Pagi cerah tak seperti biasanya. Agea telah siap dengan seragamnya. Hari ini ia diantar Papanya. Begitu juga dengan Alka, hari pertama ia sekolah. Karena belum mendapat seragam yang sama dengan Agea pakai, Alka memakai seragam lamanya.
Agea duduk di belakang, diikuti Alka. "Lu duduk didepan lah," sewot Agea. Alka tanpa pikir panjang berpindah duduk.
Mobil melaju, keheningan membaur. Agea menatap jalan disampingnya. Lama melihat pemandangan pepohonan dan kios-kios yang baru buka, Agea mengedarkan pandangannya ke depan. Tak sengaja matanya melihat spion. Di sana Alka berkaca, merapikan rambutnya. Sekilas dia tersenyum setelah melihat pantulan wajah Agea dengan wajah datar dan membalas dengan senyum kecut.
Satpam di depan gerbang menyapa siswa-siswi yang datang. Dengan ramahnya, Fadli tersenyum ke satpam itu. Kemudian mengklakson mobilnya pertanda pamit pergi.
Agea, kedua tangannya memegang erat tali tas. Ditunggunya Alka yang terdiam didepan gerbang. Mengamati secara saksama, mulai dari warna cat pagar yang senada dengan warna pakaiannya, coklat muda.
"Btw emang lu udah daftar?" bisik Agea.
Alka mengangguk pelan, "ya kali belum, berani banget gua masuk sekolah lu." Seperti kemarin, jawaban ketus Alka sama saja.
"Yaudah." Tak ingin ada perpanjangan obrolan Agea berjalan lebih dulu.
"Eh gua gatau di mana kelasnya," papar Alka kebingungan. Ia tetap mengekori Agea yang kini mengangkat kedua bahunya acuh. "Bodo amat," ucapnya tak kalah ketus.
Alka menggaruk kepalanya yang tak gatal. Bingung harus ke mana. Langkah kakinya mensejajarkan dengan Agea. Mana tau Agea hanya bercanda dan akan menunjukkan arah yang benar padanya.
Pintu kelas terbuka lebar, anak-anak sudah banyak yang datang. Banyak yang duduk di depan kelas, ada bangku panjang bertengger di sana. Agea masuk ke kelas sambil mengucap salam. Dilihatnya Keysa sedang menyalin tugas.
"Pagi Gea." Keysa melambai sedetik. Kemudian tangannya kembali menyalin.
Mita disamping Keysa mematap Agea. "Lu bawa siapa Gea?"
Agea yang dari tadi tak sadar kalau ia telah membawa Alka ke kelasnya. Ia berbalik badan, Alka yang merasa dirinya ditatap menyahut, "Kelas gua di sini ya?"
Agea mendorong Alka sampai ke luar. "Bege banget sih. Ini kelas gua!" Alka sudah berada di luar kelas.
Ditariknya tangan Agea. Mereka jadi bahan perhatian. Agea yang terseret mengikut.
"Kemana sih?"
"Ke ruang guru lah. Gua gatau kelas gua di mana." Alka masih menyeret Agea walaupun ia tak tahu di mana tepatnya ruang guru itu berada. Mau tak mau Agea menunjukkan arah ke tempat ruang guru.
"Emang ga dibilang sama Mama lu kelas lu di mana?" Agea melepaskan tangan Alka. Memilih berjalan sendiri.
Alka melirik sebentar ke Agea. "Nah itu tuh gua lupa." Agea pasrah kalau sudah begitu. Lupa adalah manusiawi. Mau tak mau solusinya hanya bertanya. Karena malu bertanya, sesat di jalan. Seperti yang Alka hari ini alami, main masuk saja ke kelas orang.
Di ruang guru, Agea memutar bola matanya mencari wali kelasnya. Dari arah kiri dia berada, di sana ada Buk Rina. Agea mengajak Alka ke sana.
"Misi buk. Boleh nanya buk? Ada anak baru namanya Alka. Dia ga tau kelasnya di mana buk—"
"Alka ya?" potong Buk Tuti yang duduknya di depan Buk Rina. Seperti sudah tau kalau ia kedatangan murid baru.
"Iya buk," kali ini Alka yang menjawab.
KAMU SEDANG MEMBACA
Agendra ✔
Teen FictionIni kisah Agea dan Andra. Pasangan? Jelas bukan. Lalu, apa yang terjadi di antara mereka hingga judul cerita adalah gabungan dari nama mereka? Penasaran? Click, happy reading~