36.

5 0 0
                                    


Seoul N Hotel terasa tak pernah sepi saat Iva membuka mata. Ya ... Iva memang baru membuka mata beberapa jam belakangan, sih. Ia bangun jam tujuh pagi waktu Korea disambut cahaya matahari pagi yang menembus tirai putih susu. Iva sungguh excited berlari menuju jendela dan melihat pemandangan kota.

Seoul, yeoreobun. Tempat yang bahkan Iva tak berani bermimpi dapat mengunjungi. Tempat yang Iva taunya para idol kpop-nya tinggali. Tempat yang Iva pikir sangat indah, sangat luar biasa.

Pemandangan pagi Seoul--seperti yang Iva bilang--ramai. Dari lantai 17 yang Iva tempati, sudah banyak kendaraan yang berlalu lalang di bawah. Banyak gedung-gedung di seberang jalan bertuliskan huruf hangeul yang menarik mata. Ada juga manusia-manusia sibuk pagi hari yang berjalan cepat dengan tujuan masing-masing.

Udara paginya segar. Khas udara kota besar yang ramai kegiatan. Langitnya cerah, matahari mulai naik menyinari kota. Pertamakali Iva lihat, ia dibuat speechless di tempat.

Perjalanan tadi malam panjang. Sampai di hotel yang berada di Dongdaemun-gu ini pukul dua dini hari, menaiki taksi dari bandara mengandalkan google dalam berbahasa. Ray sudah tepar, beruntung masih mau diajak jalan. Iva yang saat itu berusaha menyesuaikan perbedaan waktu, berangsur terbiasa saat taksi mulai melaju. Matanya yang malah jadi tak terserang kantuk sama sekali melihat situasi jalan yang dilewati. Malam Seoul indah, sangat indah. Hati Iva sampai bergetar takjub.

Kamar hotel Iva luas. Luas sampai barang-barangnya yang sempat diletakkan begitu saja tak terlalu menganggu, menyesakkan ruangan. Ia berpisah dengan Ray, tentu saja. Antisipasinya Ray terletak tepat di sebelah kamarnya. Sekalipun Iva baru pertama kali pergi jauh seperti ini--bahkan langsung beda negara--ia merasa ia harus bisa. Mandiri, mudah menyesuaikan situasi. Iva tak mau menyusahkan Ray yang pasti baru pertama kali ke sini juga.

Iva rasa sih, ia bisa. Sukses memanggil taksi hingga sampai di Seoul N Hotel ini, sudah luar biasa mandiri, 'kan? Mengalahkan rasa takut dan linglungnya di negara orang.

Gadis itu beralih. Mengambil kotak susu dari dalam kulkas kecil, meneguknya haus. Iva tadi malam sama-sama langsung tepar saat bertemu dengan kasur. Bahkan mengabaikan haus yang sudah menderanya sejak perjalanan.

Tubuhnya masih sedikit lelah. Pegal karena tujuh jam lamanya hanya duduk, bahkan saat mencoba tidur. Iva sama sekali tak dapat tidur saat penerbangan. Dilingkupi rasa gugup dan khawatir akan apa saja yang menanti di depan.

Merasa lega, gadis itu mengambil ponsel yang entah bagaimana bisa berada di bibir kasur. Tertutup selimut yang untungnya masih dapat dilihat sudutnya.

Ia menggulir pesan. Membalas Bunda yang bilang sudah pergi ke rumah sakit subuh-subuh tadi. Bersama Kak Gia, pasti mengabaikan tubuhnya yang juga masih lelah. Ia membalas akan menyusul, nanti setelah bersiap dan menemui Ray.

Yang dapat Iva lihat hanya pesan milik bunda. Milik papa juga ada, juga milik Jack yang sekilas terlihat mungkin penting. Mood-nya menurun melihat tak ada balasan atas voice note yang ia kirim kemarin sore. Daripada memburuk padahal suka suasana pagi ini, gadis itu melempar ponselnya dan kembali berjalan menghampiri jendela. Duduk di bawah, menyandar pada jendela kaca sambil melihat-lihat. Sesekali ia meneguk susu yang belum sepenuhnya habis itu.

Berdasar suasana hatinya yang baik, Iva memutuskan untuk berjalan lebih santai. Ia tau, masih banyak hal yang harus dihadapi di depan, yang mungkin lebih mengejutkan. Namun, agar semuanya selesai, ia tau ia harus mampu menghadapinya. Yang penting, jangan terlalu dianggap serius tetapi juga harus dipikirkan baik-baik. Rileks dan santai, lebih menyerahkan semuanya pada Tuhan dan percaya pada dirinya sendiri. Ia tau, mungkin hanya ini yang ia bisa. Namun, sekeras ia berusaha, ia juga tau tak sepenuhnya akan gagal.

EcstasyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang