Hari Senin. Hari dimana Iva merasa begitu bahagia. Bahkan Kak Gia tak bisa menahan senyumnya, melihat Iva yang sudah lama menanti hari ini. Mereka berpisah saat Iva turun dari taksi, melambaikan tangan sebentar sebelum hilang di balik gerbang sekolah. Meninggalkan Kak Gia yang juga harus berangkat ke sekolahnya.Iva menghirup napas panjang. Senang luar biasa walau tau ada beberapa penganggu yang bisa merusak harinya. Intinya, Iva setia menarik sudut bibirnya karena pengumuman dan penjelasan program pertukaran pelajar sudah di depan mata. Gadis itu melangkah masuk menuju kelas, tersenyum di setiap langkah. Banyak yang menatapnya aneh secara terang-terangan. Namun Iva memasang tampang 'bodo amat'.
Termasuk saat Jack tiba-tiba hadir di sampingnya. Merangkul bahunya.
"Kemana aja? Kenapa di chat nggak bales-bales?"
Untuk manusia yang satu ini, Iva harus bisa memahami. Jack hanyalah orang yang tau beberapa fakta, tak sampai mendalam. Jack juga tak punya kaitan dengan masalah itu. Jack hanya ingin mengatakan apa yang ia tahu, karena alasan yang juga hanya cowok itu tahu.
"Terus, kenapa ditungguin di rumah nggak ada?"
Iva menyerngit. "Lo ... ke rumah?"
"Iya, lah, temen yang nggak ada kabar 2×24 jam, gimana bisa latian tinju-meninju,"
"Kepo,"
Lolos jitakan ringan di pelipis Iva. "Kalo tiba-tiba ini orang dalem bahaya, gimana? Pokoknya, nggak mau tau, lo nggak boleh ilang-ilangan kayak kemaren lagi,"
Iva mengangguk malas. "Iya-iya,"
Lalu, Iva bisa merasakan langkah kaki Jack yang dipercepat.
"Buruan, udah banyak yang ke lapangan,"
Iva menoleh. Benar, banyak siswa yang bersiap melakukan upacara awal minggu dengan wajah kusutnya. Namun tidak dengan Iva. Senyumnya bertambah lebar karena di sana, perantara pertemuannya dengan Gavin akan mengudara.
Hingga waktu yang Iva tunggu tiba. Panas terik tak membuatnya mengeluh. Matanya fokus, mendengar pidato kepala sekolah yang membuatnya berdebar. Lalu, saat kepala sekolah mulai menyinggung program yang Iva incar, tangannya mulai bergetar. Menetralisir detak jantungnya yang berpacu cepat.
"Jadi, siswa siswi yang mengikuti program pertukaran pelajar adalah.."
Iva menggigit bibir bawahnya. Memfokuskan telinga, jeli menyingkirkan nama siswa siswi lain. Terlalu semangat, apalagi melihat mereka yang terpilih berjalan maju ke depan. Iva tak sabar, bahkan telah ancang-ancang untuk berjalan mengikuti.
"..Berikut siswa siswi yang mengikuti program pertukaran pelajar. Untuk masing-masing ketua kelas diharapkan tetap di tempat untuk mengucapkan selamat. Siswa lain bisa meninggalkan tempat ke kelas masing-masing."
Mata Iva sontak melebar. Ia menelan ludah panik, menggeleng meyakinkan. Jack yang kini telah berada di sampingnya mengenggam tangan, membuat Iva menoleh kosong.
"Jack, gue salah denger, ya? Kok ... atau kelewatan satu baris, lupa disebutin?"
Rahang Jack mengeras. Berjalan cepat ke depan, bersama Iva yang masih ia genggam. Hingga sampai di hadapan Bu Eka.
"Maaf Bu, kok nama Iva nggak disebutin? Bukannya waktu itu Ibu bilang, Iva bakalan ikut?"
Bu Eka memandang mereka terkejut. Mulutnya mengatup, bingung. "Soal itu ... "
Jeda yang terjadi membuat Iva menahan napas. Menunggu tak sabar hingga menatap satu persatu guru dan siswa yang masih menetap di sana.
"Maaf, Va. Kamu tidak termasuk siswa yang bisa mengikuti program pertukaran pelajar ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ecstasy
Novela Juvenil[Completed] ÷ Matteo Farrel Altezza Gue cuma berusaha. Hasil akhir dan kelanjutannya ada di tangan lo. Maaf, karena gue hati lo terluka. ÷ Iva Anindira Meisya Kebencian terhadap orang lain selain Bunda dan Gavin ternyata nggak pernah salah, ya. ÷ J...