Agea merasakan detak jantung yang tak karuan. Saat ini ia duduk di belakang Andra, tepatnya di motornya. Percakapan tak ada sedikitpun, hanya suara bising kendaraan lalu lalang. Sesekali Andra menyalip beberapa motor.
Rintik-rintik hujan mulai berjatuhan. Andra mempercepat lajunya. Namun terlambat, ketika saat itu juga hujan makin lebat mengguyur. Andra pun memilih memarkirkan motornya ke sebuah kedai.
Andra turun dari motor. Kemudian meletakkan helmnya di kaca spion. Ia sambut helm dari Agea ketika tangannya memberikan.
"Kita makan dulu gimana? Kayanya ini kedai makan kan?" Andra melihat spanduk dari kedai itu. "Nah bener. Seblak lagi." Matanya kemudian menoleh pada Agea yang kini merapikan rambutnya, sedikit basah dan berantakan karena helm tadi.
"Makan dulu yuk. Lo suka seblak kan?" ajak Andra disetujui Agea. Apalagi saat ini hujan lumayan lebat. Tak memungkinkan untuk mereka tetap berjalan. Andra lalu mengajak Agea untuk duduk di salah satu meja menghadap ke arah jalan.
"Siapa sih yang ga suka seblak?" kata Agea sembari berjalan ke meja yang dituju. Ia mengambil ikat rambut di selempangnya. Beruntung ia selalu membawa ikat rambut cadangan. Agea pun mengikatnya. Kini jadi terlihat rapi, dan pastinya cantik.
"Iya. Siapa sih yang ga suka." Andra membalas.
Andra meletakkan dua tangannya di meja. Sedang matanya menatap Agea. Salah tingkah, Agea memalingkan pandangan. "Eh kita belum pesen, kan?" Agea baru teringat kalau mereka hanya duduk saja tanpa memesan.
Andra mengusap tengkuknya malu. "Bener juga. Lagian waitersnya ga ke sini sih." Mau tak mau Andra terpaksa berdiri. Melangkahkan kakinya menuju tukang jualnya. Karena matanya hanya melihat seorang saja yang menghuni kedai itu. Untuk ukuran kedai yang cukup besar.
"Bang sendirian aja?" tanya Andra. Mengedarkan pandangannya ke segala arah. Hanya ada beberapa tamu tanpa ada pelayan.
"Iya nih. Lagi libur. Soalnya Minggu."
Andra tak terima, "loh bukannya hari Minggu tuh rame. Harusnya pada semangat kerja dong, bang." Alis Andra menyatu memperlihatkan kebingungan di sana. Sudah seharusnya untuk kedai makan memiliki beberapa pelayan.
"Kamu ga liat apa judul kedai kami?" tanya penjual seblak itu. Menunjuk spanduk di depan yang basah terkena hujan.
Andra mengingat, ia rasanya membaca spanduk tadi. Sekitar lima detik memorinya terbuka. "Bebas?"
"Nah itu. Bebas. Terserah saya dan karyawan saya dong. Saya mah ga ngekang." katanya lalu menyerahkan menu.
Andra menoleh ke belakang, di sana ia mendapati Agea dengan mata penasaran.
"Mau pesan apa? Bebas topingnya apaan." Penjual seblak itu menyerngir. Menunggu pelanggannya untuk menyampaikan pesanan.
"Seblak komplit dua. Es teh manis dua." Setelah mengatakan itu Andra berlalu dan duduk kembali ke kursinya tadi.
"Ngomong apaan, Ndra? Kok lama?" Agea memang sejak tadi melihat percakapan mereka. Hanya saja tak sampai mendengar isi dari obrolan.
"Biasa. Ngobrol bentar kok," kata Andra dibalas Agea hanya berdehem pelan.
Cukup lama pesanan datang, sedangkan mereka berdua hening dalam hujan lebat yang mengguyur seisi jalan. Hampir menghabiskan waktu sampai pesanan tersaji.
Agea mengambil sendok dan garpu di depannya ketika pesanan sudah datang. Ia coba sesendok kuah seblak itu. Dan sesuai dugaannya, seblak selalu enak.
"Oiya. Selamat ya. Kelas kalian masuk final." Agea mengucapkan selamat pada Andra, senang rasanya kelas mereka sama-sama masuk final dan besok akan tanding lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Agendra ✔
Teen FictionIni kisah Agea dan Andra. Pasangan? Jelas bukan. Lalu, apa yang terjadi di antara mereka hingga judul cerita adalah gabungan dari nama mereka? Penasaran? Click, happy reading~