17.

12 10 0
                                    


Mata Iva menatap sekitar. Terlalu malu menatap Farrel yang menunggu jawaban darinya.

Tapi, memang benar tadi malam itu nyata? Bukan mimpi yang ia anggap indah itu?

Malu, dong.

Gue ngelakuin hal aneh nggak ya?

Iva mulai khawatir dan gugup karenanya.

Gue malu maluin nggak?

Benar benar. Iva tak tau apa yang terjadi tadi malam. Sememalukan apakah dirinya. Lagian, kalau dilihat lihat ekspresi Farrel tak ada sarat kebohongan sama sekali. Jadi kemungkinan besar Farrel jujur atas perkataannya kali ini.

Tamat sudah.

Ia sama sekali tak ingat apa yang terjadi. 'Uljima' adalah kata terakhir yang ia dengar dari mulut Farrel tadi malam. Jika memang nyata sih, ia ingat saat Farrel menonjok dinding kamarnya. Ia ingat saat Farrel memberi pelukan atas rasa takutnya. Ia juga ingat saat ia menangis di pelukan Farrel. Tapi, masa sih itu semua nyata?

"Masa sih bukan mimpi?"

Farrel tersenyum gemas. Ia sentuh pangkal hidung Iva sebentar. "Bukan lah,"

Iva mengerjap. Ia kira perkataannya tak dapat Farrel dengar.

Terus, kalau bukan mimpi, apa yang terjadi tadi malam?

Argh! Tentu saja Iva tak ingat karena ia tertidur lelap. Ia penasaran. Ia ingin tahu apa yang terjadi setelah ia tidur di pelukan Farrel semalam.

Bayangkan saja. Tertidur setelah menangis sesegukan di pelukan seseorang saja sudah termasuk hal yang memalukan, bukan?

Iva ingin tahu. Namun ia akan malu jika bertanya langsung dengan Farrel. Tapi, dengan siapa lagi ia harus bertanya jika tidak dengan Farrel?

Hah..

Gimana dong? Kalau tak tau apa apa seperti ini kan, Iva jadi bingung bagaimana bersikap di hadapan Farrel.

"Va,"

Iva menatap mata Farrel ragu. Ia tunggu apa yang akan Farrel katakan.

Farrel tatap wajah yang sedang berfikir itu. Terlihat lucu dengan mata yang mencoba mengingat sesuatu.

Farrel mendekat. Kembali membuat Iva berdebar saat otaknya dilanda kebingungan.

Farrel tersenyum tipis. Ia usap pangkal hidung Iva untuk kesekian kali. "Lo lucu tadi malem," ucapnya. "Mau tau tadi malem kayak gimana?"

Iva tak berani mengangguk sekalipun ia sangat ingin tau. Ia makin khawatir saat otaknya tiba tiba bertanya bagai menjungkirbalikkan apa yang beberapa detik lalu ingin ia ketahui.

Nanti, setelah tau apa yang terjadi semalam, apakah ia akan lega? Lega karena tak sememalukan pemikirannya tadi? Atau malah semakin malu karena perilakunya lebih memalukan dari perkiraannya?

Apa Iva semakin tak berani menatap Farrel jika mengetahui apa yang terjadi?

Farrel raih bahu Iva. Iva kembali menahan napas saat jarak diantara mereka semakin berkurang. Cowok itu terkekeh sebentar. "Nanti gue ceritain kalo memang lo pengen tau,"

Farrel rangkul bahu Iva. "Sekarang berangkat, lima menit lagi lo telat."

Oh, Iva lupa apa yang membuatnya buru buru saat memasak tadi. Ia berjalan pasrah saat Farrel membawanya keluar dari rumah lalu duduk di samping kursi kemudi mobil Farrel. Masih dengan otak yang lambat berfikir atas apa yang harus dilakukan menghadapi kejadian yang tak ia ketahui sama sekali. Masih dengan hati berdebar dan detak jantung yang berpacu cepat.

EcstasyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang