Gue yakin kalian tau cara menghargai suatu karya. Iya betul, dengan klik ikon bintang di sisi kiri bawah.
Bacanya pelan-pelan, ya, biar ketangkep maksudnya.
⚠️ Violence, blood
Selamat membaca
•••
Tiga orang tengah menunggu kedatangan dua anggota keluarganya. Sudah lewat pukul tujuh, dan belum ada tanda mereka akan pulang. Pesan tidak dijawab, telepon tidak diangkat. Ada apa ini?
"Mas, ini ada apa, ya?" tanya Kirana, tak bisa menahan penasaran.
Hayden mengusap kepala sang istri. "Tenang, ya. Mereka juga tadi mainnya jauh. Mungkin kena macet atau masih di jalan," ucapnya.
"Tapi, kan, itu dari tadi, Pa," sahut si tengah, sama-sama risau.
Pria itu tersenyum, berusaha menenangkan hati keluarganya. "Di luar baru reda hujannya, Fad. Siapa tau masih neduh, 'kan? Apalagi lukanya Farel belum boleh kena air," ucap Hayden.
Jangan mengira hati Hayden tenang. Jauh di hatinya, ia sangat khawatir. Namun, ia tidak boleh menunjukkan kekhawatirannya. Jika si tempat bersandar saja khawatir, akan sekhawatir apa istri dan anaknya?
"Tuhan, tolong lindungi mereka di mana pun mereka berada," batin Hayden.
•••
Ritme jantung dua saudara itu berdetak lebih cepat. Kenop pintu berhenti bergerak, membuat mereka sedikit bernapas lega. Buru-buru, si kakak membuka cable ties di tangan terlebih dahulu, lalu kaki. Tetapi, lagi-lagi, rasanya semakin sulit hanya untuk membuka ikatan ketika adrenalin terpacu.
Di luar pintu, terdengar orang-orang yang sedang berbicara.
"Dibawa sekarang? Meskipun masih gini?"
"Turuti aja perintahnya."
Baru saja cable ties di salah satu kaki terbuka dan tambang yang hampir terlepas---Dave melakukannya sendiri---, pintu terbuka sempurna, menampakkan dua dewasa yang terkejut.
Belum sempat refleksnya berjalan, masih dalam posisi berjongkok, salah satu dari dewasa menendang bahu Farel, membuatnya jatuh. Ingin bangkit, tetapi tendangan ia dapatkan lagi. Sementara, dewasa satu lagi kembali menguatkan ikatan di badan Dave yang memberontak ingin membantu sang kakak.
Bugh
"Argh!" teriak Farel, saat satu tendangan keras mengenai perutnya.
Tangannya langsung menekan perut. Matanya memejam kuat, rahangnya mengeras. Sakit dan ngilu kembali menguasai. Untuk bangkit saja, rasanya tidak mampu. Sekujur tubuhnya terasa lemas seketika.
Bukannya berhenti, Farel malah kembali mendapat tendangan di perut. Urat di lehernya terlihat, menunjukkan sekuat apa sakit yang ditahannya.
"Ge---" Lakban kembali menempel di mulut Dave, membuat seruan tadi terpotong. Ia menutup mata, tak sanggup melihat sang kakak yang kesakitan.
"Kalian ini pintar, tapi nakal," ucap pria dewasa yang berdiri di samping Dave, membuat Dave membuka mata, lalu menatapnya tajam. "Ada apa? Ada yang mau disampaikan?" tanyanya, berjongkok di hadapan Dave, kemudian membuka lakban.
KAMU SEDANG MEMBACA
We're Family, Aren't We?
Teen FictionIT'S BROTHERSHIP STORY, NOT BL❗ [BACA DULU FAMILY OR ENEMY, BARU BACA YANG INI] Family or Enemy Season 2 *** Hanya secuil kisah dan masalah setelah rahasia besar terbongkar, serta harap yang selalu mereka ucap. Farel yang akan terus bersedia menjadi...