Agea sedikit sempoyongan ketika berhasil mendaratkan kedua kakinya di tanah. Helm ia berikan ke Age. Sang kakak menerimanya dengan baik.
"Sumpah bang. Mending gue bawa motor sendiri deh kalau kaya gini ceritanya," sesal Agea ketika Age ngebut-ngebutan di jalan. Walau tak sepenuhnya kencang, tapi tetap saja Agea merasakan rambutnya terbang-terbang dan berujung berantakan.
Age mencibir tak peduli. Ia lajukan motornya ke depan, kemudian berbelok arah saat berada di tiang lampu merah. Agea manyun, sebal ditinggal begitu saja tanpa menjawab perkataannya.
Dengan rambut yang masih ia coba untuk rapikan, ia jalan menuju kelas. Tak seperti biasanya, kelas yang biasanya ramai orang-orang kerjakan PR, sekarang tidak lagi. Sudah ada perubahan pada kelas ini. Jika saja Buk Rina melihat, mungkin kelas sepuluh MIPA tiga sudah diberinya penghargaan.
"Rada aneh," kata Agea ketika berhasil duduk dibangkunya. Matanya yang jeli mengarah pada bangku Keysa, ternyata masih kosong. Hanya Riska yang datang, duduknya persis dibelakang Keysa.
Aldi mendengar ucapan Agea, "aneh gimana dah? Perasaan udah semester dua juga, kita gini-gini aja." Aldi membantah tak terima. Sebagai ketua kelas yang sudah merasakan berbagai kelakukan teman-temannya, ia tak merasakan adanya keanehan di pagi hari ini.
"Yang aneh lu, Di." Agea mengeluarkan beberapa buku Kimia. Menyusunnya di meja.
Melihat buku itu tersusun rapi, Aldi malah memberantakannya. "Ga usah sok rapi. Dan gua ga aneh. Lu yang aneh dodol," tekan Aldi. Raut mukanya tak bersahabat.
"Idih. Lu lah. Malah lempar," sela Agea cepat. Kini di tangan kanannya terselip buku tulis kimia, ingin ia pukulkan pada Aldi. Tapi waktu tak tepat. Buk Roza sudah datang meneteng tumpukan double folio. Ia letakkan di meja. Satu tangannya menyeka kacamatanya karena jatuh sedikit mengenai hidung.
Agea segera mengambil hpnya. "Gawat, Keysa belum dateng."
Aldi ikut melirik bangku Keysa yang kosong. Lirikan matanya ditangkap Riska. "Keysa belum datang, Ket," ucapnya menatap bangku didepannya.
Aldi manggut-manggut, kini matanya menoleh pada Agea. Gadis itu sedang mengetik, hpnya ia taruh dibawah meja, berjaga-jaga agar tidak ketahuan guru kimia itu.
Me
Key, lo absen hari ini?
07.16Namun tak ada jawaban dari Keysa. Agea menghela nafas pelan. Dimasukkannya hp ke dalam tas. Kini guru kimia berkacamata itu sedang menerangkan pelajaran. Sesekali bola matanya menangkap bayangan murid yang tak konsen.
Buk Roza menunjuk Agea, menyuruhnya mengerjakan tugas di papan. Karena termenung Agea tak mengindahkannya.
Terlihat guru dengan jilbab segi empat warna peach itu mengeram kesal. Baru saja langkahnya menuju Agea, Aldi buru-buru menyenggolnya.
"Gea, maju." Aldi setengah berbisik.
Agea terkesiap mendengar suara Aldi. "Lo balas dendam soal kemaren yah?" Bukannya percaya dengan yang diucapkan Aldi. Agea malah menyangka kalau dia main-main dengannya.
Terlambat, Buk Roza sudah berada di meja mereka. Kedua tangannya bersedekap. Bibir maroonnya berteriak, "mau belajar atau mau keluar?"
Agea mengigit bibir. Rasanya mau kabur saja.
"Maaf buk." Hanya dua kata itu yang mampu Agea berikan.
Beruntung Buk Roza tak benar-benar mengusirnya. Spidol hitam ia berikan pada Agea. Gadis itu melirik Aldi, "gue pikir lo becanda," ucapnya pada Aldi seraya mengambil spidol. Aldi berdecak. Mulutnya mengatakan sesuatu secara pelan. "Gua bilang juga apa."

KAMU SEDANG MEMBACA
Agendra ✔
Genç KurguIni kisah Agea dan Andra. Pasangan? Jelas bukan. Lalu, apa yang terjadi di antara mereka hingga judul cerita adalah gabungan dari nama mereka? Penasaran? Click, happy reading~