Twenty Eight

1.2K 80 583
                                        

Tak ada yang bisa menyangka kalau waktu benar-benar berlalu sedemikian rupa. Membuat sebagian orang terkecoh tak sadar jika satu Minggu terasa cepat meninggalkan kita. Tak menyisakan sedikit ruang untuk berhenti di suatu kala. Ia selalu melaju tanpa ada batasan waktu baginya.

Hari ini tepatnya hari Senin, ditiadakannya upacara pagi. Dikarenakan hari ini hari pertama ujian berlangsung.

Terduduk tiga gadis di sebuah bangku panjang di kantin. Yang satu sopan, yang satu ketus, yang satu lagi kepoan. Mereka Agea, Keysa, dan Riska. Tiga sekawan yang mulai akrab semenjak kelas sepuluh. Sekarang, tak cukup dalam waktu sebulan lagi. Tepatnya usai libur semester, mereka dipastikan akan berpisah kelas dan akan memulai kenangan baru. Menutup kajian tentang betapa serunya awal masa SMA itu mereka jalani.

Keadaan mereka bertiga lumayan baik setelah belajar sungguh-sungguh selama sepekan yang lalu. Dan hari ini, hari ujian pertama semester dua. Tentu, mereka tak ada yang satu ruangan.

Keysa meminum teh es dengan sedotannya. Matanya tak sengaja melihat tiga kawan yang ia kenal. Sepertinya hanya dia yang melihat, karena dua temannya lain membelakangi.

"Wey, sini." Sosok yang dipanggil Keysa dengan melambaikan tangan kanannya itu segera menghampiri. Satu tangan mereka membawa satu piring siomay menatap lurus pandangannya ke depan.

Yang pertama menghampiri adalah Boni. Dia pun sudah terduduk disamping gadis yang memanggilnya tadi.

"Wey budek ya? Sini," panggil Keysa lagi pada Aldi dan Dino yang berjalan lesu ke arahnya. Agea dan Riska yang membelakangi ikut memutar badan melihat dua temannya lagi yang ogah-ogahan bergabung dengan mereka.

"Udah baik gue ajak gabung. Tempat duduk lain penuh. Tau gak?" Keysa sedikit marah karena respon Aldi dan Dino yang tak seperti dugaannya.

"Kita mah tadi pengen di ujung. Lo mah malu-maluin pake manggil keres-keres pula." Aldi bertutur, alisnya bertaut. Ekspresinya tak suka. Padahal dia sudah mendambakan posisi meja paling ujung karena di sana ada dinding untuk bersandar.

"Tau tuh. Males banget kita jadinya," sambung Dino dalam keadaan sudah terduduk di samping Agea. Dan sudah menyendok bakso mini ke mulutnya.

"Diem lo pada," kata Boni. Seketika saja Aldi dan Dino terdiam. Bukan karena takut dengan hardikan Boni. Melainkan sedang menyantap makanan.

Merasa dihiraukan Aldi dan Dino. Boni memalingkan muka dari keduanya. Matanya menoleh pada Keysa, membuat yang ditatap ikut memberhentikan kegiatannya. "Key, seru kan ujian tadi?" kata Boni.

"Seru apanya. Bind susah tau," sela Riska walaupun pertanyaan Boni barusan ditujukan pada Keysa.

"Seru tau, Ris. Tadi pengawas kita diem-diem bae." Keysa melirik sekilas Boni yang langsung mengangguk.

"Kita? Kalian seruangan?" Riska tak percaya. Padahal waktu penerimaan kokarde ujian, tak ada yang bilang satu ruangan. "Ih katanya ga ada yang seruangan." Riska menjadi bete.

"Emang lu nanya?" tanya Boni lagi.

"Ada kok. Tanya ke Agea deh. Dia denger." Riska memandang Agea yang sedari tadi hanya diam menyaksikan. Dirinya meminum dua teguk air dulu sebelum menjawab.

"Iya Riska nanya kok. Tapi kan yang lain pada ga denger kali." Agea mengamati Boni, karena memang perkataannya mengarah pada lelaki bergelang tangan hitam itu.

"Iyakah? Sorry deh Ris. Ga denger mungkin." Permintaan maaf Boni tak langsung ditanggapi Riska. Dia sudah memasang wajah malas. Alih-alih menanggapi Boni, Riska mendumel, "Lu sih keasikan sama Keysa."

"Lah kok gue?" Seolah tak terima Keysa membantah. "Lagian juga lo ngomong pas anak-anak kelas lagi rame." Ucapan Keysa memberhentikan kegiatan Riska. Karena gadis itu meniru ucapan Keysa, mencemoohnya.

Agendra ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang