13.

15 13 1
                                    


"Makan bareng dulu yuk, Va."

"Enggak."

"Kali ini aja,"

"Tetep enggak, Ken."

"Di depan ada penjual soto ayam. Disana aja gimana?"

Memang rata rata cowok di muka bumi ini keras kepala, ya?

"Turunin saya."

"I..iya iya. Tapi lain kali lo nggak boleh nolak. Gue nggak mau tau."

Cih. Mahasiswa kayak anak tk. Malu maluin aja.

Iva melipat tangannya didepan dada sembari mengembungkan pipinya sedikit. Ia tak mau berpegangan atau semacamnya pada Ken. Ini saja karena Ken mengancamnya.

Itulah yang terus Iva lakukan sampai mereka sampai dirumahnya. Iva cepat cepat melepas helm agar ia bisa bertemu kasur empuknya segera.

"Mampir boleh?"

"Udah malam. Saya butuh istirahat." Iva berucap sedatar datarnya, berharap Ken peka bahwa itu adalah sebuah penolakan.

"O..oke. Tapi besok pulang sekolah gue jemput, ya? Gue kuliah pagi."

"Nggak usah. Saya punya sepeda."

Ken menghembuskan napas putus asa. Tapi ia masih berusaha menemukan waktu yang pas untuk berduaan dengan Iva.

"Kalo berangkat kerja gue jemput, gimana? Itung itung hemat nggak perlu naik bus."

Iva lelah. Daritadi ia menahan kakinya agar tetap berdiri tegak. Sekolah dan bekerja benar benar menguras tenaga. Gadis itu menyerahkan helm kepada Ken. Ia memandang Ken kesal.

"Ken, saya butuh istirahat." ucapnya kemudian masuk ke dalam rumah tanpa melihat ekspresi Ken yang tengah menahan amarah.

÷÷÷

Iva benar benar membanting tubuhnya di atas sofa ruang tamu. Rasa lelah yang membelenggu akhirnya perlahan menghilang seiring waktu. Ia melepas sepatu dan kaos kaki mempertemukan kaki telanjangnya pada dinginnya lantai. Hanya hal sederhana yang membuat Iva merasa rileks.

Gadis itu menutup matanya. Hanya satu menit lalu membuka matanya kembali. Iva tak mau tertidur di sofa ruang tamu seberapa lelah apapun tubuhnya. Lagipula masih terdapat satu dua tugas yang harus dikumpulkan besok pagi. Ia tak mau menyapu tangga sekolah lagi.

"Huft,"

Iva berdiri. Gadis itu mengunci semua pintu dan masuk ke dalam kamar. Ia sempatkan mengecek handphone takut takut Maya memberinya sebuah kabar.

Tak ada.

Tangannya segera menekan aplikasi pemutar musik. Hanya sedetik kamarnya terisi dengan alunan suara indah pangeran pangeran tampan yang menjadi motivatornya. Setelah meletakkan handphonenya, gadis itu berjalan mengambil satu set pakaian tidur masuk ke dalam kamar mandi.

Hanya butuh lima menit Iva selesai membersihkan tubuhnya. Setidaknya air membuat matanya terasa lebih segar.

Gadis itu duduk dan mulai mengerjakan tugas sekolahnya. Baru mengerjakan satu nomor Iva mengarahkan pandangannya pada handphone yang berdering karena panggilan dari seseorang.

Iva mengambil handphonenya. "Halo?"

"Hoodie lo ketinggalan ya, Va?"

"S..siapa?" Iva belum tau siapa yang meneleponnya. Nomor tidak dikenal.

"Lo belum save nomer gue?" Iva tau orang diseberang telepon kesal karena itu.

"Ini gue Farrel. Gue udah bilang untuk save nomer gue berapa kali, coba?"

EcstasyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang