Hai! Lama ga up. Sorry. Ada yang masih nungguin?
Gue yakin kalian tau cara menghargai suatu karya. Iya betul, dengan klik ikon bintang di sisi kiri bawah sama komen.
Selamat membaca
•••
Selepas membuat suatu perjanjian dengan sang kakak, ia langsung menuju kamarnya, lalu merebahkan diri. Akhir-akhir ini, ia sering merasa tidak berguna untuk hidup, selalu berpikir berlebihan tentang masa depan.
"Argh," ringisnya pelan kala dadanya tiba-tiba terasa sakit. Selalu seperti ini jika dirinya gelisah.
Tidak mau membuat kondisinya memburuk, ia pun memilih keluar dari kamarnya untuk mengambil minum dan makanan ringan. Baru saja remaja bermata teduh itu membuka pintu, saudaranya malah datang.
"Ke mana?" tanya Fadel.
"Mau ngambil minum," jawabnya, tetapi kembali mundur untuk memasuki kamarnya. "Kenapa, Fad?" tanya Dave, mendudukkan dirinya di kursi belajar, mengerti jika kakak kembarnya yang duduk di pinggiran ranjang itu butuh didengarkan.
"Kebaca banget, ya, kayaknya gue sama lo," sahutnya yang dibalas kekehan.
"Ada apa?"
"Nggak deh, nanti aja," jawabnya.
Dave menghela napas. "Cerita aja, Fad. Lo tau banyak tentang gue, tapi gue ngerasa lo bahkan masih berusaha tertutup," balasnya, membuat Fadel hanya menatapnya. Membuka diri tidak semudah itu, pikir Fadel.
"Fad, sorry kalau kesannya maksa," ujar Dave, "gue mohon, terbuka ke gue. Gue banyak cerita ke lo, tapi lo jarang banget cerita ke gue tentang kegelisahan lo. Cerita please, biarin gue ngerasa berguna buat hidup."
Fadel hanya menatapnya dengan penuh pertanyaan. Apa maksud dari kalimat yang dilontarkan saudaranya itu?
"Gak semudah itu, Dave, gue butuh waktu buat akhirnya gue berani ceritain kegelisahan gue," jawab Fadel.
"Lo gak percaya sama gue?" tebak Dave.
"Bahkan terkadang gue gak percaya ke siapapun," batinnya menjawab.
"Lo nganggap gue apa sih, Fad?" tanya Dave lagi sebelum Fadel sempat menjawab.
"Lo ngomong apa sih?" tanya Fadel yang ikut kesal karena pertanyaan bodoh itu.
Dave menatap lawan bicaranya. "Jangan bikin gue nyesel karena sering cerita ke lo," pintanya.
Fadel terkekeh. "Lo sendiri yang sering cerita ke gue," balasnya.
Ada apa dengan mereka berdua? Tidak biasanya mereka meneruskan debat tidak penting seperti ini. Entahlah apa yang sebenarnya sedang mereka rasakan hingga-ini kali pertama mereka bertengkar hanya karena hal seperti ini.
"Karena gue percaya sama lo," sahut Dave, menatap kakak kembarnya nyalang.
"Udahlah, males," ucap Fadel bangkit dari tempat duduknya.
Bertepatan ketika dirinya membuka pintu, suara Dave menginstruksi. "Gue cuma pengen: gue ngerasa pantas buat hidup meskipun cuma jadi tempat misuh lo," ucap Dave. "Gue pengen punya alasan buat bertahan," lanjutnya pelan, membuat Fadel refleks berbalik.
KAMU SEDANG MEMBACA
We're Family, Aren't We?
Teen FictionIT'S BROTHERSHIP STORY, NOT BL❗ [BACA DULU FAMILY OR ENEMY, BARU BACA YANG INI] Family or Enemy Season 2 *** Hanya secuil kisah dan masalah setelah rahasia besar terbongkar, serta harap yang selalu mereka ucap. Farel yang akan terus bersedia menjadi...