Baju coklat dengan kacu di lingkaran lehernya tengah dia rapikan. Terhitung sudah lima hari kelas sebelas Agea jalani. Di kelas sebelasnya sekarang, walaupun tidak ada teman dekat, Agea merasa cukup nyaman. Sebab ada Putri sebagai gantinya. Teman sebangkunya itu memang memiliki wajah "songong" kelihatannya, tapi setelah dekat dia tahu Putri baik.
Terhitung juga selama sebangku dengan Putri, Agea juga mengetahui fakta bahwa dia dianggap teman dekat olehnya.
Sekarang Agea sudah selesai dengan pakaiannya. Diambilnya tas dan diletakkannya ke bahu kiri. Berlanjut langkah kaki yang sudah terbalut kaus kaki itu ke arah kamar Age, Abangnya.
Tanpa mengucapkan apa pun atau sekadar mengetuk, Agea membuka pintu kamar Age. Terlihat jelas ada seseorang yang duduk di meja belajar dengan kepala tertunduk. Lumayan kaget Agea melihat Abangnya itu masih belajar.
"Bang anterin," ucap Agea.
Age menoleh ke belakang. Di ambang pintu kamarnya ada Agea dengan posisi berdiri. Age menurunkan pensil di jemarinya. "Iya, bentar."
"Bang, serius, lo beda banget kalau udah belajar. Semangat Bang, lo pasti bisa lulus SB." Kata-kata yang dilontarkan Agea mampu membuat seutas senyum dari Age.
Namun ada perbedaan dari Age ketika dia sudah berdiri. "Bang, lo kok rapi gini?" tanya Agea rada kebingungan. Dari Abangnya bangun pagi, sedang belajar, dan berpakaian rapi.
"Yaiyalah. Ujiannya tuh hari ini. Abis nganter lo gue langsung ke UPI." Penjelasan dari Age membuat Agea mengangguk yang kemudian dia mundur dari pintu ketika Age menuju ke sana. Hari ini Abangnya akan ke Universitas Pendidikan Indonesia yang berlokasi di kota Bandung untuk melaksanakan ujian SBMPTN.
Age menyambar tas di gantungan belakang pintu. Dimasukkannya juga alat peragat untuk keperluan ujian. Tak lupa jaket dibawanya.
Tak ada sahutan lagi oleh Agea. Sekarang dia paham mengapa akhir-akhir belakang ini Abangnya sangat rajin. Lalu diikutinya Age hingga ke garasi. Sebelum itu tentu Agea memakai sepatunya dahulu. Dan saatnya mereka menuju sekolah.
***
Hiruk pikuk keadaan koridor di saat Agea berjalan. Jelas saja karena ulah kakak kelas. Meski begitu Agea juga tak dapat menegur mereka, dia hanyalah Adik kelas. Mungkin akan sama keadaannya nanti ketika Agea di kelas dua belas juga.
"Gea, Gea!" Suara seseorang memanggil Agea. Di tengah koridor yang dipenuhi oleh mayoritas kakak kelas itu, Agea tak tahu siapa yang memanggilnya.
Satu tepukan mendarat di bahu Agea. Serentak Agea menoleh kepada pelakunya. Di sana Putri menyengir. Dia juga terlihat antusias menyapa Agea tadi, hingga bersorak. Bahkan ada beberapa kakak kelas yang juga ikut mencari sumber suara.
"Kenapa Put? Lagi seneng keliahatannya," ungkap Agea bersamaan dengan dia dan Putri yang melanjutkan perjalanan menuju kelasnya. Tentu mereka akan menaiki tangga terlebih dahulu.
"Lo kan kenal sahabat gue, nah dia diutus buat lomba FL2SN, loh!" seru Putri bersemangat.
Ada kerutan di dahi Agea saat berpikir sahabat yang mana dia maksud. Tak cukup sepuluh detik berpikir, Agea pun tahu. Bukankah sahabat Putri yang paling dekat hanyalah Andra?
"Lombanya bidang apa?" tanya Agea lagi. Dia tak perlu menanyakan siapa seseorang yang dimaksud Putri, dia sudah dapat menerkanya. Dan Agea dapat menjamin dugaannya benar.
"Lomba musik akustik gitu. Btw, cuman dia loh satu-satunya perwakilan anak MIPA. Selebihnya anak IIS."
Berada di tengah tangga, ada seseorang yang menyahut. "Ngomongin gua?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Agendra ✔
Teen FictionIni kisah Agea dan Andra. Pasangan? Jelas bukan. Lalu, apa yang terjadi di antara mereka hingga judul cerita adalah gabungan dari nama mereka? Penasaran? Click, happy reading~