3. di mana dompet dan kunci mobilku berada?

7.5K 970 186
                                    

Ini pasti lagi natapin tukang rias mo manggil tapi lupa namanya nih ya😅😆

Adam POV

Aku mengamati gerakan tangan Nina yang sedang merapikan alisku dari cermin besar di depan kami.

Pagi ini aku ada pemotretan dan untungnya tidak terlambat seperti biasanya walaupun perempuan ini tidak mengabarkan padaku jadwal pemotretan malam sebelumnya.

"Mbak Nin, dapat kopi nih dari Leo"
Terdengar suara dari salah satu perias yang lebih lama bekerja di majalah ini dari pada Nina. Aku lupa namanya siapa.

Mataku melebar melihat ke arahnya yang memegang dua gelas kertas memakai sleeve paper cup dekat dengan cermin.
Pasti kopi panas, tidak perduli kopi hitam atau bukan, saat ini aku sangat memerlukan asupan kafein.

"Jangan gerak-gerak"
Nina menepuk pundakku dengan mata mendelik kesal karena aku bergerak ke arah perempuan temannya itu.

"Saya mau kopinya juga, ambilin" Suruhku pada Nina secara mengulurkan tangan.

"Heh, Leo ngasihnya cuma dua ya, itu jatah gue sama Dewi, elu gak dapet, beli sendiri" Kali ini Nina menepuk tanganku.

Oh nama perias itu Dewi, Dewi, Dewi, rapalku agar tidak lupa.

"Beliin, pagi ini saya belum ngopi" Ucapku lalu menguap untuk kesekian kalinya.

"Urusan gue?!" Sahut Nina, terdengar suara kikikan Dewi di samping.

"Beliin kenapa sih mbak, kasian om Adam dari tadi nguap-nguap terus tuh"

"Entar yang ada tema pemotretannya berubah jadi sleeping beauty kalo tiba-tiba om Adam ketiduran"

Nina mendelik ke arah Dewi yang sedang menatapku dengan menaik-turunkan kedua alisnya.

"Utang yang tempo hari aja belum bayar, ini minta di beliin lagi" Sungut Nina dengan mencibir.

"Memangnya saya belum bayar kopi yang kemarin?" Tanyaku dengan meliriknya sekilas.

"Belum! Udah tiga kali belum bayar sama kemarin" Jawabnya ketus.

Perempuan ini kalau berbicara denganku tidak ada nada bersahabat sama sekali.

Sikapnya sangat berbeda apabila dia sedang berinteraksi dengan para model lainnya.

"Ambilin dompet saya, sekalian beliin kopi lagi"

"Elu tuh budek apa gimana sih?" Nina menegakkan punggung lalu menatapku tajam.

Mulutnya sangat pedas mengeluarkan kata-kata seperti barusan. Untung aku mengerti arti kata-katanya karena sejak lahir aku tinggal di Bali dan besar di Jakarta.

"Dari kemarinan gue bilang gue bukan asisten yang bisa elu suruh-suruh" Lanjutnya lagi lalu kembali menunduk memberikan sentuhan terakhir pada wajahku.

"Ck, yang anggap kamu asisten saya siapa? Saya cuma minta di beliin kopi, kamu, siapa nama kamu? Ambilin dompet saya di tas, beliin kopi hitam ya"

Perempuan yang aku lupa namanya itu padahal sebelumnya sudah aku rapal berkali-kali, menoleh ke arahku dengan alis terangkat satu sambil menyeruput es kopinya.

"Udah lupa nama orang, nyuruh-nyuruh lagi, jangan mau beliin Dew, model yang lain aja pada beli sendiri malah kadang suka beliin kita" Nina meminta perempuan itu untuk kembali duduk.

"Ck, ya udah gak usah" Decakku kesal.

Baru kali ini ada perempuan yang sering membantahku, padahal selama aku menjadi model, semua fasilitas aku dapatkan termasuk layanan pribadi yang selalu siap sedia aku terima dari para asisten-asisten ku yang terdahulu.

PelupaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang