Keysa selesai mengganti baju seragam pramukanya dengan baju olahraga. Dilihatnya seruangan WC, belum ada juga pintu yang terbuka selain dirinya. Keysa mengetuk pintu Agea dan Riska bergantian. "Cepetan woy," desaknya. Di bahunya ia lampirkan seragam pramuka lengkap beserta rok.
Agea dan Riska keluar bersamaan. "Buru." Keysa mempercepat langkahnya diikuti oleh Agea dan Riska di belakang. "Ngapain dah cepet-cepet," celetuk Riska berbisik. Agea tak tahu memilih mengangkat bahu.
Mereka sandarkan seragam pramuka dikursi. Kemudian menutup pintu kelas. Ketiganya berlari sedikit karena semua sudah berbaris di lapangan.
Pak Tono meniup pluitnya. "Baik anak-anak. Sekarang kita pemanasan. Aldi pimpin." Sudah seharusnya nasib ketua begini. Aldi dengan sempoyongan berdiri ke depan.
Memutar kepala ke kanan, ke kiri ke atas menggunakan tangan adalah awal dari pemanasan. Terakhir adalah berlari-lari kecil di tempat. Selesai melaksanakan itu, Pak Tono kembali membunyikan peluitnya.
"Baik anak-anak silahkan keliling lapangan 3 kali ya. Baik, mulai." Pak Tono menginterupsi kita untuk segera berlari.
Agea paling tak bisa olahraga. Baru setengah lingkaran ia berlari, jantungnya berdegup cepat, juga lelah di kakinya ia rasakan. Agea berhenti sejenak, meletakkan kedua tangannya di pinggang seraya berkali-kali mengatur nafas.
Keysa menepuk pundak Agea. "Ayo-ayo semangat." Dirinya pun meninggalkan Agea duluan. Dengan langkah terpaksa, Agea mulai berlari. Mengejar ketinggalannya.
Satu lingkaran putaran dilewati Agea, sedangkan teman-teman yang lain sudah dua kali. Namun siapa yang memperhatikan, guru olahraga mereka saja sedang mengobrol dengan guru olahraga lain, Pak Wanto.
Saat semua sudah selesai tiga putaran, Agea ikut bergabung dengan mereka. Mengatur nafasnya yang terasa mencengkam. Tak lupa ia sela keringat di dahi menggunakan lengan baju.
Materi yang diberikan Pak Tono Minggu ini adalah Voli. Pak Tono mengambil bola, menjelaskan langkah-langkah bermain. Agea lemah sekali dalam olahraga. Sering dia lihat pelajaran Voli mulai dari waktu SD, SMP, namun apa daya, sudah SMA pun ia tak bisa.
Semua kebagian melakukan servis. Saat giliran Keysa, ia diberi tepuk tangan karena lemparan yang bagus. Bola ditangkap Aldi dari seberang. Ia lemparkan bola itu ke siswa selanjutnya.
Agealah selanjutnya. Saat bola itu dilempar Aldi, bukannya menangkap, Agea malah ditabrak bola itu sendiri. Agea oleng sesaat. Ia memegang kepalanya sakit.
Banyak yang menahan tawa, entah apa yang lucu. Bukannya membantu temannya. Pak Tono membunyikan peluitnya. Agea mengambil bola yang sudah menggelinding itu.
Dimulainya servis pertama. Bukannya mengenai bola, tangan Agea malah menjatuhkan bola itu sendiri.
"Sekali lagi, Pak." Agea menunjukkan satu jari telunjuknya ke belakang, ke arah Pak Tono. Dibalas anggukan oleh guru favorit Aldi.
Servis kedua Agea mulai. Tangannya berhasil mengenai bola, tetapi bola tidak berkerjasama dengannya. Baru mengenai, bola itu sudah menggelinding kembali ke tanah.
Agea mendengus, ternyata ia tak pernah bisa melakukan jenis olahraga apapun, berbeda dengan dirinya di akademik. Agea mundur dari posisinya, diganti oleh teman lainnya.
Berharap dirinya bisa percobaan selanjutnya, Agea tak mau mempermalukan dirinya. Namun nihil, setelah percobaan kedua pun bola tak bersahabat dengan dirinya. Menggelinding ke tanah, mencoba mencemooh Agea sepertinya.
"Ah sebel bat gue."
Agea dan kedua temannya tiba di kantin. Lima menit yang lalu mata pelajaran olahraga berakhir, namun waktu masih tersisa banyak. Daripada ke kelas, mending mampir dulu ke kantin, supaya tak ke kantin lagi waktu jam istirahat karena antriannya yang minta ampun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Agendra ✔
Teen FictionIni kisah Agea dan Andra. Pasangan? Jelas bukan. Lalu, apa yang terjadi di antara mereka hingga judul cerita adalah gabungan dari nama mereka? Penasaran? Click, happy reading~