44. Our Space is Getting Bigger: I Regret It

336 39 27
                                    

Gue yakin kalian tau cara menghargai suatu karya. Iya betul, dengan klik ikon bintang di sisi kiri bawah.

Selama membaca

•••

Meja makan sudah diisi oleh Hayden, Kirana, Dave, Tio, dan Rina. Jayden dan Daisy menunggui Farel, sementara Axelle sudah tertidur di kamar Dave sejak senja menyapa. Fadel pun tidak ada di sana. Ya, tentu saja Fadel memilih menunggui kakaknya yang baru sore tadi dipindahkan ke kamar rawat. Memangnya, ke mana lagi si tengah akan pergi, selain pada sang kakak?

"Dave," panggil Hayden, membuat pemilik nama yang sedang mengunyah makanannya terhenti dan menoleh.

Hayden menghela napas. Cukup berat dengan keputusannya kali ini. "Iya, boleh," ucapnya singkat, tetapi langsung dipahami oleh Dave yang sekarang bergumam, yes.

"Yah, Bu," panggil Hayden, membuat dua orang berumur yang sedari tadi hanya memperhatikan, menoleh. "Mungkin Ayah sama Ibu penasaran dan aku pikir, Ayah sama Ibu juga harus tau. Dave mau di China dulu, gak tau sampe kapan," jelasnya. Kerutan di kening menjadi balasan dari Tio dan Rina.

"Dave udah selesai. Dave mau ke kamar dulu buat siap-siap," ucap Dave, mendorong kursinya, lalu bangkit meninggalkan bekas makan malamnya dan berjalan menaiki tangga.

"Eh, Dave!" seru Hayden, membuat Dave berbalik tanpa menghampiri. "Kamu nanti ke sananya bareng nainai sama yeye. Sekarang mereka lagi ke sini. Jadi, dua atau tiga hari lagi kamu ke sananya," ucapnya. Acungan jempol hanya menjadi balasan dari Dave yang kembali berbalik untuk menuju kamar.

Merasa jika Dave sudah tidak berada di sana, Rina bertanya, "Ada apa? Kok, tiba-tiba Dave mau ke China?"

Kirana menghela napas. Saatnya memberitahu keadaan di rumah ini. "Fadel sama Dave berantem," ucapnya.

"Berantem karena apa?" tanya Tio, cukup kaget setelah mendengar bahwa cucu kembarnya bertengkar.

"Fadel nuduh kalau yang bikin Farel gini itu Dave. Dan, ya, mereka berantem," jawab Kirana.

"Pantesan mereka gak pernah keliatan ngobrol dari Ayah sama Ibu di sini," ucap Tio.

"Ibu gak yakin cuma itu. Masa, cuma karena itu mereka sampe berantem?" tanya Rina, masih butuh penjelasan lebih terkait memanasnya hubungan dua anak kembar itu.

Hayden memijat pangkal hidungnya, lalu membalas, "Berantem yang beneran berantem, Bu, bukan cuma diem-dieman. Sampe saling mukul."

"Dave gak mukul Fadel, ya, Mas," sahut Kirana, merasa kalimat terakhir suaminya tidak sesuai fakta. "Fadel doang yang mukul Dave," lanjutnya pelan.

Tio dan Rina tentu saja terkejut bukan main mendengar penjelasan itu. Dua anak yang selalu bersama ke mana pun, dua anak yang lengket tidak terpisahkan tiba-tiba bertengkar seperti itu. Ah, mereka tidak tahu saja, dulu perselisihan dua anak itu lebih dari ini sebelum semua terbongkar.

"And you both just let him go to China before solving this or giving them any solution?" tanya Tio, mempertanyakan keputusan putri dan menantunya.

Menghela napas, lalu menyandarkan tubuh, Hayden hanya menggeleng. "Kami gak tau harus gimana lagi, Yah. Udah coba satuin mereka biar bisa bicara didampingi kami, tapi malah pada diem aja," jelas Hayden.

"Mama, papa, sama adik kamu udah tau keadaan Fadel sama Dave, Hayden?" tanya Rina yang dijawab gelengan kepala oleh Hayden.

"Belum ada yang tau kalau Fadel sama Dave lagi berantem. Aku baru bilang kalau Dave pengen di China aja. Kebetulan mama papa mau ke sini juga," jawab pria beranak tiga itu.

We're Family, Aren't We?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang