Jika awan saling berkerumun dan terlihat gelap, maka belum tentu hujan. Hidup memang begitu. Walaupun nampak pasti, prediksi kita belum tentu benar. Sama seperti Agea, dia sudah cukup menyerah untuk mendekat kepada seseorang yang dia suka. Nyatanya, ketika hampir menyerah, roda kehidupan kembali berputar.
Keadaan kembali berpihak padanya. Dan mulai dari kejadian Andra mengajaknya pergi hari itu, yang sebelumnya hanya mengenal, sekarang menjalin pertemanan. Dan Agea rasa dia dan Andra cukup dekat akhir-akhir ini.
Pertemanan yang terjalin dengan Andra sekarang, Agea harap bisa terus begitu. Meski ada perasaan yang ingin dia sampaikan. Tapi, dia punya pilihan untuk tidak mengutarakan, itu jauh lebih baik.
Detik ke menit, menit ke jam, dan jam ke hari. Tak terasa sudah enam hari terlaluinya libur semester kenaikan kelas. Agea gunakan untuk pergi dengan Andra di hari pertama. Hari selanjutnya pergi ke Kawah Putih dengan teman-temannya, friendsix.
Luar biasa penat Agea rasakan setelah bepergian dengan lima temannya. Walau tak mengelak, bersama mereka memang menyenangkan.
Lama Agea termenung hingga kegiatan tak berartinya terhentikan setelah mendengar ketika dari luar pintu kamarnya. Detik kemudian pintu terbuka. "Ge, temenin ke Bank bentar."
"Bang, lo kayak manggil diri lo sendiri deh?" Nama Agea dan Age yang hanya beda satu huruf. Agea menyembul dari balik bantal. Dari tadi dia menelungkupkan muka ke dalamnya.
Tatapan Age tak berubah, datar sedari tadi. "Lo mau jajan nggak? Besok kan sekolah," tutur Age lagi. Posisinya di ambang pintu dengan tangan kanannya memegang knop.
"Besok Minggu. Yang ada tuh lusa baru sekolah. Efek udah tamat sekolah, sih. Jadinya pikun." Agea memperbaiki kalimat Abangnya dengan mengikutsertakan kata ledekan.
Ada helaan napas panjang di sana. Age kemudian pergi dari kediaman dengan membiarkan pintu kamar Adiknya terbuka.
"Astaga ngambek. Ikut Bang! Tungguin!"
Agea bergegas mengambil sisir di meja rias. Dia perlu memperbaiki tatanan rambutnya. Dari tadi cukup berserakan. Ketika merasa sudah lurus kembali, Agea keluar dari kamar dan menutup pintunya. Sebelum itu dia juga sempat membawa ponselnya, itu adalah hal yang wajib.
Sehari yang lalu Mia dan Fadli berkunjung ke rumah Ibu mereka di Jakarta. Agea dan Age memang diajak, tapi Agea menolak. Alasannya nanggung. Karena dua hari setelah itu dia akan mulai sekolah. Tak mungkin untuk libur di hari pertama dia menjajaki kelas sebelas.
Berbeda dengan Age yang tengah sibuk ikut les untuk ujian SBMPTN mendatang. Abangnya itu walaupun tamat SMK tetap ada keinginan tinggi untuk berkuliah. Dia tertarik dalam bidang ilmu komputer, seperti jurusannya waktu SMK.
Motor Age sudah ada di halaman ketika Agea tiba di sana. Keduanya lalu berangkat menuju tempat Bank. Ada jarak sedikit jauh dari rumah. Dinginnya malam menusuk ke kulitnya. Agea menyesal tidak memakai jaket.
Di Bank, Agea tak mengikuti Age. Dia lebih memilih menunggu di luar. Agea meniup-niup telapak tangannya, lalu meletakkanmya di pipi agar hangat. Bandung memang dingin.
"Gea kan?" Seseorang menyapa Agea. Yang tadinya Agea memandang jalan, menjadi menoleh pada sosok yang memanggilnya. Dari suara yang dia dengar, dia laki-laki.
KAMU SEDANG MEMBACA
Agendra ✔
Genç KurguIni kisah Agea dan Andra. Pasangan? Jelas bukan. Lalu, apa yang terjadi di antara mereka hingga judul cerita adalah gabungan dari nama mereka? Penasaran? Click, happy reading~