perkataanku sebelumnya.
"Ck, intinya abang ngapain cerita-cerita ke dia sih? Mulut abang tuh gak jauh beda sama emak-emak berdaster yang suka ngumpul di gerobak abang-abang tukang sayur" Lanjutku lagi.
Bang Toni terdiam menatapku lalu meregangkan tubuhnya. Abangku itu lalu mengusap wajahnya dan kembali mengetik.
"Bang, jawab dong" Kataku kesal.
"Kamu tanya sendiri deh, tuh orangnya di belakang kamu"
Tubuhku mematung, sejak kapan dia ada di belakang? Apa dia mendengar perkataanku?
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelupa
UmorWarning for +21 only Penulis hanya menuangkan ide cerita, tidak menganjurkan untuk dipraktekkan, harap bijak dalam membaca Happy reading 6/3/21 - 31/7/21