Prolog

1.9K 224 376
                                    

Bunyi bel selalu tepat waktu tak pernah mundur atau terlalu cepat. Begitu bahagianya siswa-siswi ketika bel pukul sepuluh itu bergema.

Saat semua sudah berbondong-bondong ke kantin, tidak dengan Agea. Ia belum siap mengerjakan latihan fisika.

Buk Yun selaku guru memberi Agea kemudahan, dalam dua menit ia harus selesai. Siap tidak siap ya tentunya dikumpul.

Keysa dengan senang hati menunggu Agea, tetapi sedikit menggerutu pelan.

"Satu lagi, bentar Key." Agea yang paham dengan tampang Keysa.

Agea pun selesai, ia pun memberikan ke Buk Yun.

Beruntung guru fisika itu baik hati. Coba kalau tidak, yang ada Agea ditinggal.

"Tumben lu lamban Ge, biasanya nomor satu mulu," ucap Keysa ketika Agea merapikan kotak pensilnya.

"Ini mah gara-gara Dino tuh parah. Masa dia minta tunjukin eh dia duluan yang selesai," kesal Agea perihal tadi.

"Biasalah, cari perhatian lu tuh si Dino."

"Yakali," jawab Agea.

Mereka pun segera ke kantin yang tak jauh dari kelas.

Ramai, itulah kata yang cocok saat mereka sampai di kantin. Entah berapa ratus orang satu sekolah ini.

Harusnya anak kelas sepuluh, sebelas, dan dua belas dibedakan jam istirahatnya agar tidak terlalu antri. Begitulah pemikiran Agea. Harusnya begitu. Tapi tentu itu tak akan pernah teralisasikan.

Saat sudah mendapatkan kursi kosong, Agea dan Keysa pun duduk. Sembari menunggu makanan datang. Agea mengedarkan pandangannya ke segala penjuru kantin.

Jadi, beginilah jadi adek kelas. Senang rasanya melihat kakak kelas yang sedang makan sambil ditemani anak cowok main gitar. Mereka bercanda tawa seakan tak ada beban. Padahal waktu ujian akan segera datang.

Saat mata Agea tertuju kepada kerumunan kakak kelas itu. Ada sosok seumuran dengannya, kelas sepuluh juga di antara kakak kelas itu. Tak sengaja matanya melihat cowok yang diam-diam ia suka dari mulai bersekolah di SMA. Ia berperawakan tinggi, hidungnya mancung, dan tinggi. Ia tersenyum. Dan sangat manis. Agea lama memandangnya.

Jujur, ini pertama kalinya Agea menyaksikan senyumnya dia. Biasanya dia dingin, tatapannya tak ada lembutnya. Berpapasan di jalan pun dia enggan menyapa, ya itu karena mereka belum saling mengenal tentunya.

Entah sadar atau tidak, Andra menoleh ke Agea. Agea dengan cepat menoleh dan bersikap tak tau apa-apa. Sekilas yang Agea lihat, saat Andra mengarahkan sepasang bola matanya ke arahnya, senyumnya hilang dan ia memalingkan muka.

Selang beberapa menit, Agea melihat kembali ke arahnya. Namun, Andra dan kawan-kawannya telah pergi dari tempat. Agea sadar kalau Andra tidak menyukainya. Walaupun hanya asumsi.

"Ge, ga makan lu?" Keysa menyadarkan Agea dari lamunan.

Semangkok siomay terletak di depannya. Keysa lebih dulu melahapnya.

Agea menyibukkan diri dengan pikirannya. Tentu makanan ia lahap juga. Tak ingin perutnya kosong begitu saja. Saat pikiran tentang Andra bertebrangan di benaknya. Segera ia menyingkirkan hal itu.

Ia hanya ingin satu hal, seseorang yang ia suka tau akan perasannya. Perihal diterima atau tidaknya perasaannya itu tergantung dia. Agea tak memaksa. Memang hati rentan untuk menerima, walau tak sesuai imajinasi.

***

Agendra ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang