Fokus Farrel yang tengah mengendarai mobil tiba tiba terganggu oleh rasa khawatirnya. "Lo beneran nggak papa dirumah sendirian?""Masih agak takut, sih. Tapi mau gimana lagi?"
"Emang nyokap bokap lo nggak pulang?"
"Bunda biasanya kerja lembur. Pulang sekitar jam sebelas malem, atau bahkan nggak pulang sama sek..-" Notifikasi pada handphone Iva mengharuskan Iva membuka pesan itu. Gadis itu tersenyum setelah membacanya. "Bunda ngabarin hari ini pulang awal."
"Syukur deh kalo gitu. Seenggaknya lo nggak sendirian dirumah. Tapi lo sama nyokap lo harus tetep hati hati. Semua pintu dan jendela jangan lupa dikunci."
Berdehem ringan, Iva menoleh memandang rintik hujan yang mulai turun. Beberapa hari belakangan hujan menemani kegiatan mereka pada malam hari.
"Terus bokap lo?"
Terdiam sebentar, Iva berkata pelan. "Nyokap bokap gue udah pisah. Gue udah nggak tau lagi gimana kabar bokap sampai sekarang."
Terkejut, Farrel memandang Iva bersalah. "Maaf Va, gue nggak bermaksud unt..-"
"Nggak papa."
Merasa suasana berubah canggung, Iva mencari topik pembicaraan lain. "Ngomong ngomong, katanya lo mau liburan? Kok gue liatnya lo nggak kemana mana, ya?"
"Males, mending tidur di rumah."
Huh, dasar.
"Lo suka pantai?"
Iva suka. "Iya, emang kenapa?"
"Besok ke pantai, yuk."
Iva bersiap menolak ajakan Farrel. Ia telah merencanakan tidur panjang besok minggu.
"Jangan nolak. Mumpung lo libur, kan?"
"Oke, deal."
Bukan Iva, masih Farrel yang kekeh dengan permintaannya. "Besok abis sarapan di rumah lo, kita langsung pergi ke pantai." Lanjutnya semangat kemudian menginjak rem, berhenti di depan rumah Iva.
Memutar bola matanya jengah, Iva melangkah keluar dari mobil Farrel. "Makasih."
Mengangguk, Farrel kembali mengoceh. "Hati hati. Semua jendela sama pintu dikunci. Kalo ada apa apa langsung telepon gue."
"Kok telepon lo?"
"Emang mau nelepon Mba Nadin? Atau malah si Ken Ken itu?" Farrel sadar Iva tengah hujan hujanan saat ini. "Cepet sana masuk, jangan ujan ujanan kayak gitu. Awas aja kalo besok nggak jadi pergi karena lo sakit."
"Hm." Iva berlari meneduh di teras rumahnya. Tangannya melambai saat mobil Farrel hilang dari pandangan.
Rel, lo emang cerewet sama keras kepala, tapi gue suka.
Hah? Iva menampar pipinya beberapa kali agar sadar apa yang baru saja ia pikirkan. Kok..
Ah!
Gue suka punya temen kayak lo. Iya, temen.
Kepalanya mengangguk angguk kemudian membuka pintu rumahnya perlahan. Kakinya melangkah cepat menuju kamar menghindari dapur rumah yang kini terkesan menyeramkan. Membersihkan diri dan duduk di meja belajar, hendak mengerjakan tugas sekolahnya.
Saat tangannya membuka laci meja mengambil bolpoint hitam, napasnya tercekat kala menemukan sebuah kotak hitam kecil disana. Memandang ragu, Iva mengambil kotak hitam itu lalu membuka perlahan. Tangannya melemas menjatuhkan kotak dan isi isinya. Berdiri menghindar, tubuh Iva merosot memandang kotak itu takut. Bahunya mulai bergetar, napasnya mulai tak beraturan.
![](https://img.wattpad.com/cover/209837913-288-k427192.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Ecstasy
Teen Fiction[Completed] ÷ Matteo Farrel Altezza Gue cuma berusaha. Hasil akhir dan kelanjutannya ada di tangan lo. Maaf, karena gue hati lo terluka. ÷ Iva Anindira Meisya Kebencian terhadap orang lain selain Bunda dan Gavin ternyata nggak pernah salah, ya. ÷ J...