Thirty One

1.1K 81 643
                                    

Waktu menunjukkan pukul dua siang lebih. Hari Minggu kali ini sangat sepi. Bukan karena penghuni rumah Agea tak ada. Semuanya ada, lengkap, tetapi sedang melakukan aktivitas sendiri-sendiri. Mamanya yang sibuk membuat salad buah karena ingin kesegaran di siang hari ini. Papanya sekarang di meja kerja, belum keluar dari pagi tadi, keluar pun hanya untuk makan siang. Lalu Age, sibuk bermain game online.

Tak ada kegiatan yang bisa Agea lakukan. Kini dirinya duduk di kursi teras. Tak melakukan apapun. Hanya duduk sembari mata melihat lalu lalang kendaraan bermotor di jalan depan rumahnya. Walaupun hanya ada beberapa kendaraan yang lewat, tak sebanyak kendaraan ketika di jalan raya. Tentu, itu karena Agea di perumahan.

Agea ingat janjinya dengan Andra kemarin sore. Dia mengajaknya pergi jalan-jalan. Entah ke mana. Mengingat itu saja jantungnya berdegup cepat. Butuh waktu satu jam lagi sampai ia akhirnya bertemu dengan Andra, cowok yang bisa membuatnya merasakan jatuh cinta kembali di masa putih abu-abu, rasanya mendebarkan.

Mama Agea, Mia, datang dari balik pintu rumah. Satu kotak salad buah buatannya ia letakkan di meja samping kursi Agea. "Makan, biar sehat," ucap Mia. Mamanya itu juga ikut terduduk di samping kursi Agea.

Agea tak langsung mengambil, hanya melihatnya dengan anggukan kecil. "Nanti aku makan. Makasi, Ma."

"Hari sekarang kan weekend. Kamu nggak jalan gitu sama cowok?" tanya Mia menyerang mendadak.

Yang ditanya terdiam beberapa saat. Agea kelihatan kikuk dengan melirik Mia sesekali. "Ah, Mama. Nanti aja pas kuliah bahas soal cowok." Agea bisa saja bercerita pada Mamanya mengenai sosok cowok yang dia suka. Tapi belum bisa, mengingat cowok itu belum dia miliki.

Meskipun sudah dimiliki, Agea juga enggan bercerita walaupun pada Mama sendiri. Kendati demikian, sebenarnya Agea juga yakin Mamanya dapat menjaga rahasia. Tapi dia tetap tak bisa melakukan itu. Kelak jika sudah sedikit lebih dewasa, mungkin Agea akan menceritakannya.

"Yah, padahal kan asik. Kamu jadi remaja kok monoton banget," kata Mia. Mamanya yang sudah berumur hampir setengah abad itu malah manyun, seolah-olah dirinya masih muda.

Agea kini menatap menyelidik. "Emang Mama pas remajanya gimana?" tanya Agea. Baru kali ini rasanya dia menanyakan topik seperti itu pada Mamanya. Rasanya seperti berbicara dengan seorang kakak, walaupun Agea tak memiliknya.

Sekarang gantian Mia yang terdiam. Dia berpikir lama. Hingga tak sadar jemarinya mengambil kotak salad buah yang telah ia berikan ke Agea tadi.

Melihat itu tatapan Agea beralih ke sana. "Ih, Mama. Kan udah milik aku." Agea mengambil alih kembali buah saladnya. Dia pun sebelumnya sudah mewanti-wanti salad buah buatan Mamanya sedari tadi, sebelum akhirnya termenung di teras rumah sembari mata melihat pemandangan di depan halaman.

Mia kemudian berdiri. "Mama ke dalam ya."

Gerakan cepat dilakukan Agea dengan menghambat jalan masuk ke dalam rumah. "Ma, belum dijawab. Mama dulu remajanya gimana? Pas weekend jalan-jalan sama Papa?"

Dari ambang pintu juga datang Age, dirinya lalu mendorong Adiknya yang menghambat pintu. "Ealah, Mama kan dulu dijodohin. Mana sempat pacaran. Ya, kan, Ma?" Age menyela pembicaraan yang sedang berlangsung. Entah sejak kapan dia tau akan topik yang mereka sedang bahas.

Anggukan kecil diberikan Mia. Kemudian terduduk kembali di kursi tadi. Agea mengikuti juga dengan duduk di kursi sebelahnya.

Agendra ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang