30. It's Over, He Hopes

275 42 5
                                    

Gue yakin kalian tau cara menghargai suatu karya. Iya betul, dengan klik ikon bintang di sisi kiri bawah.

⚠️ Harsh word

Selamat membaca

•••

Remaja yang menginjak usia lima belas itu berlari menjauh kala eksistensinya disadari sang ayah. Ia berharap, semoga semua yang didengarkannya tadi hanyalah bualan, hanya omong kosong yang terbukti kosongnya. Namun, semuanya terasa begitu nyata.

Memori beberapa waktu lalu ketika sepupunya dibawa ke rumah sakit dengan terburu-buru terputar. Bagaimana dari kamar ia melihat sepupunya dengan keadaan yang begitu lemah.

"Ternyata ini, Ge," batinnya.

Memelankan larinya ketika dirasa sudah jauh, tetapi tangannya diraih seseorang yang ia yakini adalah ayahnya, membuat ia memilih kembali berlari. Tangannya masih dalam cengkeraman dia.

"Ini gue," ucapnya. Bukan papa, pikir Axelle.

Remaja bermata sipit itu berbalik, mendapati orang yang sedari tadi memenuhi pikirannya. Kesal, Axelle memilih menepis tangan itu. Wajahnya memerah, menahan emosi. Masih tidak habis pikir dengan semua yang terjadi.

"Lo keterlaluan banget tau gak, sih, Ge?" tanya Axelle, mengunci matanya pada mata sang sepupu.

"Apa?"

"Lo sakit, dan lo–ah! Kesel gue."

Dave mengangkat alisnya, lalu terkekeh. "Udah tau?" tanyanya santai, paham dengan situasi.

Axelle berdecih. "Sesantai itu?"

"Faktanya emang gitu, 'kan?"

"Stupid as fuck."

"I know."

Malas berhadapan dengan kakak sepupunya, remaja itu memilih berjalan menjauh. Dirinya butuh waktu untuk menerima fakta ini. Sekadar sepupu, tetapi bagi Axelle, Dave lebih dari itu. Baginya, Dave adalah segalanya, kakak yang selalu ada dan selalu paham akan keadaannya.

Baru saja mendudukkan diri di bawah pohon rindang sembari memperhatikan rumput hijau, panggilan dari sang ayah membuat fokusnya teralih.

Jayden mendudukkan dirinya di samping sang putra. Diam, tidak berniat membuka suara, membiarkan semata wayangnya membuka obrolan.

"Kenapa, Pa?" tanya Axelle, "kenapa gege milih diem aja? Apa cuma aku sama Farel yang gak tau masalah ini?" Fokusnya kembali pada rumput hijau di hadapan.

"Xel, Papa yakin kamu dengerin semua obrolan kami tadi," ucap Jayden tanpa mengalihkan pandangan dari situasi di hadapan.

"Gak semua harus diketahui?"

"Yes, but the point is not that one. Ini sulit buat Dave. That's the point," jawab pria itu.

Axelle diam. Benar, hal ini pasti sulit untuk Dave, entah mungkin pandangan orang-orang padanya atau semacamnya, pikir remaja itu.

"Tau, kan, kalau ini bukan masalah kecil? Dengan Dave yang milih nyembunyiin ini, Dave juga pasti paham sama kelebihan dan risikonya."

Axelle menatap sang ayah yang sekarang ikut menatapnya. Ia mengangguk, lalu berucap, "Karena, terkadang orang-orang hanya ingin tau, bukan peduli."

We're Family, Aren't We?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang