Gue yakin kalian tau cara menghargai suatu karya. Iya betul, dengan klik ikon bintang di sisi kiri bawah.
⚠️ fight, child abuse (I think), harsh word
Selamat membaca
•••
Suara deringan telepon dari gawai terdengar beberapa kali. Pria itu hanya melihat siapa yang meneleponnya dan mengabaikan. Pikirannya masih kalut dengan kejadian sore itu; ketika keponakannya kesakitan, apalagi ketika dirinya menjenguk, keponakannya masih saja tertidur. Sang istri yang di sampingnya hanya memerhatikan, seolah tahu apa yang dirasakan suaminya meskipun tidak diberi tahu.
Sementara putranya, remaja bermata sipit itu, terus diam di kamarnya. Sore itu, ia melihat semuanya dari balik jendela kamar. Kakak sepupunya yang terlihat tidak sadarkan diri, dan bagaimana keluarganya terlihat khawatir.
Hari itu, pikirannya masih memikirkan kesalahan apa yang pernah dibuatnya kepada dua kakak sepupunya yang membuat satu dari duanya menjauh, tetapi semuanya langsung sirna kala itu.
"Ge, lo kenapa?" gumamnya dengan posisi yang masih tiduran menghadap ke langit-langit kamar.
"Gue gak pernah liat lo sakit sampe segitunya. Berarti kemarin-kemarin sakit lo bukan biasa?"
"Ge, cepet sembuh. Gue kangen."
Remaja itu bangkit dari posisi tidurannya, lalu memilih untuk duduk di dekat jendela. Terlihat dua sepupunya memasuki halaman rumah. Ingin menghampiri mereka---lebih tepatnya salah satu---dan meminta maaf, tetapi lagi, egonya sangat tinggi.
"Far, gue ada salah apa sih ke lo?" ucapnya masih memerhatikan dua sepupunya yang berjalan memasuki rumah.
"Sefatal apa salah gue ke lo sampe kita bahkan gak pernah akur lagi."
Ia melamun. Pikirannya tertuju pada masa kecilnya. Mengingat-ingat hal apa saja yang pernah terjadi di antaranya dan Farel serta Fadel. Sekuat apapun ia mengingat, tetap saja akhirnya sama; ia tidak ingat, atau mungkin salah satu ingatan yang dianggapnya sepele adalah sumber dari ketidakakurannya dengan sang sepupu? Tetapi jika iya, apa sepupunya begitu keterlaluan?
Axelle berjalan keluar kamarnya, berniat menghampiri Farel ke kamarnya. Sepertinya keberuntungan berpihak padanya. Ketika di ambang pintu, Farel dan Fadel terlihat sedang menaiki tangga. Sialnya membuat remaja berusia sekitar tiga belas sampai empat belas tahun itu gugup.
"Ah sial, kenapa sih?" batinnya memprotes.
Farel hanya menoleh sebentar ke arah Axelle, lalu memilih untuk melanjutkan jalannya menuju kamar. Sementara Fadel menepuk bahu Axelle, seolah berucap; "kuat-kuat deh."
Memejamkan mata, lalu menarik napas panjang dan mengeluarkannya. Jika tidak sekarang, maka akan lama lagi bagi dirinya untuk bertanya, itu yang ada di pikiran Axelle. Remaja berambut agak kecoklatan itu akhirnya memberanikan diri untuk memanggil sepupunya yang baru saja akan memasuki kamar.
"Far," panggilnya, membuka mata. Yang dipanggil hanya berbalik tanpa menjawab panggilan, "kita kenapa sih?"
Farel menatapnya dengan tatapan meremehkan dan terkekeh, sementara Fadel sudah bersiap jika saudaranya bertengkar atau beradu argumen.
"Bodoh," umpat Farel berbalik, mendorong adiknya untuk mengajaknya memasuki kamar.
Berjalan menghampiri Farel, lalu menahan tangan lawan bicaranya. Farel kembali berbalik untuk melihat Axelle. Dilepaskannya tangan Axelle yang masih menahan tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
We're Family, Aren't We?
Teen FictionIT'S BROTHERSHIP STORY, NOT BL❗ [BACA DULU FAMILY OR ENEMY, BARU BACA YANG INI] Family or Enemy Season 2 *** Hanya secuil kisah dan masalah setelah rahasia besar terbongkar, serta harap yang selalu mereka ucap. Farel yang akan terus bersedia menjadi...