Sebelum mulai, let me say: HAPPY BIRTHDAY, ZHU ZHIXIN! <3
Here's another extra chapter for this book! Enjoy!
Gue yakin kalian tau cara menghargai suatu karya. Iya betul, dengan klik ikon bintang di sisi kiri bawah.
Selamat membaca
•••
Angin berembus, menarikan helaian rambut remaja yang memejamkan mata. Tarikan napas panjang dilakukan, berusaha menenangkan hati dan pikiran. Sudah lebih dari satu bulan sejak ia memutuskan untuk pergi. Sudah selama itu pula ia tidak mendapat kabar dari kakak kembarnya. Ruang pesan antara mereka pun terlihat sepi, dengan pesan terakhir dari sang kakak saat ia pergi.
Dalam diam, pikirannya bergelut mengenai semua yang terjadi. Meski ia yakin semuanya membaik lagi, tetapi ia pun tidak tahu kapan masa itu akan terjadi.
"Dave."
Panggilan dari sang nenek dari ambang pintu membuat remaja itu membuka mata, lalu menoleh. Baru berniat untuk menutup jendela, neneknya malah menghampiri.
"Lagi ngapain?" tanya Lian, mendudukkan diri di kursi lain dekat jendela.
"Gak ngapa-ngapain, cuma menikmati angin," jawab Dave, memejamkan mata sebentar ketika angin agak besar menerpa wajahnya.
Lian menghela napas. Tidak dapat ia sangkal bahwa dirinya rindu menikmati interaksi semua cucunya. Tangan kanannya meraih tangan kiri Dave, menggenggamnya.
Mendapat perlakuan itu, Dave menatap sang nenek penuh pertanyaan. Hatinya merasa akan ada hal yang ingin disampaikan. Namun, neneknya ragu.
Tidak berniat bertanya, mereka dalam posisi itu beberapa menit. Hingga akhirnya, suara Lian mengalihkan perhatian.
"Kamu gak kangen kakak-kakak kamu?"
Dave menelan ludahnya, merasa gugup seketika. Padahal, hanya satu yang bermasalah dengannya, tetapi tidak dapat dipungkiri jika rasa bersalahnya pada sang kakak sulung, membuat remaja itu juga membatasi diri.
"Kangen, banget," jawab Dave dalam hati.
"Malah perlu dipertanyakan kalau Dave gak kangen mereka," jawab Dave, terkekeh.
"Mau ke Indonesia?" tanya Lian.
"Kapan?"
"Lusa."
Menunduk, Dave mencoba untuk memutuskan tatapan. "Belum siap," cicitnya.
Lian tersenyum, lalu mengusap rambut Dave. "Karena Nainai tau, kamu pasti belum siap, makanya kita berangkat lusa. Siapin hati kamu, jangan nyangkal kalau emang kangen," peringatnya. "Ya udah, ayo ke bawah. Makan siang dulu."
Tanpa membalas, Dave bangkit mengikuti Lian. Hatinya terasa tak terarah tepat setelah neneknya berucap demikian. Ia ingin bertemu, tetapi ia tidak ingin membuat hal lain menjadi semu.
•••
Masker yang dipakai sejak menginjakkan kaki di Indonesia, ia buka ketika sampai di depan pagar rumah—sengaja tidak meminta orang rumah menjemput. Remaja itu menarik napas panjang, menghirup aroma khas sekitar tempat tinggalnya, yang tidak ia hirup selama lebih dari satu bulan.
KAMU SEDANG MEMBACA
We're Family, Aren't We?
Teen FictionIT'S BROTHERSHIP STORY, NOT BL❗ [BACA DULU FAMILY OR ENEMY, BARU BACA YANG INI] Family or Enemy Season 2 *** Hanya secuil kisah dan masalah setelah rahasia besar terbongkar, serta harap yang selalu mereka ucap. Farel yang akan terus bersedia menjadi...