Eighteen

1.3K 127 318
                                    

Tinggal pelajaran terakhir sebelum waktunya istirahat, tetapi sudah ada yang mengantuk walaupun waktu masih terbilang pagi. Guru bahasa Inggris, Buk Yuli itu segera menunjuk Ilham yang keliatan menguap. "Kamu segera cuci muka keluar," perintah Buk Yuli dengan nada sedikit membentak.

Aldi segera menegakkan punggungnya. Menoleh pada Agea, "bukan gua kan yang dipanggil." Aldi cemas, kekhawatiran menjalar ditubuhnya.

Agea mengangguk jahil. Tangannya mempersilahkan Aldi untuk maju ke depan. Aldi salah tingkah, digaruknya tengkuk yang tak gatal itu. Kakinya berdiri, lambat namun pasti ia berjalan.

Tak tahan menahan tawa, Agea menarik Aldi cepat, "haha kok ditipu mau sih?" ucap Agea pelan. Aldi mukanya merah padam karena ditipu. Bisa saja ia ditertawai habis-habis kalau tetap berjalan ke depan kelas. Membuat malu.

"Jahat bener jadi temen." Aldi membalas tak kalah pelan. Agea tersenyum senang. Andai saja ia membiarkan Aldi pergi ke depan dan bicara dengan Buk Yuli, mungkin tawa Agea tak akan terbendung lagi dan mulai terbahak-bahak mungkin sampai terjengkal dari kursi.

Ilham segera pergi dari bangkunya dengan malas-malasan. Ia tutup pintu dengan pelan menyisakan keheningan didalam kelas.

Buk Yuli mulai berdiri dari kursinya. Tangannya bersedekap. Bibir berlipstik maroon itu mulai bergerak, "sekarang silahkan buat dialog tentang Expression of Surprise and Amazement, berdua ya, boleh sama siapapun partnernya terserah. Waktu kita tinggal satu jam tiga puluh menit, jadi silahkan buat dialognya selama tiga puluh menit dari sekarang."

Buk Yuli menatap anak didiknya satu persatu, karena tak ada yang menyahutnya ia memukul papan tulis dengan tangan kanannya sekali. Membuat suara hening dikelas langsung bersautan, "iya buk." Dan ada juga yang menjawab, "baik buk." Suara gaduh tadi kemudian hening kembali saat Buk Yuli memutuskan untuk keluar kelas.

Aldi menatap Agea sebentar, kemudian menggeleng cepat, "ah gak deh. Ga mau sama lo. Gua dendam pokonya." Aldi beranjak dari kursinya. Agea tak sempat menarik Aldi seperti tadi, sang ketua kelas itu sudah pergi dari sisinya.

Aldi menggeser duduk Dino, membuat lelaki itu sedikit kaget karena kehadirannya.

"Sana buat sama Gea. Gua sama Riska." Aldi mendorong Dino hingga hampir terjengkal dari kursinya.

"Siapa lo berani nyuruh-nyuruh?" Dino tak juga beranjak dari kursinya. Aldi menendang-nendang kursi Dino. Suara kegaduhan itu membuat pekak telinganya. Ia pun berdiri.

"Puas lo?" ketus Dino. Tanpa menunggu jawaban dari Aldi, ia segera menuju ke kursi disamping Agea. Tentu gadis itu sudah bisa menebak dengan siapa Aldi menukar partnernya.

Lirikan mata Dino mengarah pada mata coklat bening Agea. Merasa ditatap, tangan Agea dengan cincin silver dijari manisnya itu ia usapkan ke muka Dino. "Cuci muka sana. Lo keliatan ngantuk kayak Ilham."

Dino meringis. "Si Ilham mah dari dulu ngantuk mulu." Tak menyangkal, memang benar begitu kelakuan Ilham saat-saat jam akan berakhir. Bahkan dijuluki oleh Buk Tuti putra tidur. Ada-ada saja.

"Iya kan penerusnya lo. Kang ngantuk." sanggah Agea cepat. Kekehan keluar dari mulutnya.

"Ga banget. Gua orangnya ga ngantukan kok. Begadang aja kuat sampe jam 2 pagi." Dino memilih curhat. Walau hal itu tak perlu dicerna Agea karena malas untuk menanggapi.

Karena hening selama beberapa detik, cowok disamping Agea memilih untuk membuka obrolan kembali. "Kanvas lo gimana? Udah selese?" Dino menopang dagunya dengan tangan kanannya. Matanya beralih menatap mata Agea. Sontak gadis itu mengalihkan pandangannya ke depan.

"Ya belumlah. Gue bukan lo yang udah selese dari kemarin-kemarin." Agea mendengus sebal diakhir kalimatnya. Padahal Dino tau, Agea tak seberbakat itu untuk melukis. Mungkin butuh waktu sebulanan sampai akhirnya ia menyelesaikan. Sedangkan Dino, tentu saja cowok itu sudah menyelesaikan tugas dengan cepat.

Agendra ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang