Entah karena lupa atau apa, Iva sama sekali tak menemukan buku tugas miliknya yang biasanya selalu tersimpan di dalam tas. Mengeluarkan seluruh isi tas diatas meja--mengundang perhatian Jack yang baru duduk disampingnya."Lo kenapa?" Jangan lupakan bahwa sampai saat ini Jack belum mengetahui nama Iva.
Menoleh, Iva cepat cepat membereskan barang barangnya yang berantakan di atas meja. "Nggak papa." jawabnya datar. Membasahi bibirnya gelisah, sosok Pak Ridwan--guru sejarah yang mengajar kelasnya--berjalan masuk membuatnya lebih gugup takut dikeluarkan dari kelas, menjalani hukuman menyapu tangga sekolah--hukuman yang selalu ia berikan. Iva tak pernah malu jika disuruh mengerjakan hal seperti itu. Hanya saja, Iva tak mau ketinggalan pelajaran, memperlambat keinginannya mengikuti program pertukaran pelajar.
"Kumpulkan buku tugasnya. Se-ka-rang."
Semua siswa berdiri, berjalan menunduk mengumpulkan tugas yang Pak Ridwan berikan minggu lalu. Pak Ridwan terkenal tegas, tak segan memberikan hukuman meski telat masuk kelas sedetik saja. Lagi, hukuman yang diberikan tak main main. Pernah suatu ketika ada satu siswa yang ketahuan bermain handphone di jam pelajarannya. Pak Ridwan langsung menyita handphone siswa itu-1 minggu-dan di beri hukuman membersihkan tangga sekolah-SMA Pancasila berlantai tiga-plus membersihkan gudang atap yang katanya sedikit angker. Iva menoleh melihat Lia, gadis yang menerima hukuman itu. Benar. Perempuan. Dan setelah kejadian itu, Lia tak pernah lagi memunculkan handphonenya di dalam kelas, sampai detik ini.
Apa kali ini, Iva harus merasakan apa yang Lia rasakan?
"Iva! Kenapa diem aja? Kumpulkan bukumu!"
Tersentak, Iva memandang Pak Ridwan yang juga memandangnya tajam. Tangannya dilipat di depan dada, mengetukkan kaki pertiga sekon pada putihnya lantai. Suasana kelas sunyi--lebih sunyi dari biasanya--dan diam diam para siswa melirik Iva kesal.
"B..buku sa..-"
"Kamu tidak mengerjakan tugas, iya?!"
"Bu..bukan gi..-"
"Keluar dari kelas. Siswa yang tidak mengerjakan tugas yang saya berikan, tidak pantas mengikuti pelajaran saya."
Menghembuskan napas pasrah, Iva menggerakkan kakinya, berdiri dari duduknya.
"Maaf, Pak. Seharusnya Bapak tidak melakukan ini."
Kini semua siswa menatap pojok belakang, tempat dimana Iva duduk di kelas ini. Matanya bergerak gelisah, takut takut Pak Ridwan memberikan hukuman lebih kepadanya. Demi apapun Iva tak mengatakan apa apa, dan semua orang pun tau jika Iva tak mungkin melawan perintah guru.
"Kamu nggak usah ikut campur," sangat lirih, Iva berbisik pada Jack yang berdiri disampingnya.
"Diem a..-"
"Kamu ngelawan saya?!" Pak Ridwan kini beralih menatap Jack tajam.
"Percaya sama gue," itu bisikan Jack berusaha memberi ketenangan pada Iva.
Jack membalas tatapan Pak Ridwan, memantapkan hatinya berharap tindakannya tak mencoreng namanya yang baru masuk sekolah ini kemarin.
"Teman semeja saya tidak mengerjakan tugasnya karena saya terlalu sibuk mengganggunya untuk menemani saya mengelilingi sekolah ini, Pak."
"Bukankah tidak mungkin kamu mengganggunya hingga malam hari?" Pak Ridwan mendekat, menginterogasi mereka lebih dalam. "Kamu siswa baru, kan? Jangan buat alasan untuk membela teman semejamu itu kalau kamu nggak mau ikut dihukum sama dia."
Pak Ridwan terlihat menghela napasnya. Ia berjalan kembali menuju meja guru, duduk kemudian membuka buku pelajaran. "Kalian berdua keluar dari kelas. Seperti biasa, bersihkan semua tangga yang ada di sekolah." ucapnya datar, masih menatap buku didepannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ecstasy
Novela Juvenil[Completed] ÷ Matteo Farrel Altezza Gue cuma berusaha. Hasil akhir dan kelanjutannya ada di tangan lo. Maaf, karena gue hati lo terluka. ÷ Iva Anindira Meisya Kebencian terhadap orang lain selain Bunda dan Gavin ternyata nggak pernah salah, ya. ÷ J...